Dipanggil Komnas HAM, Mantan Kastaf Kostrad Ngadu ke Ombudsman

Menurut Kivlan, ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menghembuskan kembali bergulirnya isu peristiwa penculikan Mei 1998.

oleh Oscar Ferri diperbarui 02 Jun 2014, 15:29 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2014, 15:29 WIB
Dipanggil Komnas HAM, Mantan Kastaf Kostrad Adukan ke Ombudsman
Mantan Kastaf Kostrad, Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Kivlan Zen (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Mantan Kepala Staf Komando Strategis dan Cadangan TNI Angkatan Darat (Kostrad), Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Kivlan Zen tiba-tiba mendatangi Gedung Ombudsman RI, Jakarta. Ia melaporkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait pemanggilan paksa dirinya untuk peristiwa penculikan Mei 1998.

Kuasa Hukum Kivlan, Mahendradatta mengatakan Komnas HAM dinilai telah melanggar administrasi dan menyalahi wewenang.

"Hari ini mengadukan ke Ombudsman atas tindakan Komnas HAM yang menyalahi wewenang dan melanggar administrasi, karena mengancam Kivlan Zen yang akan memanggil secara paksa," kata Mahendratta di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (2/6/2014).

Mahendratta mengatakan, tidak ada nama kliennya dalam rentetan peristiwa Mei 1998. Khususnya, terkait kasus penculikan aktivis dan mahasiswa saat itu. "Dalam pemeriksaan penghilangan orang sebelumnya, Mei 1998, nama Kivlan Zen itu tidak ada."

"Jadi apa landasan hukumnya Komnas HAM memanggil paksa? Undang-Undang tahun 2000 tentang HAM sangat jelas, pelanggaran HAM sebelum tahun 2000 harus diadili Pengadilan HAM ad hoc. Kalau belum ada pengadilan ad hoc itu, belum bisa dipanggil," sambungnya.

Sementara Kivlan mengaku, atasannya saat itu Prabowo Subianto yang menjabat Panglima Kostrad, tidak bersalah atas peristiwa Mei 1998. Sebab, saat itu Prabowo sudah tidak lagi menjabat sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus.

"Saat itu Prabowo sudah tidak jadi Danjen Kopassus lagi. Jadi sebenarnya Pak Prabowo tidak bertanggungjawab atas 13 orang yang hilang. Saat itu dia telah meninggalkan Kopassus," ujarnya.

Menurut Kivlan, ada pihak-pihak tertentu yang sengaja menghembuskan kembali bergulirnya isu peristiwa penculikan Mei 1998. Kemudian mereka mendesak Komnas HAM memanggil paksa dirinya.

"Itu desakan orang-orang yang tidak senang dengan Prabowo dan mendesak Komnas HAM. Komnas HAM tidak berhak memanggil saya kalau tidak ada Pengadilan Ad Hoc. Komnas HAM sudah tidak bekerja menurut undang-undang. Saya lihat Komnas HAM ini sudah bermain politik," ujar Kivlan.

Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nurkholis sebelumnya mengatakan, pihaknya berencana memanggil paksa mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen TNI Purnawirawan Kivlan Zen. Pemanggilan itu terkait informasi penting yang dimiliki Komnas HAM.

"Untuk pemanggilan ketiga yang nanti itu merupakan sebuah upaya paksaan," kata Nurkholis di kantor Komnas HAM, Senin 26 Mei 2014 lalu.

Komnas HAM sejauh ini sudah 2 kali memanggil Kivlan. Pada pemanggilan pertama 14 Mei lalu, Kivlan tak hadir dan diwakili pengacaranya. Lalu, pada pemanggilan kedua, ia juga tak kunjung hadir.

Menurut Nurkholis, tim yang dibentuk Komnas HAM ini masih akan memberikan tenggat waktu agar Kivlan bisa datang sendiri ke Komnas HAM. Namun, apabila Kivlan dinilai tak kooperatif, secara undang-undang, pemaksaan sah dilakukan.

Sebagai informasi, Kivlan menolak panggilan Komnas HAM iwhal kesaksian kasus orang hilang pada peristiwa 1998. Tim khusus pun dibentuk Komnas HAM, untuk menangani kasus ini yang diketuai Otto Syamsudin Ishak dan beranggotakan antara lain Nurkholis (wakil ketua) dan Siti Noor Laila.

Kivlan sendiri pernah melontarkan informasi penting bagi penyelidikan kasus penculikan aktivis peristiwa Mei 1998. Dalam tayangan di sebuah televisi swasta nasional, ia menyatakan mengetahui siapa yang menculik para aktivis dan mahasiswa saat itu.

Begitu pun nasib mereka yang ditembak dan jasadnya dibuang, Kivlan juga mengaku mengetahuinya. Namun, dia tidak menjelaskan secara detail, siapa identitas orang atau pihak yang ia maksud telah melakukan penculikan itu. (Mut)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya