DPR Tandingan Dinilai Buat Naikkan Nilai Tawar KIH

Sebab, setelah pimpinan DPR Setya Novanto cs mengakomodir keinginan KIH di Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR, koalisi tersebut mulai melunak.

oleh Oscar Ferri diperbarui 11 Nov 2014, 19:10 WIB
Diterbitkan 11 Nov 2014, 19:10 WIB
Prabowo Kalah, Koalisi Merah Putih Pecah?
Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhro menyebut akan ada beberapa partai dari Koalisi Merah Putih yang akan bergabung dengan Koalisi Merah yang dipimpin PDIP, Jakarta, Sabtu (23/8/2014) (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro menilai, dibentuknya DPR tandingan sebagai wujud mosi tidak percaya merupakan cara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) untuk menaikkan nilai tawar mereka di DPR. Sebab, setelah pimpinan DPR Setya Novanto cs mengakomodir keinginan KIH di Alat Kelengkapan Dewan (AKD) DPR, koalisi tersebut mulai melunak.

"Apa maksud dan tujuannya membentuk itu kalau bukan untuk meningkatkan daya tawar kubu KIH? Buktinya setelah KIH diakomodasi dalam Alat Kelengkapan Dewan, 'rujuk' pun terjadi," kata Siti saat dihubungi di Jakarta, Selasa (11/11/2014).

Sebelumnya, perwakilan kubu KIH, Pramono Anung menggelar pertemuan dengan Ketua DPR Setya Novanto beserta 4 wakilnya, Fahri Hamzah, Agus Hermanto, Fadli Zon, dan Taufik Kurniawan untuk mencari titik temu persoalan yang selama ini bergulir. Pembicaraan yang juga dihadiri Sekjen Partai Golkar Idrus Marham itu membuahkan hasil untuk mengakhiri perseteruan.

Poin kesepakatan dalam upaya 'rujuk' itu adalah melakukan revisi UU MD3 dan Tata Tertib, dengan menambahkan satu wakil ketua di setiap komisi yang diperuntukkan bagi anggota DPR kubu KIH.

Namun, kesepakatan damai itu tidak sepenuhnya didukung oleh partai yang tergabung dalam KIH. Ketua Fraksi Hanura Dossy Iskandar menilai kesepakatan tersebut tak sesuai ketentuan yang ada.

"Tambahannya tidak berkompromi dengan cara-cara yang tak memberikan pendidikan politik dan hukum yang baik kalau harus mengubah-ubah peraturan. UU dibuat serelatif itu nggak baik. Taat asas lah," ucap dia saat dihubungi, Selasa (11/11/2014).

Yang harusnya dilakukan, menurut Dossy adalah mengimplementasikan musyawarah mufakat dengan menggunakan prinsip adil dan proporsional. Apabila merevisi UU MD3, maka menurut dia telah terjadi praktik transaksional di lembaga DPR yang terhormat.

Penolakan senada disampaikan Ketua Fraksi Nasdem Victor Laiskodat. Menurut dia, pembagian kursi pimpinan AKD seharusnya proporsional. Berbeda dengan melakukan revisi terhadap UU MD3 dan Tatib hanya untuk menambah jumlah pimpinan alat kelengkapan. Seperti wakil ketua komisi yang rencananya ditambah 1 dari 3 menjadi 4. Sehingga ia menilai tujuan yang ada hanya untuk memperoleh kursi. (Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya