Uang Rp 4 M Disita KPK dari Rumah Ketua DPRD Bangkalan

Tim KPK menyita ratusan lembar uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu dari rumah Ketua DPRD Banten Bangkalan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 03 Des 2014, 16:36 WIB
Diterbitkan 03 Des 2014, 16:36 WIB
Terlibat Korupsi, Ketua DPRD Bangkalan Ditahan KPK
Ketua DPRD Kabupaten Bangkalan, Fuad Amin Imron ditahan di Rutan POMDAM Jaya Guntur Jakarta Selatan, Selasa (2/12/2014). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPRD Banten Bangkalan, Jawa Timur, periode 2014-2019 Fuad Amin Imron dalam kasus dugaan suap ‎jual beli pasokan gas alam untuk pembangkit tenaga listrik gas (PLTG) di Bangkalan dan Gresik, Jawa Timur. Selain Fuad, KPK juga menetapkan 3 orang lain sebagai tersangka hasil operasi tangkap tangan itu.

Adapun, dalam penangkapan Fuad di kediamannya di Bangkalan, Jawa Timur, tim KPK turut menyita ratusan lembar uang pecahan Rp 100 ribu dan Rp 50 ribu. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan, pihaknya sudah menghitung uang-uang yang disinyalir terkait kasusnya itu.

"Jumlah totalnya sekitar Rp 4 miliar," ujar Bambang dalam pesan singkatnya di Jakarta, Rabu (3/12/2014).

Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja mengatakan, saking banyaknya uang yang ditemukan di rumah Fuad itu, KPK sampai harus mengirim timnya untuk yang kedua kali. Tujuannya untuk menelusuri kemungkinan penemuan lain.

"Karena kita kemarin baru kirim orang ke sana juga untuk kemungkinan ada penemuan lain. Sekarang masih berkembang, karena di rumah dia banyak temuan uang," ucapnya.

Uang-uang tersebut lalu dibawa tim ke KPK menggunakan 3 koper besar. Penghitungannya sendiri harus dilakukan menggunakan mesin penghitung uang.

KPK menetapkan 4 orang sebagai tersangka hasil operasi tangkap tangan terkait kasus dugaan suap jual beli pasokan gas alam untuk pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Bangkalan dan Gresik, Jawa Timur. Mereka adalah Fuad Amin Imron, ajudan Fuad bernama Rauf, Direktur PT Media Karya Sentosa Antonio Bambang Widjatmiko, dan anggota TNI Angkatan Laut Kopral Satu TNI Darmono.

Fuad dan Rauf dikategorikan sebagai penerima suap. Mereka dikenakan Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 5 ayat 2,‎ serta Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi‎ (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Sedangkan Antonio selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a, Pasal 5 ayat 1 huruf b, serta Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.‎ Sementara khusus Darmono proses hukumnya dilimpahkan KPK ke peradilan militer, dalam hal ini Polisi Militer TNI Angkatan Laut (Pom AL).

Dalam kasus ini, diduga kuat ada permainan jual beli pasokan gas yang melibatkan anak perusahaan Pertamina, yakni Pertamina Hulu Energy yang menjadi penguasa blok eksplorasi gas West Madura Offshore. Fuad disinyalir bakal menjadi kunci untuk pintu masuk mengungkap permainan pasokan gas oleh Pertamina Hulu Energy di blok eksplorasi gas tersebut.

Fuad selaku Bupati Bangkalan, pada 2007, meneken kontrak kerja sama eksplorasi gas antara perusahaan BUMD, PD Sumber Daya dan perusahaan swasta, PT Media Karya Sentosa. Kontrak kerja sama itu dilakukan untuk membangun jaringan pipa gas dari blok eksplorasi West Madura Offshore ke Bangkalan dan Gresik untuk menghidupkan PLTG.

Kerja sama pembangunan jaringan pipa gas itu ditengarai sebagai prasyarat dalam kerja sama jual beli pasokan gas antara Pertamina Hulu Energy dan PT Media Karya Sentosa. Selanjutnya Pertamina Hulu Energy menunjuk Pertamina EP untuk mengurusi distribusi gas ke PT Media Karya Sentosa itu. (Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya