Liputan6.com, Jakarta - Mungkin sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya di dunia pendidikan mengenal sosok Een Sukaesih. Perempuan kelahiran Sumedang, Jawa Barat, 10 Agustus 1963 itu dengan gigih melawan penyakit Rheumatoid arthritis yang diderita sepanjang hidupnya.
Ya, penyakit itu yang membuat tubuhnya dari ujung kaki hingga lehernya lumpuh. Hanya mata dan mulut yang sanggup ia gerakan. Namun dari keterbatasan fisik itulah Een bangkit merajut cita-citanya.
Meski tinggal di rumah sederhana dan keterbatasan fisik, Een tetap berjuang mewujudkan mimpi terbesarnya, yakni pendidikan yang lebih baik di Tanah Air. Dimulai dari hal kecil di lingkungan sekitarnya di Dusun Batu Karut, RT 01/RW 05 Cibereum Wetan, Cimalaka, Sumedang.
Dia mengajar sejumlah anak-anak meski di atas tempat tidurnya yang hanya berukuran tubuhnya, yakni sekitar 1 x 2 meter. Di kamar penuh sesak berukuran sekitar 3 x 4 meter itu, Een terus bersemangat mengajar anak-anak didiknya.
Kini, tepat pada Jumat 12 Desember 2014, Een meninggal dunia di usianya yang ke-51 tahun. Namun banyak pelajaran hidup yang dapat diambil dari sosok inspiratif itu, khususnya di dunia pendidikan.
1. Ingin Seperti Nabi Ayub
1. Ingin Seperti Nabi Ayub
Een sempat mengenyam pendidikan di IKIP Bandung yang kini bernama UPI Bandung. Namun setelah penyakit Rheumatoid arthritis menyerang tubuhnya, praktis, selama 27 tahun terakhir Een Sukaesih harus menjalani hari-harinya di atas pembaringan.
Uwa Een, begitu sapaan akrabnya, memang hampir sepanjang hidupnya bisa dikatakan mendapat cobaan dari Sang Pencipta. Betapa tidak, ia menderita lumpuh tak lama setelah dirinya menuntaskan kuliahnya di Kampus UPI Bandung hingga tutup usia.
Maka itu ia ingin belajar dari kehidupan Nabi Ayub AS yang selama hidupnya ditimpa musibah, yakni penyakit kulit di sekujur tubuhnya. Namun Nabi Ayub tetap bersabar menerima musibah itu, bahkan semakin bertakwa kepada Allah SWT, setelah ditinggal sang istri.
"Saya ingin seperti Nabi Ayub, sepanjang hidupnya dikasih musibah tapi tetap beribadah dan bertakwa kepada Allah SWT," ujar Een setahun lalu.
Sepanjang hari-harinya, Een memang selalu berdoa dan berzikir. Lidahnya selalu bertasbih di sela-sela kegiatan mengajarnya. Pada saat luang waktunya, Een juga rajin membaca ayat-ayat suci Alquran dan mendengarkan ceramah alim ulama, baik melalui televisi maupun radio.
Advertisement
2. Pergi ke Tanah Suci Mekah
2. Pergi ke Tanah Suci Mekkah
Een selain guru pendidikan umum, ia juga dikenal sosok yang religius. Kepada anak-anak didiknya dia selalu mengajarkan pendidikan agama Islam di sela-sela mengajar pendidikan umum.
Een bahkan bercita-cita menunaikan ibadah haji ke tanah suci Mekah, Arab Saudi, untuk menunaikan rukun Islam ke-5. Dia selalu mempelajari doa-doa dan tata cara melakukan ibadah haji. Puluhan kaset tentang tata cara haji pun ia koleksi di lemarinya. Ia bahkan sengaja merekam dengan kaset pita, tata cara haji melalui televisi ataupun radio.
Satu per satu tata cara dan doa-doa tentang haji ia hafalkan dari kaset hasil rekamannya itu dengan sabar, didampingi salah satu muridnya.
Namun hingga ajal menjemput, Een tak berkesempatan menunaikan ibadah haji. Kondisi fisiknya tidak memungkinkan, meskipun banyak orang yang ingin membiayai dirinya ibadah ke Tanah Suci Mekkah. Hanya saja banyak ulama mengatakan, selama niat beribadah haji itu tulus dan tidak terwujud, Allah SWT akan mencatat niat tersebut.
3. Mencerdaskan Anak Bangsa
3. Mencerdaskan Anak Bangsa
Semangat, optimistis, ulet, dan inovatif selalu menjadi motto selama kehidupan Een. Dia adalah sosok guru yang inspiratif yang banyak mengajarkan kehidupan bagi banyak orang. Betapa tidak, pada saat keterbatasan fisiknya, dia tetap semangat mengajar kepada anak-anak didiknya.
Pada saat penyakit Rheumatoid arthritis terus menggerogoti tubuhnya, Een terus mengajar anak-anak didiknya di atas tempat tidur yang sangat sederhana. Bahkan sakit yang dideritanya seolah tidak ia rasakan, karena semangat mengajar.
"Kalau mengajar ketemu anak-anak, badan saya malah nggak sakit. Tapi kalau anak-anak sudah pada pulang, malah badan jadi terasa sakit," ungkap Een setahun lalu.
Lantas apa yang membuat Een tetap memiliki semangat tinggi untuk selalu mengajar di tengah keterbatasan fisiknya itu? Een mengaku modal semangat itu hanyalah semangat dan keyakinannya untuk memajukan pendidikan di Tanah Air.
"Cita-cita saya ingin mencerdaskan anak bangsa, itulah yang membuat saya bangkit," ujar Een saat memberikan kuliah umum di Kampus UPI Bandung.
Advertisement
4. Bertemu Presiden SBY
4. Bertemu Presiden SBY
Sejatinya, segudang cita-cita Een andai saja dirinya diberi kesembuhan dari sakitnya. Namun Tuhan punya cara sendiri untuk membahagiakan wanita paruh baya itu. Di antara segudang impian, salah satunya ingin bertemu Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY yang kala itu masih menjabat Presiden ke-6 RI.
Harapan itu akhirnya terkabul. Een akhirnya dapat bertemu dengan Presiden SBY di Istana Negara usai menerima penghargaan Special Achievement Liputan6 Award untuk kategori Inovasi, Kemanusiaan, Pendidikan, Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan.
"Semuanya masih serasa mimpi. Sampai sekarang juga saya tidak pernah membayangkan akan bertemu dengan Presiden," ungkap Guru Een kepada Liputan6.com usai bertemu SBY setahun lalu.
Bahkan pertemuan antara Een dan SBY kembali terjadi. SBY dan Ani Yudhoyono kembali mendatangi Een pada 3 Feb 2014 lalu. Dalam kunjungan itu, SBY dan Ani Yudhoyono sempat melantunkan beberapa lagu karya SBY. Een sendiri juga memang menyukai lagu-lagu SBY.
5. Mendirikan Sekolah Pintar
5. Mendirikan Sekolah Pintar
Di antara impian Een, adalah ingin mendirikan sanggar atau wahana belajar di rumahnya. Keinginan itu sudah lama ia cita-citakan saat dirinya memulai mengajar di rumahnya.
Keinginan itu lantaran setelah dirinya meninggal, anak-anak didiknya masih dapat belajar dengan fasilitas yang memadai. Sebab, tempat untuk mengajar selama ini memang terbilang sangat sederhana. Een mengajar di kamarnya penuh sesak, hanya berukuran sekitar 3 x 4 meter.
Keinginan itu pun terwujud tak lama setelah dirinya menceritakan keinginan itu kepada orang yang mendatangi dia. Banyak orang tersentuh hatinya, hingga uluran tangan, bahu-membahu mewujudkan keinginan Een, dibantu Pemerintah Kota Sumedang dan pemerintah pusat.
Sanggar pendidikan itu diberi nama Rumah Pintar yang dibangun di samping rumah Een, di Dusun Batu Karut, RT 01/RW 05 Cibereum Wetan, Cimalaka, Sumedang. Awalnya tempat tersebut akan diberi nama embel-embel Een Sukaesih, namun 'Kartini' dari kota penghasil tahu itu menolak. Alasannya, dia tak mau mendirikan tempat pendidikan itu dibumbui sikap ria.
Advertisement
6. Bertemu Bend Bimbo
6. Bertemu Grup Musik Bimbo
Bimbo, grup musik yang berdiri sekitar 1967, memang terkenal dengan lirik-liriknya yang puitis dan religius pada era 70-an. Selain itu Bimbo juga identik dengan lagu-lagu balada yang cenderung berpola minor.
Hal itulah yang membuat Een sangat menggemari karya-karya musik grup musik asal Bandung itu. Wanita paruh baya itu pun kepincut dengan grup musik itu, hingga ingin bertemu dengan personel grup musik itu.
Keinginan Een bertemu grup Bimbo pun terwujud. Pada 2013 lalu, guru inspiratif asal Sumedang itu akhirnya dipertemukan dengan grup musik yang digawangi Sam Bimbo, Acil Bimbo, Jaka Bimbo, dan Iin Parlina.
Memasuki era '80-an, Bimbo mulai bermain dengan lagu-lagu dengan tema-tema kritik sosial seperti Antara Kabul dan Beirut atau Surat untuk Reagan dan Brezhnev.
Namun, di sisi lain ciri khas sebagai kelompok religius pun melekat erat. Berawal dengan lagu Tuhan karya Sam Bimbo dan berlanjut dengan album kasidah sekitar 1974.
Dalam perjalanan musiknya, Bimbo juga banyak menjalin kolaborasi dengan sederet sastrawan seperti Wing Kardjo dan Taufiq Ismail. Pada 2007, Bimbo merilis album baru yang antara lain menampilkan karya terbaru Taufiq Ismail yang berpola kritik sosial yaitu Jual Beli dan Hitam Putih. (Rmn/Ans)