Pengakuan Wakapolri yang Tak Bisa Tangkap Terduga Anggota ISIS

Hingga saat ini tidak ada instrumen hukum yang bisa digunakan menjadi dasar penangkapan para terduga ISIS.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 17 Mar 2015, 14:23 WIB
Diterbitkan 17 Mar 2015, 14:23 WIB
Pesan Sutarman Kepada Badrodin Haiti
Para pejabat kepolisian memberikan ucapan selamat kepada Plt. Kapolri Komjen Pol. Badrodin Haiti usai mengikuti upacara Penyerahan Tugas Wewenang dan Tanggung Jawab Kapolri Kepada Wakapolri, Jakarta, Rabu (21/1/2015). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti mengaku pihaknya tidak bisa menangkap orang yang dididuga telah bergabung dengan kelompok militan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS). Pasalnya, menurut Badrodin, hingga saat ini tidak ada instrumen hukum yang menjadi dasar penangkapan. Hal tersebut, membuat Kepolisian sulit mencegah perkembangan organisasi garis keras itu.

"Memang secara hukum kita tidak punya instrumen untuk bisa melakukan penegakan hukum terhadap pengikut ISIS yang belum melakukan pelanggaran hukum," jelas Badrodin di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (17/3/2015).

Untuk itu, Badrodin mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan instansi lain yang dapat membantu Kepolisian mencegah penyebaran paham ISIS di Indonesia.

beberapa upaya yang saat ini tengah dilakukan adalah menyiapkan operasi yang bersifat kontraradikal dan deradikalisasi. Operasi tersebut ditujukan kepada orang-orang tertentu yang telah diidentifikasi sebagai pengikut atau pendukung ISIS.

"Itu yang sudah kita lakukan, lalu kita juga melakukan pendekatan-pendekatan kepada ulama-ulama," tandas Badrodin. Kepolisian, lanjut Badrodin, juga mengidentifikasi adanya kegiatan-kegiatan bersenjata. Adapun intrumen hukum yang digunakan untuk menjerat mereka adalah Pasal 139 KUHP serta Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Anti Terorisme.

"Nah kalau yang seperti itu kita jerat dengan UU Anti Terorisme, termasuk juga Pasal 139 KUHP," pungkas Badrodin.

Sebelumnya, Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid mengatakan, sebagian dari sekitar 8.000 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang bekerja di Suriah, diyakini telah mendukung dan bergabung dengan kelompok terorisme ISIS.

"Saya yakin ada di antara sebagian mereka yang juga menjadi simpatisan ISIS," kata Nusron seperti dilansir BBC.

Menurut Nusron, sebelum diguncang konflik bersenjata, diperkirakan ada sekitar 30.000 TKI yang bekerja di Suriah. Namun belakangan jumlahnya menyusut menjadi sekitar 8.000 orang setelah sebagian besar dievakuasi.

Pemerintah Indonesia, lanjut dia, sejauh ini belum dapat mengidentifikasi siapa TKI di Suriah yang telah bergabung dengan ISIS. "Karena kita belum bisa mentracking (melacak) keberadaan mereka," kata Nusron.

Keberadaan WNI yang sudah bergabung dengan ISIS juga diungkapkan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Disebutkan, setidaknya ada 500 WNI yang telah bergabung dengan ISIS di Suriah dengan berbagai cara. Di antaranya melalui jalur pengiriman TKI. (Luq/Sun)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya