Liputan6.com, Singapore City - Bapak Pendiri Bangsa itu telah berpulang. Lee Kuan Yew menghembuskan napas terakhirnya di Rumah Sakit umum Singapura pada Senin 23 Maret dini hari setelah beberapa pekan berjuang melawan penyakit pneumonia atau paru-paru basah pada usia 91 tahun.
Seluruh warga Singapura begitu kehilangan sosok Ayah yang selama ini telah menuntun mereka menjadi bangsa besar. Berkat tangan Lee Kuan Yew, meski memiliki luas wilayah kecil, namun Singapura bisa menjadi raksasa di bidang ekonomi dalam skala internasional.
"Minggu ini merupakan minggu yang gelap bagi Singapura. Cahaya yang telah membimbing kami selama ini telah tiada," ujar Lee Hsien Loong dalam upacara penghormatan untuk Lee Kuan Yew di Universal Cultural Centre, Singapura, seperti dimuat Channel News Asia, Minggu (29/3/2015).
"Kita semua telah kehilangan seorang Bapak. Kita semua berduka. Lee Kuan Yew telah membuat negara kecil ini menjadi punya nama besar di dunia internasional," imbuh dia. "Dia selalu berusaha membuat perubahan untuk negara kita tercinta.
Lee Hsien Loong berpidato di hadapan para tamu negara. Ada lebih dari 20 pemimpin negara yang hadir, seperti Presiden Indonesia Joko Widodo, Sultan Brunei Darussalam Hassanal Bolkiah, Presiden Kamboja, Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Selain itu, hadir pula PM Australia Tony Abbott, PM India Narendra Modi dan mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton.
Rakyat Singapura begitu setia pada Lee Kuan Yew. Meski prosesi upacara pemakaman untuk sang 'Founding Father' diguyur hujan deras dan petir, warga negeri singa tetap berdiri di pinggir jalan meski badannya basah kuyup. Dengan mengenakan jas hujan atau memakai payung, masyarakat negeri singa beberapa kali meneriakkan kata "Lee Kuan Yew".
Selain masyarakat, tentara Singapura juga tetap kokoh berdiri di luar gedung parlemen meski diguyur hujan. Mereka setia menanti kehadiran jenazah Lee Kuan Yew.
Prosesi pemakaman Lee Kuan Yew digelar di Gedung Parlemen mulai pukul 12.30 waktu setempat. Sebanyak 21 kali tembakan penghormatan dan empat jet F-16 milik tim aerobatik AU Singapura, The Black Knights beratraksi sebagai tanda penghormatan.
Selain itu, sirene juga dibunyikan di seluruh penjuru wilayah Singapura sekaligus mengiringi hening cipta selama satu menit. Selanjutnya, jenazah Lee dibawa ke Universitas Nasional Singapura, tempat para pemimpin negara sahabat memberikan penghormatan.
PM Lee Hsien Loong mengimbau seluruh warga Singapura untuk mengheningkan cipta selama satu menit pada pukul 16.00 waktu setempat nanti sebagai penghormatan terakhir untuk Lee Kuan Yew.
"Saya berharap, di mana pun kalian berada. Kalian semua turut tenang, diam sejenak dan menyanyikan lagu kebangsaan. Ini merupakan momen penting bagi kita semua yang tak akan terlupakan," ujar Lee Hsien Loong.
Setelah melalui serangkaian prosesi upacara penghormatan, jenazah Lee Kuan Yew pada akhirnya dikremasi pada Minggu malam sekitar pukul 21.00 waktu setempat.
Baca Juga
Perjalanan Lee Kuan Yew
Meski bukan keturunan bangsawan, Lee Kuan Yew lahir sebagai anak sulung dari 5 bersaudara. 16 September 1923, ayahnya Lee Chin Koon dan sang ibu Chim Jua Neo mendidiknya hidup disiplin dan sederhana.
Lee Kuan Yew mengenyam pendidikan dasar di Telok Kurau Raffles Institution dan Raffles College hingga kemudian usai pendudukan Jepang di Singapura. Lee Kuan Yew mewujudkan mimpinya belajar di Fakultas Hukum Universitas Cambridge di Inggris dengan didampingi sang kekasih Kwa Geok Choo.
Mereka akhirnya menikah sederhana di London pada Desember 1947. Akhir tahun 1954, Lee Kuan Yew mendirikan People's Action Party bersama sejawatnya yang juga menempuh studi di Inggris.
Tahun 1959, Lee Kuan Yew pertama kalinya mewakili People's Action Party untuk wilayah pemilihan Tanjong Pagar. Lee Kuan Yew terpilih menjadi Perdana Menteri pertama di Singapura.
Pembenahan sistem pendidikan dan pengentasan kemiskinan menjadi fokus Lee. Ia juga merangkul 3 etnis besar di Singapura yakni Melayu, Cina, dan India untuk bersama-sama membangun Singapura dengan disiplin.
Walau dikenal sebagai 'otoriter' dan keras kepala, tapi Lee Kuan Yew membuktikan pada dunia Singapura mampu disulap menjadi negara maju hanya dalam waktu setengah abad.
Jejak Leluhur Lee Kuan Yew>>>
Advertisement
Jejak Leluhur Lee Kuan Yew
Jejak Leluhur Lee Kuan Yew
Mungkin tak banyak yang mengetahui, kakek nenek serta ayah mendiang pendiri Singapura Lee Kuan Yew merupakan orang Semarang, yang lalu merantau dan bermukim di Singapura. Maka dari itu, sepertinya bukan suatu hal yang kebetulan bahwa tempat lahir Lee Kuan Yew di Singapura pada 16 September 1923 adalah Jalan Kampung Jawa, atau yang disebut Kampong Java Road.
Namun demikian, tak banyak jejak ayah dan kakek-nenek Lee Kuan Yew di Semarang yang bisa dilacak. Tapi menurut penuturan Lee Kuan Yew dalam memoarnya: "The Singapore Story, Memoirs of Lee Kuan Yew," ayah dan ibunya menikah dalam usia dini. Saat itu, ayahnya Lee Chin Koon, berusia 20 tahun dan ibunya Chua Jum Neo, berusia 16 tahun. Perkawinan keduanya sudah ditentukan orangtua sejak setahun sebelumnya. Sementara, kakek dan nenek Lee Kuan Yew memiliki akar Jawa lebih kuat lagi.
Pada tahun 1899, Lee Hoon Leong (26) bertemu gadis bernama Ko Lien Nio (16) yang dijumpai dan dinikahi di Semarang, Jawa Tengah. Dari hasil pernikahan ini, lahirlah Lee Chin Koon (pada tahun 1903,) ayah dari Lee Kuan Yew. Lee Hoon Leong dan Ko Lien Nio kemudian pindah ke Singapura, membawa Lee Chin Koon yang masih bayi.
Namun sayangnya jejak leluhurnya tak pernah dikupas dengan jelas. Bahkan dari sejumlah buku tentang Semarang, seperti di buku "Kota Semarang dalam Kenangan" yang menceritakan tentang sejarah Kota Semarang dari abad ke- 8 M hingga menjelang akhir tahun 1945, tidak dijelaskan soal keberadaan leluhur Lee Kuan Yew di Semarang.
Terlepas dari itu, Jongkie Tio, penulis buku "Kota Semarang dalam Kenangan" mengatakan jejak leluhur Lee Kuan Yew diduga berada di kawasan Jalan Pemuda, Semarang, tepatnya di Apotek "Noe-ma". "Ini cerita yang berkembang dari mulut ke mulut. Bahwa Apotek "Noe-ma" yang berada di Jalan Pemuda Semarang itu dulunya bekas rumah ayah dan kakek-nenek Lee Kuan Yew,” jelas Jongkie Tio, seperti dimuat BBC Indonesia, Minggu (29/3/2015).
Jongkie tidak menyangsikan informasi itu, namun juga tak bisa membenarkannya, karena ia tak memiliki cukup data. "Kepastiannya saya tidak tahu. Sulit menelusuri dari Semarang karena tidak ada manuskrip yang menjelaskan persisnya di mana. Sampai saat ini belum ada yang menelusuri jejaknya. Mungkin saja karena memang belum ada ketertarikan."
Jalan Pemuda masuk dalam kawasan segitiga emas Semarang, yang dijadikan sentra bisnis dan pemerintahan pada zaman kolonial. Ketika itu, Jalan Pemuda dinamakan Jalan Bod Jong ("Pemuda" dalam bahasa Belanda), Jalan ini membujur sepanjang 2,7 kilometer dari Jembatan Berok (kawasan Kota Lama Semarang) hingga kawasan Tugu Muda. Di sepanjang jalan ini, terdapat banyak bangunan bersejarah seperti Gedung Keuangan Negara, Kantor Pos Indonesia, Gedung Bank Jateng, Gedung Bekas Hotel Dibya Puri, Toko Oen, Gedung swalayan bahan bangunan.
Apotek Noe-ma yang disebutkan Jongkie Tio sayangnya sudah tidak berbekas. Bangunan putih berpagar besi warna hijau dengan nomor 57A itu tertutup rapat. Dan lebih dari itu, sudah tak menunjukkan kaitan dengan masa lalu, karena bangunannya tergolong baru, bukan lagi bangunan tua. "Dulu memang itu bangunan apotik Noe Ma," jelas Bambang (64), warga sekitar. "Tapi sejak tahun 90-an bangunan itu dipugar dan diubah jadi bangunan yang digunakan sebagai pabrik bihun."
Saat ditanya tentang Lee Chin Koon, ayah Lee Kuan Yew, Bambang atau warga sekitar Jalan Pemuda Semarang. menggeleng. Ia mengaku tak pernah mendengar atau mengetahui keberadaan warga Tionghoa bermarga Lee yang pernah tinggal di sekitar kawasan ini. "Keluarga Tek Kiong sejak masa kolonial tinggal di rumah yang megah dan besar yang berada di belakang apotek Noe Ma. Majikan saya sepertinya yang paling lama tinggal di sini."
Yang dia tahu, warga etnis China tertua di sekitar itu adalah Tek Kiong yang dikenal dengan nama Soetikno Wijaya yang merupakan salah satu orang kaya terpandang di Semarang."Beliau itu kawan dekat mantan Presiden Soeharto, namun sudah meninggal sejak tahun 1990-an. Sekarang tinggal istrinya, yang kebetulan sedang berada di luar kota."
Seorang warga Tionghoa Semarang, Sarjono (74) juga mengaku tak sempat mengenal leluhur Lee Kuan yew. Mungkin karena mereka sudah meninggalkan Semarang sejak lebih dari seabad. Terkait bangunan yang diyakini dulunya adalah tempat tinggal orang tua Lee Kuan Yew, Sarjono mengatakan, dulunya adalah bangunan tua yang khas.
"Itu dulunya bangunan kuno kembar dengan arsitektur melengkung di bagian kanan kiri. Bagus sekali. Yang kiri untuk jual tabung pemadam kuno dan sebelahnya Apotik Noe Ma. Sekarang sudah berubah wujud," jelas Sarjono.
Pemilik beberapa bangunan asli masa lalu yang belum berubah kepemilikan, seperti toko alat tulis Nam Bie, Toko Phoenix yang berjejer dengan bekas apotik Noe-ma juga tak mengetahui keberadaan marga Lee yang konon pernah menempati salah satu bangunan di kawasan tersebut. "Apalagi ini ada proyek pembangunan apartemen 22 lantai. Hampir semua bangunan digusur dan dirobohkan. Yang tersisa hanya beberapa saja," imbuh Sarjono
Padahal Jalan Pemuda atau dulunya jalan Bod Jong, sudah dijadikan sebagai kawasan cagar budaya di Kota Semarang, sejak tahun 1992 yang mencakup 101 bangunan. Nyatanya banyak bangunan cagar budaya di kawasan ini nyaris tak berbekas, ditelan pembangunan dan perubahan zaman yang tak mengindahkan sejarah dan pelestarian. Jejak Lee Chin Koon dan Chua Jum Neo, orang tua Lee Kuan Yew salah satu tokoh dunia yang sangat terkenal --dengan segala kontroversinya, sangat susah dikenali di Semarang. Lebih-lebih lagi jejak kakek dan nenek Lee Kuan Yew: Lee Hoon Leong dan Ko Lien Nio.
Semarang memang tercatat dalam memoar Lee Kuan Yew dan arsip-arsip, sebagai kota leluhurnya. Namun sayangnya tak lebih dari itu, sehingga tak bisa menjadi aset kota Semarang, misalnya.
Kini Lee Kuan Yew itu telah tiada. Singapura akan tetap maju menjalankan pemerintahan tanpa Bapak Bangsa. Selamat jalan Lee Kuan Yew... (Riz/Ali)
Advertisement