Liputan6.com, Jambi - Sejumlah warga Rimba Jambi atau biasa disebut Suku Anak Dalam atau SAD, khususnya anak-anak kembali dilarikan ke Rumah Sakit Raden Mattaher (RSRM) Jambi Kamis dinihari sekitar pukul 01.00 WIB.
Yomi, salah satu petugas pendamping warga rimba dari Komunitas Konsevasi Indonesia (KKI) Warsi mengatakan, orang rimba yang sebagian besar anak-anak tersebut mengalami panas dan muntah-muntah.
"Sakit badan panas, batuk sekalian muntah, padahal di Bulian pernah dirawat 2 minggu," ungkap Yomi yang mengantarkan berobat warga rimba Jambi ke RSRM itu, Jambi, Kamis 9 April 2015.
Yomi mengatakan, sebelumnya beberapa warga rimba itu sudah pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Muarabulian, Kabupaten Batanghari pada 22 Maret 2015. Namun beberapa hari setelah keluar dari runah sakit tersebut, sejumlah warga SAD itu kembali mengalami sakit dan langsung dibawa ke RSRM Jambi.
Dari keterangan dokter, kata Yomi, sejumlah anak rimba tersebut mengalami infeksi paru-paru, ada penumpukan udara, penurunan daya tahan tubuh yang bisa berujung sesak nafas.
"Setiba masuk rumah sakit ini langsung masuk ruangan ICU, penyakitnya bisa mendadak berhenti nafas," ujar dia.
Menurut Yomi, oksigen rencananya akan dipakai menggunakan selang untuk memasukkan cairan ke dalam tubuh. "Dari beberapa warga di antaranya, ada yang masih berumur 1 tahun namanya Betumpal, anak dari Menti," kata dia.
Menurut Yomi, untuk membawa sejumlah warga rimba ke rumah sakit menemui beberapa kendala. "Harus dijemput yang benar-benar mau dirawat, takutnya sampai di sini tidak mau dirawat," kata Yomi.
Enggan Dirawat
Dari beberapa warga rimba yang dirawat tersebut, lanjut Yomi, satu orang yang juga sebagai Tumenggung atau kepala suku bernama Tumenggung Ngalembo enggan dirawat ke rumah sakit.
Sang tumenggung beralasan karena tidak bisa merokok saat dirawat rumah sakit. Maka ia memilih dirawat di tempat tinggalnya di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD), yang berlokasi di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun.
"Selagi aku nak merokok, aku dak mau dirawat," ujar Tumenggung Ngalembo dengan nada kental Jambi.
Sementara warga rimba bernama Menti yang anaknya mengalami sakit mengatakan, dahulu ia dan warga Suku Anak Dalam lainnya jarang sakit karena hutan masih lebat.
"Dulu jarang sakit karena hutan masih banyak, tapi sekarang sakitnya luar biasa," ucap dia.
11 Orang Rimba Jambi sebelumnya dilanda kematian mendadak sejak awal 2015. Penyebabnya diduga akibat kekurangan makanan dan lokasi tempat tinggal mereka terus menyempit akibat maraknya pembukaan lahan.
Bahkan, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa sampai menyempatkan diri berkunjung ke Jambi untuk bertemu warga rimba tersebut. Pada pertemuan itu, Mensos menyatakan akan memberikan bantuan berupa rumah tinggal permanen.
Namun oleh warga rimba ditolak, alasannya tinggal menetap tidak sejalan dengan budaya dan istiadat melangun atau mengembara yang dipegang warga rimba Jambi. (Rmn)
Demam dan Muntah, Anak Rimba Jambi Dilarikan ke Rumah Sakit
Sebagian anak rimba menolak dirawat di rumah sakit.
diperbarui 10 Apr 2015, 07:44 WIBDiterbitkan 10 Apr 2015, 07:44 WIB
Advertisement
Video Pilihan Hari Ini
Video Terkini
powered by
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Hati-Hati.. Ahli Tahajud dan Puasa Bisa Saja Menjadi Ahli Neraka, Peringatan Buya Yahya
Inilah 7 Simbol Obat Beserta Artinya
Bolehkah Qobliyah Subuh Dilakukan setelah Sholat Subuh? Ini Kata Buya Yahya
Kasus Tewasnya Bos Rental Mobil, Kapolsek dan 2 Anggota Polisi Cinangka Dimutasi
BMKG: Jabar Berpotensi Diguyur Hujan Sepekan ke Depan, Waspada Banjir dan Tanah Longsor
Teleskop James Webb Temukan Lubang Hitam Monster di Awal Pembentukan Alam Semesta
Dahulukan Makan atau Sholat Dulu? Ini Jawaban Gus Baha
Lapor ke Prabowo, Maruarar Sirait Sebut Sudah Bangun 40 Ribu Rumah Rakyat
Resep Takjil Asin Gurih untuk Ide Jualan Ramadhan yang Dijamin Laris
3 Tugas Pertama Patrick Kluivert di Timnas Indonesia: Demi Penuhi Target Lolos Piala Dunia 2026
Geger Shin Tae-yong Dicopot dan Patrick Kluivert Calon Kuat Pelatih Baru, Pertaruhkan Nasib Timnas Indonesia?
5 Budaya Solo yang Sudah Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda