Pidato Jokowi Dinilai Melawan Dominasi Global

Dalam pidato di KAA, Presiden Jokowi menyerukan kepada seluruh pemimpin negara di Asia dan Afrika reformasi ekonomi dunia.

oleh Sugeng Triono diperbarui 25 Apr 2015, 14:26 WIB
Diterbitkan 25 Apr 2015, 14:26 WIB
Historical Walk KAA di Bandung
Presiden Jokowi bersama sejumlah kepala negara mengikuti 'Historical Walk' dalam rangkaian Peringatan ke-60 tahun KAA, di Jalan Asia Afrika, Bandung (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Pidato yang disampaikan Presiden Jokowi di hadapan seluruh peserta Konferensi Asia Afrika ke-60 dinilai dapat menjadi semangat baru bagi negara-negara di kedua benua tersebut. Sebab, pidato tersebut berisi perlawan mengenai dominasi global.

"Kita harus amati, pidato Presiden Jokowi itu bagus, terlihat itu melawan dominasi global, Bank Dunia, IMF, dan PBB. Jadi jangan sampai itu menimbulkan salah persepsi. Dan Asia Afrika ini bisa memiliki kekuatan. Jadi semua jejak Asia Afrika ini sudah terlihat dan tampak, tinggal Jokowi saja lihat ke depan," ujar wartawan senior Budiarto Shambazy dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (25/4/2015).

Dalam pidato di KAA, Jokowi menyerukan kepada seluruh pemimpin negara di Asia dan Afrika reformasi ekonomi dunia. Pergerakan ekonomi negara Asia Afrika tidak harus tergantung kepada lembaga keuangan global seperti World Bank, Asian Development Bank (ADB) dan IMF.

Budiarto juga mengatakan, isu dan pesan yang tercantum dalam perhelatan Konferensi Asia Afrika yang baru saja berakhir kurang mendapat perhatian dari masyarakat internasional. Mereka hanya melihat acara ini hanya sebagai peringatan yang dihadiri sejumlah pemimpin dunia.

"Saya kira tentang peliputan media internasional, memang sedikiti sekali persentasenya. Dari perspektif media, ini hanya peringatan meski diikuti banyak negara. Jadi kurang seksi pertemuan ini," ujar dia.

Ia juga menjelaskan, isu yang disampaikan pada KAA kali juga tidak jauh berbeda dengan perhelatan sebelumnya yang mulai dilakukan sejak 1955. Dan tidak ada hal baru yang dapat mengikat secara erat kepentingan bersama para negara peserta.

"Ini sama saja, isunya daur ulang dari KAA sebelumnya. Tidak ada yang baru. Ini isu-isu yang sudah sering di kumandangkan dari Sukarno hingga Soeharto. Kita ingin mengikatkan semangat KAA masih ada, lalu kemerdekaan Palestina sebuah keharusan untuk hak seluruh bangsa. Jadi memang isu ini hanya daur ulang saja," tandas Budiarto. (Mvi/Sss)

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya