Pasca-Putusan MK, DPR-DPD Diminta Bentuk Tatib Bersama

Permintaan ini dikemukakan mantan anggota DPD yang kini menjadi legislator, Erma Suryani.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 22 Sep 2015, 23:55 WIB
Diterbitkan 22 Sep 2015, 23:55 WIB
20150922-Putusan Perkara DPD oleh MK-Jakarta
Ketua DPD RI, Irman Gusman saat menghadiri sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (22/9/2015). Sidang beragendakan pengucapan putusan perkara DPD oleh Majelis Hakim Konstitusi. (Liputan6.com/HelmiFithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Uji materi ini diajukan oleh Ketua DPD Irman Gusman, Wakil Ketua DPD La Ode Ida, dan Wakil Ketua DPD Ratu Hemas.

Mantan anggota DPD yang kini menjadi anggota DPR, Erma Suryani mengaku turut senang dengan keputusan MK tersebut. Erma menjadi salah satu yang mengajukan judical review (JR) atau peninjauan kembali agar DPD memiliki kewenangan bisa membahas UU dan menyusun anggaran seperti DPR.

Dengan keputusan ini, Erma mengatakan, DPR dan DPD harus segera duduk bersama untuk membahas dan membuat tata tertib (tatib) bersama agar terjadi sinkronisasi kedua lembaga tersebut yang selama ini belum pernah terjadi.

"Ini kan sebenarnya hasil dari keputusan JR periode 2009-2014 lalu, saya termasuk anggota timnya. DPR bersama DPD harus membahas tatib bersama, agar putusan MK ini bisa dijalankan dan agar bisa membahas RUU yang ada kaitannya dengan DPD," ucap Erma kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (22/9/2015).

Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, kemungkinan DPD ke depan akan lebih banyak bermitra dengan Komisi II DPR yang membidangi masalah pemerintahan daerah.

"Iya saya rasa akan lebih banyak bermitra dengan Komisi II, karena kan lebih menyangkut tentang pembangunan dan otonomi daerah," tutur dia.

Sedangkan terkait pengajuan anggaran, Erma berujar, selama ini DPD memang selalu mengajukan anggaran sendiri ke DPR sama seperti mitra-mitra kerja lembaga pemerintah.

"Dari dulu memang mengajukan anggaran sendiri ke DPR. Sama seperti kementerian dan pemerintah kan kalau mengajukan anggaran sendiri ke DPR," ujar dia.

Tak luput, Erma pun berharap agar anggota DPR bisa menghormati dan menjalankan keputusan MK tersebut agar DPD bisa berjalan maksimal dalam hal pembangunan daerah.

"Saya harap DPD ini juga bisa didukung kewenangannya dengan anggaran untuk merumuskan UU, tapi kalau kewenangannya DPD meminta bikin gedung baru baru kita tidak dukung," papar Erma.

Pada prinsipnya sebagai mantan anggota DPD, menurut Erma Suryani, DPR dan DPD segera membahas tatib bersama. "Supaya memperjelas mekanisme terkait otonomi daerah karena DPD kan juga dibentuk sesuai konstitusi."

Ketua MK, Arief Hidayat (tengah) membacakan putusan perkara DPD di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (22/9/2015). Sidang dihadiri Irman Gusman (Ketua DPD RI) serta sejumlah anggota DPD. (Liputan6.com/HelmiFithriansyah)

MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi UU MD3. Salah satu yang‎ dikabulkan oleh MK adalah Pasal 71 huruf c UU MD3. MK menyatakan, pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat.

Dengan begitu, menurut Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat, DPD diikutsertakan dalam pembahasan rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden, DPR, atau DPD yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya.

Serta, lanjut Arief, perimbangan keuangan pusat dan daerah, dengan mengikutsertakan DPD sebelum diambil persetujuan bersama antara DPR dan Presiden. (Ans/Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya