Anggota DPR Nilai Putusan MK Perlambat Penegakan Hukum

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan agar pemeriksaan anggota DPR dan DPRD yang terlibat tindak pidana harus meminta izin pada presiden.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 23 Sep 2015, 11:57 WIB
Diterbitkan 23 Sep 2015, 11:57 WIB
Jelang Keputusan Pilpres, Pengamanan MK Diperketat
Suasana penjagaan super ketat yang dilakukan pihak kepolisian jelang sidang putusan Pilpres oleh Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (20/8/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan agar pemeriksaan anggota DPR dan DPRD yang terlibat tindak pidana harus meminta izin pada presiden. Wakil Ketua Komisi III DPR Trimedya Pandjaitan menilai putusan tersebut malah akan memperlambat proses penegakan hukum bagi anggota dewan.

"Akan memperlambat proses penegakan hukum ke depannya. Presiden kalau ada izin untuk periksa anggota DPR jangan lama," kata Trimedya saat dihubungi di Jakarta, Rabu (23/9/2015).

Ketua DPP PDIP itu meminta agar Presiden Jokowi harus memberikan izin pada para penyidik ketika mau memeriksa anggota dewan. Sebab, dalam kampanyenya Jokowi selalu menyuarakan penegakan hukum.

"‎Diizinkan saja. Enggak perlu khawatir. Percayakan kepada KPK, kepolisian, dan kejaaksaan. Izinkan saja. Jangan melindungi privilage dewan," tegas Trimedya.

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto juga menegaskan, penegak hukum h‎arus mematuhi putusan MK tersebut. Sebab, putusan itu final dan mengikat.

"‎Jadi tolak ukur, bahwa harus mentaati. Ini sifatnya final and binding. Tidak ada hal lebih lanjut," ujar Agus.

Politisi Demokrat itu menambahkan bila ada pihak yang tidak puas dengan putusan itu, seharusnya mereka menyuarakan saat masa sidang berlangsung.

"Diskusi itu harusnya tidak sekarang tapi kemarin saat persidangan di MK. Harusnya masyarakat, anggota dewan semua di sana, diskusi seperti itu kalau dibahas sekarang, sudah mubazir," tandas Agus.

MK memutuskan presiden adalah pihak yang berwenang memberikan izin apabila anggota dewan hendak dimintai keterangan terkait dugaan tindak pidana. MK berpendapat pemberian izin pemanggilan anggota dewan dari Mahkamah Kehormatan tidak tepat karena MKD tidak berhubungan langsung dengan sistem peradilan pidana dan akan sarat kepentingan.

‎"Sehingga Mahkamah berpendapat izin tertulis seharusnya berasal dari presiden, bukan dari mahkamah kehormatan dewan," ucap Wahiduddin.

Wahiduddin mengatakan, anggota yang dipanggil atau dimintai keterangan tetap dapat melaksanakan fungsi dan kewenangannya sebagai anggota DPR. Mahkamah juga berpendapat persetujuan dari presiden harus diterbitkan dalam waktu singkat. (Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya