2 Ribu Pohon Kelapa Sawit di Hutan Lindung Bengkulu Dibabat Habis

Hutan lindung itu merupakan kawasan perlindungan bagi habitat gajah, badak, dan harimau sumatera.

oleh Yuliardi Hardjo Putro diperbarui 29 Sep 2015, 21:20 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2015, 21:20 WIB
2 Ribu Kelapa Sawit di Hutan Lindung Bengkulu Dibabat Habis
Hutan lindung itu merupakan kawasan perlindungan bagi habitat gajah, badak, dan harimau Sumatera. (Yuliardi Hadjo Putro/Liputan6.com)

Liputan6.com, Bengkulu - Ribuan tanaman kelapa sawit milik warga di Kabupaten Mukomuko, Bengkulu dibabat habis Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Hal ini lantaran keberadaan kebun kelapa sawit tersebut berada di lahan hutan lindung di 3 kecamatan.

Sebanyak 2.300 tanaman kelapa sawit yang berumur rata-rata 10 tahun itu masuk dalam kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Air Hitam yang berfungsi sebagai penyanggah Taman Nasional Kerinci Seblat. Hutan lindung itu juga merupakan kawasan perlindungan bagi habitat gajah, badak, dan harimau Sumatera.

Ketiga kecamatan yang dirambah itu adalah Ipuh, Pondok Suguh, dan Air Rumbai dengan total lahan yang dirambah seluas 83 hektare.   

Pemusnahan lahan-lahan kelapa sawit itu melibatkan aparat gabungan Kepolisian Hutan, Kepolisian Sektor Ipuh, Mukomuko, dan prajurit TNI dari koramil 0423/02. Mereka menggunakan satu unit alat berat jenis ekskavator dan 10 mesin gergaji pemotong.

Operasi sapu bersih ini berjalan lancar. Tak ada perlawanan dari warga pemilik lahan yang hanya menyaksikan para petugas bekerja dari jarak beberapa ratus meter dari lokasi.

Kepala BKSDA Provinsi Bengkulu Anggoro Dwi Sujiarto mengatakan, pihaknya sudah melakukan pendekatan dengan warga, perangkat desa, dan kecamatan sebelum melakukan pembersihan ini. Sudah 60 hektare lahan yang dibersihkan. Dan Selasa (29/9/2015) ini dituntaskan pembersihan terhadap 23 hektare lahan lainnya.

"Ini operasi lanjutan, sebelumnya kita sudah membersihkan tanaman sawit yang masuk TWA. Waktunya pembersihan secara keseluruhan sekira satu minggu," ujar Anggoro.

Dia berharap warga yang mendiami kawasan penyanggah yang bersentuhan langsung dengan wilayah hutan lindung dan taman nasional tidak melakukan perambahan lahan secara ilegal. Sebab ada konsekuensi hukum yang harus dihadapi jika mereka tetap ngotot merambah dan merusak habitat dari hewan yang dilindungi undang-undang. Apalagi status kawasan sudah sangat jelas dikuasai oleh negara.

"Sangat berbahaya jika warga masih ngotot merambah, jika ke depan masih ditemukan tanaman yang masuk dalam kawasan lindung, kami akan proses dan ingat hukumannya tidak ringan," tegas Anggoro Dwi Sujiarto. (Ndy/Ans)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya