Liputan6.com, Jakarta - Kerugian negara sementara dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial dan hibah Pemprov Sumatera Utara (Sumut) mencapai Rp 2.205.000.000. Seperti dipaparkan Kapuspenkum Kejaksaan Agung Amir Yanto.
Dia mengatakan, di antara jumlah itu, yakni Rp 1.675.000.000 yang diberikan kepada 16 lembaga atau organisasi penerima dana bantuan hibah sampai saat ini tidak diketahui keberadaannya.
"Termasuk alamat yang tecantum dalam proposal permohonan fiktif," kata Amir di Kejagung, Jakarta pada Selasa malam 29 September 2015.
Amir menambahkan, sekitar Rp 530.000.000 yang diberikan kepada lembaga penerima hibah juga diduga tidak melaksanakan kegiatannya.
"Pelaksanaan yang tidak sesuai dengan pertanggungjawaban dan diterima oleh pihak yang berhak," papar mantan Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara itu.
Ia menambahkan, dari hasil penyelidikan diketahui Pemprov Sumut telah melaksanakan kegiatan penyaluran bantuan dana hibah sebesar Rp 2.037.902.754.487 dan dana bansos kepada masyarakat dan organisasi kemasyarakatan sebanyak Rp 43.718.380.000.
Dari hasil penyelidikan diduga mulai dari perencanaan, penyaluran, penggunaan, dan pertanggungjawaban terhadap dana hibah dan bansos telah disalahgunakan atau telah terjadi penyimpangan yang tidak sesuai dengan peruntukkannya.
Kasus ini kemudian dinaikkan ke tingkat penyidikan dengan keluarnya Surat Perintah Penyidikan no : Print-77/F.2/Fd.1/07/2015, tanggal 23 Juli 2015.
Belum Ada Tersangka
Penyidik telah memeriksa kurang lebih 60 orang saksi baik dari pemerintahan atau penerima bantuan. Tapi Kejagung belum menjerat satu pun tersangka. Saksi yang diperiksa termasuk Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan Wakil Gubernur Sumut (saat itu) Tengku Erry Nuradi.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung Widyo Pramono mengaku, tim penyidik harus cukup prima dalam menetapkan tersangka.
"Arah ke sana (penetapan tersangka) ada. Tetapi, saya minta kepada jajaran penyidik Satgassus Tindak Pidana Korupsi mesti harus prima penyidikannya," kata Widyo di Kejagung.
Baca Juga
"Saya tidak mau lagi gagal di persidangan. Saya tidak mau kalah di praperadilan," timpalnya lagi.
Widyo menuturkan, penetapan tersangka semata-mata hanya kewenangan penyidik. Dan tidak bisa diintervensi siapapun. Ketika penyidik sudah siap dengan barang buktinya dan keterangan yang menguatkan tentunya penetapan tersangka diinformasikan.
"Kalau sudah siap, dan semuanya oke itu soal lain. Yang pasti proses pidananya harus dijalankan lebih lanjut. Ya tunggu saja prosesnya," tutur Widyo. (Ndy/Mvi)
Advertisement