Kasus e-KTP 'Mandek', Ini Alasan KPK

Meski sudah ada penetapan tersangka, namun kasus itu belum kunjung masuk ke tahap penuntutan.

oleh Oscar Ferri diperbarui 06 Okt 2015, 16:59 WIB
Diterbitkan 06 Okt 2015, 16:59 WIB
20150729-Teknologi-E-voting-Jakarta2
Petugas mensimulasikan teknologi Alat KTP EL untuk pilkada serentak di gedung BPPT, Jakarta, Rabu (29/7/2015). E-voting dan KTP el dimanfaatkan untuk mendukung KPU pada pilkada serentak. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Salah satu kasus yang mandek perkembangannya di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah kasus dugaan korupsi proyek pengadaan paket penerapan e-KTP. Meski sudah ada penetapan tersangka, namun kasus itu belum kunjung masuk ke tahap penuntutan.

KPK berkilah kalau kasus tersebut dibilang mandek. Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Wakil Ketua KPK, Johan Budi SP, pihaknya masih melakukan sejumlah hal dalam penyidikannya.

"e-KTP kami sedang harus cek fisik. Hari ini sama sepekan-dua pekan akan dilakukan cek fisik," kata Johan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/10/2015).

Selain cek fisik, lanjut Johan, pihaknya juga masih fokus terhadap penghitungan kerugian negara. Di cek fisik itu juga dilakukan untuk menghitung final secara lengkap ‎kerugian negara.

Saat ditanya berapa kerugian negara sementara ini, lagi-lagi Johan menghindar. Alasannya, dirinya masih harus mengecek lagi ke penyidik.

"Coba nanti saya cek," kata mantan Deputi Pencegahan KPK.

Kasus e-KTP mencuat ketika KPK menetapkan tersangka terhadap Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka pada 22 April 2014 lalu. Dia bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek tersebut.

Pengadaan teknologi informasi dalam proyek senilai Rp 6 triliun ini dinilai merugikan keuangan negara sebesar Rp 1,12 triliun. Dalam catatan KPK, proyek itu tidak memiliki kesesuaian dalam teknologi yang dijanjikan dalam kontrak tender dengan yang ada di lapangan.

Atas tindakan itu, Sugiharto dikenai Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Beberapa pihak sempat dipanggil dalam pengusutan kasus itu. Pada 15 September kemarin contohnya, Business Development Manager PT Hewlett-Packard Indonesia Habib Mohamad dipanggil lembaga antikorupsi.

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin sempat menyebut Politikus Golkar Setya Novanto, yang saat ini menjabat sebagai ketua DPR, terlibat dalam kasus ini. Namun, Setya belum pernah dimintai keterangan hingga sekarang. (Ali/Mut)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya