JK: Setya Novanto Langgar Etika dan Hukum

JK mengaku puas atas putusan tersebut. Semua pihak pun diharapkan mematuhi putusan MKD karena sifatnya mengikat.

oleh Silvanus Alvin diperbarui 16 Des 2015, 19:33 WIB
Diterbitkan 16 Des 2015, 19:33 WIB
20150709-Jokowi dan JK Buka Puasa di KPK-Jakarta-Jokowi
Ekspresi Wapres Jusuf Kalla saat hadiri buka bersama di Gedung KPK , Jakarta, Kamis (9/7/2015). Presiden, Wapres dan sejumlah pejabat negara menghadiri acara buka puasa bersama yang digelar KPK. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR saat ini membacakan keputusan atas Ketua DPR Setya Novanto terkait dugaan pelanggaran etik kasus 'Papa Minta Saham'.

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK menilai meski keputusan belum diketuk palu, dapat dipastikan Setya Novanto harus mundur dari jabatannya.

"Ya, harus mundur. Ini kan keputusan, bukan mengimbau. Keputusan Mahkamah namanya, ya begitu memutuskan," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu (16/12/2015).

JK mengaku puas atas putusan tersebut. Semua pihak pun diharapkan mematuhi putusan MKD karena sifatnya mengikat.

"Otomatis, karena keputusan MKD itu mengikat, bukan hanya mengimbau. Itu mengikat. Mahkamah itu pakai toga, masak toga tidak memutuskan," ujar JK.

Langgar Etika dan Hukum

JK mengatakan pembacaan putusan sementara para anggota MKD mempertegas pelanggaran etika yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. Pelanggaran etika ini juga menandakan terjadinya pelanggaran hukum yang dilakukan Novanto.

"Etika itu kan kepantasan, tapi ada juga ketidakpantasan yang melanggar hukum," ujar JK.

JK menilai Setnov termasuk melanggar hukum karena status dia sebagai anggota Dewan, tapi di sisi lain membicarakan masalah uang.

"Ya, melanggar hukum, karena ada pembicaraan tentang uang. Ada tentang kesepakatan untuk katakanlah memeras, mengancam," kata dia.

Putusan hari ini, ujar mantan Ketua Umum Partai Golkar ini, dapat menjadi dasar bagi aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini. Saat ini baru Kejaksaan Agung yang mengusut kasus ini dengan mengaitkan pada dugaan pemufakatan jahat.

"Ini bukan pembenaran, tapi otomatis. Kejaksaan lebih mudah lagi," pungkas JK.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya