Liputan6.com, Banda Aceh - Saiful Yusri (62) merupakan salah satu saksi mata yang selamat dari bencana tsunami Aceh pada 2004 lalu. Dia selamat dari tsunami setelah gelombang maha dahsyat itu menghempas desanya di Lampulo, Banda Aceh yang berada di pinggiran laut.
Minggu 26 Desember 11 tahun silam, Saiful bersama istri dan anaknya sedang berada di rumah saat gempa berkekuatan 8,9 skala Ricter tiba-tiba menguncang bumi Serambi Mekah. Saat itu warga berhamburan keluar rumah.
Saat mereka masih dibuat syok dengan goncangan gempa besar itu, tiba-tiba gelombang hitam dengan cepatnya datang dan menghempas permukiman warga.
Baca Juga
"Saat itu semua warga panik dan berlarian dikejar gelombang tsunami, saya, istri, dan anak-anak saya terhempas air gelombang," kata Saiful Yusri di Banda Aceh, Sabtu (26/12/2015).
Advertisement
Namun kisah selamatnya 59 warga Desa Lampulo yang paling tak bisa dilupakannya. Meskipun dia tak ada dalam bersama mereka saat peristiwa itu terjadi. Saat bahtera fenomenal itu menyelamatkan puluhan nyawa tersebut.
Dia bercerita, awalnya 30 di antara mereka selamat setelah berlindung di kapal ikan yang karam di atas atap rumah warga bernama Ibu Abasyiah.
Air terus memenuhi rumah lantai dua itu hingga hampir mencapai atap. Karena terdesak, seorang warga mencoba membuka seng atap rumah itu. Lalu ke 30 warga yang berada di rumah itu naik ke atap.
"Saat itu mereka sudah pasrah, satu sama lain sudah bersalam memohon maaf, yang ada di benak kami dunia sudah kiamat," ujar dia.
Kedatangan Bahtera
Namun, sambung Saiful, ketika dirinya telah benar-benar pasrah, tiba-tiba pertolongan itu datang. Sebuah kapal ikan tanpa kendali melaju menghampiri mereka. Hingga kapal sepanjang 30 meter tersebut akhirnya bertengger di atap rumah milik Abasyiah.
Warga pun berbondong-bondong naik ke kapal. Saat menaiki bahtera itu, warga menemukan seorang awak kapal yang sedang tertidur lelap di sana.
"Selain 30 orang warga di sini, ternyata di atas kapal ada satu orang yang awak kapal sedang tertidur lelap. Begitu mengetahui kapalnya sudah berpindah dari pinggir pantai ke atap rumah warga, ia langsung panik dan terdiam," tutur Saiful.
Menyusul kemudian 20 warga lain yang berada di belakang rumah Abasyiah ikut menaiki kapal tersebut. Setelah air surut, barulah 8 orang lain naik ke kapal. Total ada 59 warga yang berada di bahtera itu.
Berkat pertolongan kapal ikan itu puluhan warga dan awaknya selamat. Kini kapal tersebut diberi nama 'Kapal Nuh di atap rumah warga'.
Setiap bencana pasti ada berkah dan hikmah tersendiri. Begitu juga dengan Saiful Yusri, dia kini mendedikasikan dirinya untuk Kapal Nuh tersebut.
Saiful dengan setia mendampingi para wisatawan yang datang ke lokasi dan menceritakan kisah kapal pertolongan itu hingga bisa bertengger di atap rumah warga.
"Saya melakukannya tengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan. Kapal ini telah menolong saya, dan saya bercerita agar pengunjung mendapat hikmah tersendiri untuk kehidupannya setelah berkunjung ke sini," ujar Saiful.
Kini saban hari dia ada di Kapal Nuh yang telah dijadikan salah satu situs tsunami itu.
"Rezeki yang datang ada sendiri, tanpa meminta, sebagian wisatawan ada yang memberikan saya sumbangan, mungkin karena mereka puas mendengar cerita dan penjelasan saya mengenai kapal ini," kata Saiful.
Kapal Nuh ini juga memberi dampak ekonomi lebih pada warga sekitar. Mereka memanfaatkan ramainya kunjungan wisatawan dengan menjual suvenir dan makanan ringan.
"Masyarakat di sini sudah sadar wisata, dengan menjaga keamanan, kebersihan lokasi kapal ini, sebagian berjualan, ada yang jadi guide," ucap dia.
Saiful percaya, setiap bencana pasti ada hikmahnya. Termasuk tsunami Aceh 2004 lalu. Dia bertekad untuk terus memperbaiki hidupnya tanpa terus meratapi musibah 11 tahun silam.
Advertisement