KPK Usut Pengakuan Bupati Buton Suap Akil Mochtar Rp 1 M

KPK harus hati-hati dalam bertindak. Kini penyidik tengah mempelajari kasus yang melibatkan Akil Mochtar itu.

oleh Oscar Ferri diperbarui 04 Mar 2016, 15:17 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2016, 15:17 WIB
20151005- Akil Mochtar Jadi Saksi Bupati Empat Lawang-Jakarta
Eks Ketua MK Akil Mochtar jelang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (5/10/2015). Akil menjadi saksi persidangan Bupati Empat Lawang Budi Antoni terkait kasus suap sengketa pilkada Kabupaten Empat Lawang. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan, kasus dugaan suap penanganan sengketa pilkada di Mahkamah Konstitusi (MK) yang menjerat Akil Mochtar terus berlanjut. Salah satunya dugaan suap dalam penanganan sengketa Pilkada Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan, dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Buton ini akan dipelajari lebih lanjut. Pada kasus ini, Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun diduga memberi suap ke Akil sebesar Rp 1 miliar agar menang dalam gugatan pilkada kabupaten itu.

"Akan dilihat dan dipelajari kembali agar tunggakan kasus lama itu bisa segera diselesaikan," kata Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (4/3/2016).

Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan juga menyatakan hal yang sama. KPK harus hati-hati dalam bertindak. "Akan dipelajari oleh tim penyidik," ujar Syarif ketika dihubungi terpisah.

Sebelumnya, Akil Mochtar pada kasus ini diduga menerima suap Rp 1 miliar dari Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun serta dari pihak lainnya, telah divonis seumur hidup.

Bupati Buton Samsu Umar mengaku pernah memberikan uang Rp 1 miliar untuk Akil pada 2012. Hal itu disampaikan saat dia bersaksi pada sidang Akil. Menurut Samsu, pemberian uang Rp 1 miliar itu berkaitan dengan sengketa Pilkada Buton yang bergulir di MK.

"Saya transfer ke CV Ratu Samagat, Rp 1 miliar," kata Samsu saat bersaksi dalam persidangan terdakwa Akil Mochtar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis 4 Maret 2014 lalu.

Praktik dugaan suap ini bermula dari pelaksanaan Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara yang digelar pada Agustus 2011. 9 Pasangan calon ikut dalam gelaran pilkada tersebut.

Mereka adalah Agus Feisal Hidayat dan Yaudu Salam Ajo, Ali La Opa dan La Diri, Azhari dan Naba Kasim, Jaliman Mady dan Muh Saleh Ganiru, Samsu Umar Abdul Samiun dan La Bakry, La Sita dan Zuliadi, La Ode M Syafrin Hanamu dan Ali Hamid, Edy Karno dan Zainuddin, serta pasangan Abdul Hasan dan Buton Achmad.

Berdasar penghitungan suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) Buton, pasangan yang menang adalah Agus Feisal Hidayat dan Yaudu Salam Ajo. Tak terima keputusan tersebut, pasangan Lauku dan Dani, Samsu Umar dan La Bakry, serta Abdul Hasan dan Buton Achmad menggugat surat keputusan KPU ke MK.

Setelah disidang, MK membatalkan putusan tersebut dan memerintahkan KPU Buton untuk melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual serta melakukan pemungutan suara ulang. Pada 24 Juli 2012, MK memutus Samsu Umar dan La Bakry menjadi pemenang Pilkada Buton.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya