Eks Ketua JI: Menyerahlah Santoso, Kasihan Sama Keluarga

Eks Ketua JI menyerukan kepada Santoso agar menyerahkan diri.

oleh Liputan6 diperbarui 23 Jun 2016, 07:56 WIB
Diterbitkan 23 Jun 2016, 07:56 WIB
Santoso
Tidak adanya suplai logistik membuat kelompok teroris Santoso kelaparan dan terjepit (Istimewa)

Liputan6.com, Palu - Mantan Ketua Mantiqi (wilayah kekuasaan) III Jamaah Islamiyah (JI) Mohamad Nasir alias Nasir Abas menyerukan kepada seluruh kelompok sipil bersenjata, termasuk pemimpin Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Santoso alias Abu Wardah untuk menyerahkan diri kepada aparat keamanan.

Ia meminta Santoso dan kelompoknya segera menghentikan aksi radikalisme dan tidak melanjutkan niatnya yang dinilai tidak sejalan dengan ideologi bangsa.

"Cukuplah Santoso, turunlah, menyerahkan diri lebih baik, kasihan sama keluarga. Untuk tujuan apa lagi. Indonesia tidak memusuhi atau memerangi umat Islam. Indonesia menghargai dan memberikan banyak kemudahan kepada Islam," kata dia dalam diskusi "Menangkal Deradikalisasi Mengatasnamakan Agama" di Palu, Sulawesi Tengah, Rabu malam 22 Juni 2016, seperti dikutip dari Antara.

Nasir yakin, jika Santoso memiliki niat baik untuk menghentikan aksinya, pasti akan diterima secara baik oleh masyarakat. Baginya, niat baik, pasti dibalas baik pula oleh Allah SWT.

Dia merasa terpanggil untuk memberikan seruan tersebut mengingat secara garis perjuangan, Santoso termasuk anak buahnya ketika masih aktif di JI. Segala pengetahuan teroris Santoso dan kelompoknya saat ini, juga merupakan bagian dari binaan JI.

Nasir mengatakan, dalam melakukan aksinya, Santoso tidak mempunyai tujuan akhir, sama seperti kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

"Santoso juga tidak punya tujuan akhir karena tidak punya pikiran strategis. Yang ada adalah bagaimana action, itu saja. Bagi mereka yang penting berbuat sesuatu," ujar dia.

Saat Nasir masih tergabung dalam JI, mereka memiliki keyakinan bahwa paling tidak, seumur hidup pernah berjihad.

"Pernah melakukan sesuatu, pernah terlibat kontak senjata, pernah melawan yang dianggap sebagai musuh, mau dia polisi, tentara atau siapalah. Oleh karena itu mereka pergi ke Afganistan, Filipina atau ke tempat konflik, karena ada keinginan yang besar untuk mendapatkan sesuatu yang mereka sebut sebagai fadilah. Inilah yang terjadi dengan Santoso saat ini," Nasir menandaskan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya