Politikus PDIP Harap Patroli Bersama di Laut Sulu Segera Terwujud

Kesepakatan antara Indonesia, Malaysia, dan Filipina untuk melakukan patroli bersama dan bantuan darurat diharapkan tidak sebatas retorika.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 07 Agu 2016, 23:39 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2016, 23:39 WIB
20160513-Sandera-Abu-Sayyaf-Jakarta-Faizal-Fanani
Menlu Retno Marsudi berbincang dengan WNI yang disandera Abu Sayyaf di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (13/5). Kapal mereka dibajak saat melintas di perairan sekembali dari Filipina menuju Tarakan, Kaltim. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertahanan tiga negara, yaitu Indonesia, Filipina, Malaysia, sepakat untuk melakukan patroli bersama di wilayah perairan Sulu. Langkah ini diyakini dapat meredam aksi teror di wilayah laut tersebut.

Namun demikian, kesepakatan tersebut dinilai baru sebatas retorika dan belum berjalan sesuai yang diharapkan. Anggota Komisi I DPR RI Charles Honoris mengatakan sejauh ini belum ada realisasi konkret mewujudkan hal tersebut.

"Saya mendapat informasi bahwa WNI kembali menjadi korban penculikan oleh kelompok yang ditengarai sebagai bagian dari Abu Sayyaf. Ini sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Jadi kesepakatan tersebut apa? Baru retorika belaka dan ajang foto-foto saja," ujar Charles dalam keterangan persnya, Minggu, (7/8/2016).

Menurut dia, kesepakatan antara Indonesia, Malaysia dan Filipina untuk melakukan patroli bersama dan bantuan darurat harus segera direalisasikan.

"Pola-pola lain seperti model eyes in the sky di Selat Malaka yang berhasil menekan angka perompakan dalam beberapa tahun terakhir juga bisa ditiru," ucap anggota Fraksi PDIP ini.

Menurut dia, kesepakatan tersebut untuk menjamin keamanan di kawasan terhadap ancaman terorisme, perompakan, dan perampokan bersenjata.

Selain itu, kata Charles, Indonesia dan komunitas internasional harus menekan Filipina sebagai negara yang sudah 20 tahun lebih meratifikasi International Convention Against The Taking of Hostages untuk berbuat lebih dalam upaya mencegah dan menangani kasus-kasus penculikan dan penyanderaan di wilayah teritorialnya.

"Dalam beberapa tahun terakhir tercatat ada ratusan penculikan dan penyanderaan oleh kelompok kriminal yang berbasis di Filipina Selatan," dia menjelaskan.

Menko Polhukam Wiranto Sebelumnya mengatakan, implementasi atas kesepakatan patroli bersama sudah menentukan standar operasional prosedur. Kesepakatan ini penting untuk dikukuhkan hingga meminimalkan aksi perompakan.

"Operasi itu akhirnya akan menetralkan berbagai sumber-sumber yang mencoba mengganggu para nelayan di wilayah maritim kita," ujar Wiranto di Grand Sahid Hotel, Jakarta.

Perairan Sulu yang berbatasan dengan Indonesia, Malaysia, dan Filipina memang bisa dibilang perairan tak bertuan. Wilayah internasional inilah yang kerap dimanfaatkan kelompok bersenjata dalam merampok para nelayan dan pengusaha.

Karena itu, butuh kesepakatan bersama untuk sama-sama menjaga wilayah itu. Dengan begitu, tidak ada lagi salah paham selama operasi berlangsung.

"Wilayah internasional di antara beberapa negara kalau tidak ada standar operasional prosedur nanti ada salah paham. Dengan adanya itu nanti jadi aman," Wiranto memungkasi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya