Liputan6.com, Jakarta - Pengacara Irman Gusman, Maqdir Ismail, menilai penangkapan kliennya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyalahi prosedur. Irman ditangkap tangan oleh Tim Satgas KPK beberapa waktu lalu. Namun, penangkapan itu tidak disertai dengan surat yang sesuai prosedur.
Atas prosedur yang dilanggar tersebut, dia meminta agar hakim tunggal I Wayan Karya menghadirkan Irman ke persidangan praperadilan.
Baca Juga
"(Kehadiran Irman) dibutuhkan karena sebenarnya kita ingin menunjukkan dan membuktikan bagaimana proses penangkapan itu dilakukan, terutama berkenaan dengan keterangan Ibu Liestyana (istri Irman) surat (penangkapan) itu kan untuk orang lain, tetapi kenapa kok Irman yang ditangkap?" kata Maqdir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (27/10/2016).
Advertisement
Dia menjelaskan, selain soal surat penangkapan, pihaknya juga menggarisbawahi soal kewenangan penyelidik yang melakukan penangkapan terhadap Irman. Dia mengatakan hanya penyidik berwenang yang dapat melakukan penangkapan.
"Penyelidik itu kan tidak punya kewenangan menangkap orang, kecuali ada izin ada perintah dari penyidik. Nah, ini penyelidikan untuk orang lain, tapi yang ditangkap Pak Irman. Ini yang jadi persoalan pokok kita di situ," ujar Maqdir.
Oleh karena itu, dia menduga KPK telah menyalahi prosedur dalam OTT terhadap Irman. Terlebih, KPK ternyata telah 'mengikuti' Irman lewat penyadapan. Yang mana penyadapan itu juga telah melanggar dan tidak menghormati jabatan Irman sebagai Ketua DPD.
"Ya pasti menyalahi prosedur. Bahkan kita tidak tahu juga SOP mereka ada atau tidak. Sebab hukum acara jelas kok seperti apa proses penangkapan, tangkap tangan itu seperti apa. Tangkap tangan itu kan kejadiannya tidak diketahui. Ini kalau melihat jawabannya KPK mereka sudah ikuti Pak Irman lewat komunikasi Pak Irman sejak Juni," ucap Maqdir.
"Artinya mereka kan tidak menghormati jabatan Pak Irman, terutama berhubungan dengan kedudukan beliau sebagai Ketua DPD. Kalau memang betul mereka tahu dari awal Bapak Irman mau diberi uang, mestinya pimpinan KPK kasih tahu Pak Irman untuk tidak menerima," lanjut dia.
Selain soal itu, kata dia, kehadiran Irman di sidang juga karena pihaknya ingin tahu saat Irman diperiksa intensif sebagai tersangka di KPK usai ditangkap. Sebab, kata Maqdir, seorang tersangka sebagaimana diatur dalam Hukum Acara Pidana, wajib hukumnya didampingi oleh penasihat hukum.
"Ketentuan undang-undang itu orang kalau diperiksa sebagai tersangka ada kewajiban menghadirkan kuasa hukum atau didampingi penasihat hukum. Ini yang tidak dilakukan KPK," ucap Maqdir.
Adapun, hakim tunggal I Wayan Karya meminta pihak Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menghadirkan Irman Gusman ke persidangan. Namun, pihak KPK yang diwakili oleh Biro Hukumnya belum bisa menghadirkan Irman saat ini.
"Mohon izin, sesuai dengan prosedur, tentunya pihak dari Pemasyarakatan akan menanyakan alasannya. Kemudian pada prisnsipnya kami menunggu surat (penetapan dari hakim)," ucap Kepala Biro Hukum KPK Setiadi.
Mendengar itu, Majelis Hakim kemudian meminta agar Irman dihadirkan ke persidangan pada awal pekan depan. Tepatnya, Senin 31 Oktober 2016. Dia pun segera meminta panitera untuk membuat surat penetapan hakim untuk pemanggilan Irman.
"Kami minta dihadirkan hari Senin," ujar I Wayan.
Adapun dalam sidang ini, pihak pengacara Irman menghadirkan sejumlah saksi, yakni ajudan Irman yang bernama Joko Supriyanto, anggota patroli pengawal Irman bernama Indra Trisnawan, dan Liestyana Gusman yang merupakan istri Irman. Lalu ada juga ahli yang dihadirkan dari pakar hukum, yakni Andi Hamzah, Leica Marzuki, dan Choirul Huda.
Sebelumnya, dalam kasus dugaan suap rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor wilayah Sumatera Barat tahun 2016 yang diberikan Bulog kepada CV Semesta Berjaya, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Ketiganya, yakni bekas Ketua DPD RI, Irman Gusman serta Direktur Utama CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan istrinya, Memi. Irman diduga menerima suap Rp 100 juta dari Xaveriandy dan Memi sebagai hadiah atas rekomendasi penambahan kuota distribusi gula impor untuk CV Semesta Berjaya tersebut.
Irman selaku penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b dan atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).