Liputan6.com, Jakarta - Penyelidik Polri terpecah. Sebagian percaya, laporan Habib Novel Chaidir Hasan yang berprofesi sebagai alim ulama ke Bareskrim patut dilanjutkan. Lainnya tidak. Perdebatan alot mengemuka di internal Polri malam itu. Tidak ada titik temu. Bareskrim pun memutuskan agar pengadilan saja yang menyatakan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok menistakan agama atau tidak.
Alhasil, Bareskrim Pori menetapkan calon petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka. Hasil yang ditunggu-tunggu dan memuaskan sebagian pihak.
Baca Juga
Advertisement
"Meskipun tidak bulat, perkara ini harus diselesaikan di peradilan yang terbuka. Konsekuensinya akan ditingkatkan ke proses penyidikan dengan menetapkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka," kata Kabareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 16 November 2016.
Menurut dia, perbedaan pendapat tidak hanya di lingkungan penyelidik Bareskrim Polri, tapi juga para ahli. Perbedaan pendapat itu, menurutnya begitu tajam.
"Soal ada tidaknya unsur niat untuk menista agama, mengakibatkan perbedaan tim penyelidik 27 orang," ungkap Ari Dono.
Hal yang sama ditegaskan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian. "Penyelidik terbelah, saksi ahli terbelah, sehingga suara tidak bulat," tegas Tito.
Polri pun mencegah Ahok bepergian ke luar negeri. "Polri melakukan pencegahan agar yang bersangkutan (Ahok) tidak melakukan bepergian ke luar negeri dari wilayah RI," sambung Ari Dono.
Tak Lazim
Ada dua pasal yang mendasari penetapan status tersangka ke Ahok, yakni Pasal 156a KUHP dan Pasal 28 ayat 2 UU 11/2011 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menjelaskan, seharusnya, kasus yang melibatkan pasangan calon kepala daerah ditunda sampai pilkada selesai. Namun, dalam kasus penetapan Ahok sebagai tersangka ini, hal itu tidak berlaku.
"Meskipun ada surat telegram tahun 2013 dan 2015 bahwa kasus melibatkan pasangan calon mendaftarkan diri untuk pilkada itu perintahnya ditunda sampai pilkada selesai, agar Polri tidak digunakan sebagai alat untuk menjatuhkan pasangan calon. Ini akan menjatuhkan netralitas Polri dalam pilkada," kata Tito.
"Namun mengingat sensitivitas dalam kasus ini, sebelum laporan P21 (lengkap), oke sudah diperintahkan kepada Kabareskrim untuk melakukan langkah penyelidikan," Tito menjelaskan.
Langkah penyelidikan, lanjut dia, sudah dilakukan secara maraton dan mengundang hampir 40 ahli dalam perkara Ahok. Sejak ada laporan pada Oktober 2016, tim sudah bekerja.
"Kita tidak ingin salah melangkah, meski ada asas sama di muka hukum, namun kita bukan melihat orangnya, tapi kompleksitas perbedaan penafsiran," kata Tito.
Dia berharap tak ada lagi unjuk rasa besar-besaran seperti demo 4 November. Jenderal bintang empat itu meminta semua pihak konsisten pada tuntutannya dan berharap tak turun ke jalan pada 25 November.
Apalagi Polri telah menetapkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka dalam dugaan penistaan agama.
"Saya minta semua pihak konsisten. Kalau isunya memang masalah dugaan penistaan agama, gampang saja, kita ikuti saja proses hukumnya," ujar Tito saat berkunjung di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Rabu 16 November 2016.
Dia meminta publik mempercayakan proses hukum ini kepada kepolisian. Namun, polisi tetap mempersilakan masyarakat mengawal proses hukum kasus ini hingga ke persidangan. Terlebih, proses hukum tersebut akan berlangsung secara terbuka.
"Jadi kalau ada yang mau turun ke jalan lagi untuk apa? Jawabannya gampang. Kalau ada yang ngajak turun ke jalan lagi, apalagi membuat keresahan dan keributan, cuma satu saja jawabannya, agendanya bukan masalah Ahok," tegas Tito.
"Agendanya adalah inkonstitusional, dan kita harus melawan itu karena negara ada langkah-langkah inkonstitusional," sambung dia.
Namun mantan Kapolda Metro Jaya itu enggan menyebutkan siapa sasaran sesungguhnya jika demo 25 November tetap berlangsung. Dia juga enggan berandai-andai terkait isu upaya makar.
"Demonya ini kalian lihat sendiri. Kalau itu terjadi, masyarakat bisa menilai sendiri. Karena masyarakat kita sekarang sudah pada pintar. Dan masyarakat tidak mudah dipengaruhi," ujar Tito Karnavian.
Dia meminta masyarakat berpikir rasional dan tidak gelap mata. Masyarakat, lanjut dia, harus mengedepankan asas praduga tak bersalah.
Ahok Santai
Menjadi tersangka dalam dugaan penistaan agama, tak mematikan langkah Ahok maju dalam Pilkada DKI Jakarta 2017. Terlebih, dia mendapat lampu hijau dari KPU. Selama, belum ada putusan bersalah dari pengadilan, Ahok bisa mengikuti tahapan pilkada.
Oleh karena itu, Ahok santai. Dia menyatakan akan melawan di pengadilan. Ahok justru senang apabila kasus dugaan penistaan agama ini dibawa ke pengadilan. Dengan begitu, semua fakta sebenarnya akan diketahui publik.
"Kalau dinaikkan di persidangan itu bagus, biar orang tahu masuk akal enggak. Saya paling suka fitnah tuduhan itu dibawa ke pengadilan. Karena semua berita acara disampaikan umum," ujar Ahok di Rumah Lembang, Menteng, Jakarta, Rabu 16 November 2016.
Ahok mencontohkan kasus Sumber Waras dan reklamasi yang sudah dibawa ke pengadilan. Di sanalah tuduhan kepada Ahok terbantahkan.
"Seperti di Sumber Waras. Mereka enggak berani. Kayak kasus reklaramasi, di pengadilan ketahuan saya gubernur Podomoro atau tidak. Terus lawan yang saya tuduh reklamasi diam. Kemunafikan itu adalah ibu induk dari kejahatan. Rasis itu anak kesayangan induknya," Ahok memungkas.
Tim Hukum Calon Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, memutuskan tidak mengajukan praperadilan dalam kasus dugaan penistaan agama.
Koordinator Bidang Hukum Tim Pemenangan Ahok-Djarot, Sirra Prayuna, mengatakan dirinya baru saja mendapat kepastian terkait praperadilan, setelah berkomunikasi dengan Ahok.
"Sebagai warga negara yang taat hukum, beliau akan menjalani proses ini dengan baik. Terkait pandangan dan pertanyaan berbagai pihak, apakah tim hukum akan mengajukan praperadilan, saya sampaikan dengan tegas, kami tidak akan melakukan langkah hukum praperadilan," tegas Sirra di Rumah Lembang, Menteng.
Sirra menyatakan, keputusan tersebut diambil usai pertemuan dan kesepakatan antara Ahok dengan tim hukumnya.
Karena itu, Sirra mengimbau semua pihak menghormati putusan kepolisian dan tak lagi menghalangi Ahok, untuk berkampanye Pilkada DKI 2017.
"Enggak ada alasan lagi warga menuntut agar kasus atau tuduhan penistaan agama yang dilakukan oleh tersangka, tanda kutip, Pak Basuki Tjahaja Purnama. Kita semua sudah lihat hasil gelar perkaranya," tandas Sirra.
Setelah menggelar perkara kasus dugaan penistaan agama, Bareskrim Polri akhirnya menaikkan kasus tersebut dari tingkat penyelidikan ke penyidikan. Polri juga menetapkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka kasus ini, serta dicegah bepergian ke luar negeri.
Pesan Damai
Penetapan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama mendapat tanggapan dari sejumlah tokoh dan politikus di Tanah Air. Umumnya, mereka mengapresiasi langkah tegas Bareskrim Polri yang menjadikan Gubernur nonaktif DKI Jakarta itu sebagai tersangka dan meminta agar tidak ada demo 25 November.
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, misalnya, menilai sudah ada titik temu penanganan kasus dugaan penistaan agama yang melibatkan Ahok. Karena itu, publik harusnya bisa menerima dan bersikap tenang.
"Proses hukum sudah ada titik temu, jadi jangan ada anarkis," ucap Haedar di Yogyakarta.
Ia juga menegaskan, agama dalam konteks berbangsa dan bernegara di Indonesia memiliki peran penting dan strategis sehingga sama sekali tidak boleh muncul pandangan negatif seperti bangsa sekuler, baik yang dilakukan pemeluk agamanya maupun agama lain.
"Yang jelas, bangsa ini masih utuh. Ada sedikit gaduh karena perbedaan pandangan, tetapi siapa tahu setelah ini kita jadi dewasa," kata Haedar.
Sementara mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengimbau masyarakat agar menerima dan menghormati proses hukum di kepolisian yang sudah sangat transparan.
"Terbuka, sudah bagus. Artinya polisi sudah menggunakan aturan hukum, sudah terbuka, transparan, sudah menyampaikan kesimpulan hukum bahwa saudara Basuki Tjahaja Purnama menjadi tersangka," ujar Mahfud kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (16/11/2016).
"Menurut saya, semua pihak harus terima keputusan hukum pihak kepolisian," ujar mantan Guru Besar Hukum Tata Negara di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta itu.
Mahfud juga mengimbau semua pihak agar bersabar dan menunggu proses hukum kasus Ahok yang sudah berjalan di kepolisian. Jangan lagi ada demonstrasi susulan.
"Ini momentum bagi masyarakat untuk menghentikan langkah yang lebih panas kan kemarin? Sudah enggak bisa ngerem. Ini dengan keputusan polisi ada alasan untuk ngerem orang-orang yang emosi untuk demo lagi," ujar Mahfud.
Ketua MPR Zulkifli Hasan juga mengapresiasi langkah Polri yang telah bekerja profesional dalam kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan terhadap Ahok.
"Saya berharap kita tunggu proses hukum berikutnya. Mari kita jaga persatuan. Kita jaga keragaman. Kita ini adalah saudara," ucap Zulhas di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta.
Menurut dia, demo 4 November telah membuahkan hasil dengan penetapan Ahok sebagai tersangka. Oleh karena itu, dia meminta warga tenang sembari menunggu putusan pengadilan.
Ketua Umum PAN ini pun meminta agar tidak ada lagi aksi lanjutan. Demo 25 November pun, menurut dia, tidak perlu direalisasikan.
"Aksi 25 (November) saya kira kan (Ahok) sudah tersangka, untuk apa lagi? Kita tunggu saja proses hukum selanjutnya," tukas Zulhas.
Hal senada juga diungkapkan Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin yang menilai demo lanjutan yang rencananya dilakukan pada 25 November tak perlu dilakukan lagi.
"Ya sementara enggak usahlah, energi besar, energi umat khususnya, disimpanlah," kata Din di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (16/11/2016).