KPK Cecar Eks Wakil Ketua Komisi II DPR soal Dana Kasus E-KTP

Meski begitu, Taufiq enggan mengungkapkan pihak-pihak yang menerima duit haram proyek e-KTP.

oleh Oscar Ferri diperbarui 09 Des 2016, 07:24 WIB
Diterbitkan 09 Des 2016, 07:24 WIB
20160223-Gedung-KPK-HA
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6,com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi II DPR, Taufiq Effendi‎, kelar diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP tahun 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri.

Kelar diperiksa, Taufiq mengaku dicecar penyidik KPK soal dugaan aliran dana proyek tersebut ke sejumlah anggota dewan.

‎Meski begitu, Taufiq enggan mengungkapkan pihak-pihak yang menerima duit haram proyek e-KTP. Dia mengaku sudah menjelaskan semuanya ke penyidik KPK.

"Saya sudah sampaikan apa yang saya ketahui, apa yang saya alami dan saya lihat. Tanya ke penyidik saja," kata Taufiq di gedung KPK, Jakarta, Kamis 8 Desember 2016.

Dia juga enggan menjelaskan, soal nyanyian mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin, yang menuding adanya jatah fee dari proyek e-KTP kepada pemimpin Komisi II DPR.

‎"Saya pikir itu sudah masuk materi pemeriksaan. Dan sudah saya jelaskan semuanya. Jadi tanya ke sini (KPK) saja," ujar politikus Partai Demokrat tersebut.

KPK telah menetapkan dua tersangka pada kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2011-2012 di Kemendagri. Keduanya adalah bekas Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sugiharto.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek e-KTP tahun 2011-2012 ini pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp 5,9 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sampai Rp 2,3 triliun.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya