KPK Buka Peluang Kembali Usut Skandal Jual Beli Perkara di MA

Pada persidangan Andri Sutrisna, diputar rekaman dan transkrip obrolan WhatsApp yang menyebut nama-nama penting di lembaga peradilan.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 22 Des 2016, 12:02 WIB
Diterbitkan 22 Des 2016, 12:02 WIB
Ilustrasi Korupsi
Ilustrasi (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi memvonis mantan Kasubdit Kasasi Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna dengan hukuman penjara 9 tahun. Vonis itu diberikan terkait skandal jual beli perkara di Mahkamah Agung yang dibongkar KPK.

Pada persidangannya, jaksa penuntut umum membeberkan sejumlah rekaman pembicaraan dan transkrip obrolan WhatsApp yang menyebut nama-nama penting di lembaga peradilan Indonesia.

Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan, atas dasar fakta persidangan tersebut, tidak menutup kemungkinan penyidik melanjutkan penyidikan di KPK. Namun, hal ini akan diputuskan setelah mendapatkan rekomendasi dari JPU.

"Kalau ada pihak lain yang terlibat dan kita akan tunggu dulu rekomendasi dari jaksa penuntut umum. Karena yang paling tahu persis bagaimana proses sidang, bukti apa yang sejauh ini ada adalah penuntut umum. Tentu itu dulu yang akan dipertimbangkan," kata Febri di KPK, Jakarta, Rabu 21 Desember 2016.

Febri membeberkan, sebagai PNS dengan posisi Kasubdit Kasasi Perdata dengan golongan ruang IV B, Andri berpenghasilan dari gaji pokok maupun remunerasi berkisar Rp 18 jutaan. Lalu ada pendapatan dari usaha kurang lebih sebesar Rp 3 juta. Usaha yang dimaksud yaitu usaha istrinya di bidang jual beli seprei. Sehingga total penghasilan Andri adalah kurang lebih Rp 21 juta per bulan.

Meski sebulan mengantongi Rp 21 juta, Andri memiliki pengeluaran rutin Rp 30 juta. Ditambah dengan cicilan rumah mewahnya yaitu Rp 70 juta per bulan sehingga total pengeluaran Rp 100 juta per bulan.

Dengan demikian, terdapat ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran dari Andri. Maka, terhadap Andri pun tidak menutup kemungkinan bila nantinya diterapkan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepadanya.

"Untuk ketidakseimbangan kekayaan dengan penghasilan itu ada 2 kemungkinan. Tidak hanya untuk orang-orang tertentu tapi juga untuk semua pegawai negeri dan penyelenggara negara. Selain penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang, juga penerapan tentang pasal gratifikasi," beber Febri.

Dia mengatakan, soal perbedaan kekayaan dengan penghasilan, ada kemungkinan lain yang dapat menjerat Andri. Dia bisa juga terkena pasal penerimaan gratifikasi.

"Karena dua-duanya sama ada ketentuan tentang pembuktian terbalik atau orang hukum bilangnya pembalikan beban pembuktian. Karena di beberapa kasus kan sebenarnya sudah dipakai pasal 12B soal gratifikasi," tandas Febri.

Sebelumnya, Andri Tristianto Sutrisna divonis 9 tahun penjara. Vonis itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa KPK, 13 tahun penjara.

Pada pembacaan pertimbangan terhadap 2 pasal yang diberikan pada Andri dalam sidang vonis di PN Tipikor, Jalan Bungur Besar Raya, Jakpus, Kamis 25 Agustus 2016, majelis hakim berpendapat seluruh unsur dalam kedua pasal itu telah terpenuhi. Pasal tersebut adalah Pasal 12 huruf a dan b UU Tipikor.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya