Liputan6.com, Jakarta - Praktik-praktik intoleransi kian marak berkembang belakangan ini. Salah satu bentuknya adalah ujaran-ujaran kebencian di media sosial (medsos).
Praktik tersebut, menurut Kepala Staf Kepresidenan RI Teten Masduki dapat memecah belah bangsa dan kebinekaan Indonesia. Hal itu disampaikan dia, di Auditorium Museum Nasional Jakarta, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (9/2/2017).
"Menurut saya ini memang perlu ada pengaturan terutama di media sosial, terutama jangan sampai info-info fitnah, info-info palsu, menimbulkan ketegangan di masyarakat, perpecahan, dan sebagainya," ujar Teten.
Pengaturan info di media sosial, ia menambahkan, bukan berarti membatasi demokrasi dalam berpendapat dan menyebarluaskan informasi, melainkan demi menjaga kualitas dari demokrasi itu sendiri.
"Ini bukan hanya fenomena di Indonesia tapi di seluruh dunia dan pengaturan bagaimana media sosial itu jangan ditafsirkan sebagai kemunduran demokrasi. Justru kita ingin menjaga supaya demokrasi kita tetap berkualitas," tutur dia.
Teten mengatakan, salah satu hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah bekerja sama dengan perusahaan platform media sosial. Terutama untuk menarik info-info fitnah atau hoax agar tidak tersebar luas.
"Yang paling penting kita harus kerja sama dengan perusahaan platform agar tidak lagi perusahaan-perusahaan platform seperti Google, Twitter, Facebook, YouTube, misalnya, memberi iklan ke portal-portal yang menebar fitnah dan isu kebohongan. Mereka juga harus mau menarik info-info bohong atau fitnah. Kalau tidak, ya pemerintah harus mendenda. Tentu dendanya harus cukup besar supaya mereka disiplin," kata Teten.
Teten menambahkan, yang paling penting juga adalah literasi kepada anak-anak muda bagaimana menggunakan media sosial.
"Media sosial itu menurut saya penting. Tapi kalau isinya kebohongan, menjadi tidak berguna," pungkas Teten.