Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyayangkan sikap Kementerian Hukum dan HAM yang tidak berkoordinasi saat memberikan izin ke terpidana kasus korupsi Muhtar Ependi di rapat Pansus Hak Angket. Terlebih, Muhtar juga masih berstatus sebagai tersangka suap mantan Hakim MK Akil Mochtar.
Menteri Hukum HAM Yasonna Laoly meminta KPK tidak menyampuradukkan status Muhtar. "Itu soal lain. Tapi yang didalami yang inkrah," kata Yasonna di Kantor Kemenkumham, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (31/7/2017).
Menurut dia, hal yang ingin didalami Pansus Hak Angket KPK berkaitan dengan status Muhtar sebagai terpidana. Oleh karena itu, tidak ada yang salah dengan keputusan Kemenkumham mengizinkan Muhtar hadir ke rapat pansus.
Advertisement
"Kalau sudah pidana inkrah kita harus bedakan. Jangan dicampur aduk semua. Sudah bersifat ke Dirjen PAS. Karena sudah sesuai UU MD3, ya silakan saja," Yasonna menjelaskan.
Dia mengatakan Pansus Hak Angket KPK sudah melayangkan surat resmi guna memanggil terpidana Muhtar. Perizinan sudah diberikan sesuai dengan UU MD3.
"Kalau sudah memenuhi peraturan perundang-undangan, kita berikan. Urusan bagaimana angket, ya bagaimana itu terserah persepsi masyarakat," pungkas Yasonna.
Sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyayangkan kehadiran Muhtar di rapat pansus angket. Dia menyebut Kemenkumham tak berkoordinasi sebelum menghadirkan Muhtar di DPR.
"Kita berharap seharusnya ada koordinasi-koordinasi yang dilakukan, karena yang bersangkutan sedang juga menjadi tersangka dan kasusnya sedang ditangani KPK. Namun memang ketika ekseskusi telah dilakukan, ada domain Menkumham di sana," ujar Febri di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 27 Juli 2017.
Saksikan video berikut ini: