Menguak Sosok 2 Tokoh Terseret Sindikat Saracen

Sindikat Saracen memiliki struktur atau hierarki rapi. Bahkan disebutkan ada dua tokoh yang masuk dalam jaringan tersebut.

oleh Muhammad AliAndrie HariantoIka Defianti diperbarui 25 Agu 2017, 19:14 WIB
Diterbitkan 25 Agu 2017, 19:14 WIB
Tiga Tersangka Penyebar Ujaran Kebencian Lewat Internet Ditangkap
Tersangka kasus penyebaran ujaran bernada kebencian lewat internet digiring polisi usai rilis di Jakarta, Rabu (23/8). Tiga tersangka masuk dalam satu kelompok. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Mabes Polri mengungkap sindikat yang melakukan ujaran kebencian bernama Saracen. Saracen memiliki struktur atau hierarki rapi. Mulai dari ketua, sekretaris, bendahara, bidang informasi, IT, grup wilayah, dan sebagainya.

Motif sementara yang didapati polisi dari pengungkapan ini adalah ekonomi. Selain grup-grup di media sosial, sindikat Saracen juga mengelola media sosial. Mereka juga mengelola website yang mengambil keuntungan melalui iklan yang terpasang.

Atas kasus ini, polisi telah menetapkan tiga tersangka. Mereka masing-masing berinisial JAS (32), MFT (43), dan SRN (32). Kelompok ini bekerja secara sistematis dan terstruktur.

"Kelompok Saracen memiliki struktur sebagaimana layaknya organisasi pada umumnya dan telah melakukan aksi sejak November 2015," ujar Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Irwan Anwar di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (23/8/2017).

Dalam struktur Saracen yang beredar, ada sejumlah nama tokoh. Di antaranya adalah Eggi Sudjana dan Mayjen (Purn) Ampi Tanudjiwa. Lantas, bagaimana tanggapan mereka tatkala disebutkan memiliki keterkaitan dengan Sindikat Saracen? Berikut ulasannya:

1. Eggi Sudjana

Nafiysul Qodar/Liputan6.com
Eggi Sudjana ancam mundur pengacara First Travel

Eggi Suddjana terkejut saat mengetahui namanya masuk dalam sindikat Saracen. Dia merasa heran dengan hal tersebut.

"Sekarang saya sendirinya saja tidak tahu, tidak mendengar, tidak mengalami, tidak melihat. Bagaimana saya mau dipanggil? Jadi saksi, apa yang mau disaksikan?" respons Eggi saat dihubungi Liputan6.com, Kamis malam, 24 Agustus 2017.

"Justru hak hukum saya adalah saya orang yang difitnah di sini, orang yang dicemarkan namanya karena tidak ikut-ikutan, tidak tahu-menahu. Tapi kok ada nama saya di situ," ujar dia menambahkan.

Namun, Eggi meminta kepada Polri untuk tidak sembarangan melakukan pemanggilan terkait nama-nama di situs Saracen. Menurut dia, Polri seharusnya melakukan penyelidikan mendalam terlebih dahulu mengenai Saracen.

"Saya pasti menyanggupi datang. Polisi alat negara yang harus kita hormati karena itu tugasnya. Tapi kalau cara polisi enggak bener, saya enggak mau datang. Mau ngapain datang? Enak aja manggil-manggil orang, mau ngapain? Harus jelas dulu dong," dia menegaskan.

"Jangan orang itu disamakan dengan yang enggak ngerti hukum. Saya sangat mengerti hukum. Tahapan yang dimaksud penyelidikan, penyidikan," sambung dia.

Eggi merasa difitnah dan dikriminalisasi terkait pencantuman namanya di struktur organisasi Saracen. Oleh karena itu, dia mengatakan, punya hak untuk melaporkan hal tersebut ke kepolisian.

"Secara ilmu hukum, saya punya hak hukum sebenarnya. Di-cover dalam Pasal 310 dan 311 KUHP. Yang intinya, menjadikan saya dicemarkan namanya dan difitnah. Maka saya punya hak hukum untuk melapor," kata Eggi.

Namun, lagi-lagi Eggi merasa belum saatnya melaporkan hal itu. Karena menurut dia, hasil penyelidikan Polri hingga saat ini belum benar-benar jelas.

"Lagi-lagi, siapa yang mau saya laporin? Hasil penyelidikan polisinya belum jelas. Saya mau melaporin siapa? Saya menunggu tindakan profesional dan proporsional dari pihak kepolisian, menemukan ini jelas tindak pidananya, ini aktor intelektualnya, ini motivasinya, baru saya lapor," ucap Eggi.

"Kalau pitnah basa Sunda, saya suka karena saya orang Sunda. Pitnah, kejepit ngeunah, artinya kejepit enak. Tapi kalau fitnah ini lebih sadis dari pembunuhan, karena yang enggak terlibat sekalipun, keluarga saya, ini jadi kena semua," ujar Eggi sambil berkelakar.

2. Jenderal (Purn) Ampi Tanudjiwa

Tiga Tersangka Penyebar Ujaran Kebencian Lewat Internet Ditangkap
Kasubbagops Satgas Patroli Siber, AKBP Susatyo Purnomo (kiri) menunjukkan barang bukti kasus penyebaran ujaran bernada kebencian lewat internet saat rilis di Mabes Polri Jakarta, Rabu (23/8). Tiga tersangka ditangkap. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Jenderal (Purn) Ampi Tanudjiwa mengaku tak mengetahui sindikat Saracen yang melakukan ujaran kebencian melalui media sosial (medsos). Dalam situs yang dikelola sindikat tersebut, saracennews.com, namanya tercantum dalam struktur dewan penasihat.

"Enggak betul. Saracen saya enggak tahu. Orangnya pun saya enggak kenal. Yang saya kenal Eggi Sudjana saja," kata Jenderal (Purn) Ampi Tanudjiwa, saat dihubungi, Kamis (24/8/2017).

Dia mengaku hanya mengenal Eggi Sudjana yang merupakan tetangganya di Bogor, Jawa Barat. Dia juga menyatakan, mengetahui namanya tercantum di situs Saracen dari teman-temannya.

"Itu dia, teman-teman saya pada telepon saya bagian dari penebar fitnah. Saracen apa sih artinya? Tetangga saya Eggi Sudjana di belakang rumah, di Bogor," terang dia.

Bukan pertama kali nama purnawirawan jenderal bintang dua itu muncul ke permukaan. Saat peristiwa penangkapan sahabatnya sesama purnawirawan TNI AD, Mayjen (Pur) Kivlan Zein dan Brigjen (Pur) Adityawarman Thaha, Ampi juga muncul.

Saat itu, dia menulis surat terbuka kepada pengurus Pepabri dan Kapolri. Isinya, memprotes sikap polisi yang menangkap dua temannya atas tuduhan makar.

"Saya tidak terima, saya marah saat itu teman-teman saya dituduh makar. Kami ini penegak NKRI, masa disebut menghancurkan negara sendiri?" ujar Ampi.

Sepanjang wawancara, Ampi begitu berapi-api membicarakan soal waspada ekspansi militer China dan paham komunis.

 

Saksikan tayang video menarik berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya