Usman Hamid: Jokowi Pilih Rekonsiliasi untuk Kasus HAM Masa Lalu

Amnesty Internasional Indonesia melihat selama 3 tahun pemerintahan Jokowi penuntasan kasus HAM di masa lalu tidak berjalan baik.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 20 Okt 2017, 02:36 WIB
Diterbitkan 20 Okt 2017, 02:36 WIB
Rohingya Myanmar
Amnesty International saat merilis temuan-temuan pelanggaran HAM pada etnis Rohingya di Rakhine, Myanmar. (Liputan6.com/Putu Merta SP)

Liputan6.com, Jakarta - Amnesty Internasional Indonesia melihat selama tiga tahun pemerintahan Joko Widodo atau Jokowi dan Jusuf Kalla, penuntasan kasus Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu tidak berjalan baik. Pemerintah terlihat lebih memilih upaya rekonsiliasi daripada mengungkap kebenaran.

Direktur Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyampaikan, dalam Nawacita pemerintahan Jokowi-JK terdapat komitmen untuk menyelesaikan kasus tersebut secara berkeadilan. Awalnya semua penyelesaian dalam bentuk yudisial dan non-yudisial akan digunakan.

"Seiring waktu penyelesaian non-yudisial nampak menjadi prioritas dan semakin berjalan konsepnya semakin tidak jelas. Bahkan mengerucut menjadi sekadar lewat proses rekonsiliasi tanpa bahkan menyinggung upaya pengungkapan kebenaran," ujar Usman di Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (19/10/2017).

Pertama, lanjut Usman, adalah kasus pembunuhan massal 1965 yang banyak dikenal dengan G30SPKI. Pemerintah Jokowi-JK menggelar simposium nasional dengan mengundang dan memberi ruang bicara bagi kelompok yang berkepentingan, aparat keamanan, akademisi, hingga penyintas peristiwa 1965.

"Sayangnya pemerintahan Jokowi-JK tidak melanjutkan inisiatif ini setelah menerima banyak tekanan balik dari pihak berwenang di pemerintahannya maupun kelompok yang mengklaim anti-Komunis," jelas Usman.

 

 

Pembunuhan Munir

Kemudian soal kasus pembunuhan Munir. Presiden Jokowi semula menyatakan akan menuntaskan kasus tersebut. Namun pada pelaksanaannya, pemerintah terus menolak membuka Laporan Tim Pencari Fakta (TPF) Munir yang diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2015 lalu.

"Ketika Komisi Informasi Publik memutuskan bahwa laporan tersebut merupakan dokumen publik, Pemerintahan Jokowi-JK tetap menolak membuka lewat banding di PTUN dengan alasan tidak memiliki dokumen tersebut dari pemerintahan sebelumnya," beber Usman.

Tindak pelanggaran HAM juga terdeteksi di aparat TNI dan Polri khususnya kasus pembunuhan di luar hukum, penyiksaan, penggunaan kekuatan berlebih, hingga yang terkini adalah meningkat tajamnya angka kematian mereka yang diklaim bandar narkoba. Sudah ada 87 orang tewas dalam operasi anti-narkoba yang pada tahun sebelumnya hanya 18 orang.

"Kelompok HAM juga makin skeptis terhadap penuntasan kasus HAM dengan adanya pengangkatan Wiranto sebagai Menkopolhukam pada Juli 2016. Wiranto telah didakwa pada Februari 2003 atas kejahatan terhadap kemanusiaan oleh pengadilan di Dili, Timor Leste yang disponsori PBB," Usman menandaskan.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya