Kisah Miris Nenek Eneng yang Disorot Anies Saat Kampanye

Nenek Eneng hidup sebatang kara di daerah Kampung Beting, Koja, Jakarta Utara.

oleh Ika Defianti diperbarui 24 Okt 2017, 06:44 WIB
Diterbitkan 24 Okt 2017, 06:44 WIB
Mak Eneng
Mak Eneng saat ditemui di tempat tinggalnya di Koja, Jakarta Utara (Liputan6.com/ Ika Defianti)

Liputan6.com, Jakarta - Kehidupan Nenek Eneng atau biasa dipanggil Mak Eneng pernah diangkat oleh Anies Baswedan saat mengikuti debat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2017 pada waktu lalu. Anies menyebut terdapat warga Jakarta yang mengaku kelaparan saat dia melakukan kampanye di Kampung Beting, Koja, Jakarta Utara.

Saat menyambangi tempat tinggal Mak Eneng, Senin (23/10/2017), Liputan6.com harus melewati gang berukuran 75 sentimeter dengan panjang dua meter untuk menuju rumah yang berukuran 2X2 meter itu. Tak ada pintu layaknya hunian pada umumnya. Mirisnya, ia tinggal sebatang kara di tempat tersebut.

Aktivitasnya hanya dapat dilakukannya di atas rumah panggung dengan lantai triplek. Sebab, kedua matanya sudah tak berfungsi. Untuk meminta makanan dan minuman pun, dilakukannya dengan berteriak kepada tetangga.

"Lapar, tolong, tolong, lapar ini," teriak Rumianingsih, warga RT 003/RW 019, Kampung Beting, kepada warga lainnya.

Saat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mendatangi rumah Mak Eneng, Rumianingsih sempat menyaksikannya. Tak hanya mengobrol, kata dia, Anies juga memberikan bantuan yang dititipkan kepada Ketua RT.

Dia menjelaskan, dahulu Mak Eneng sempat bekerja sebagai tukang pijat. Namun setelah terjadi insiden kecelakaan beberapa tahun lalu, dia tidak dapat melihat dan tidak dapat melakukan aktivitas lainnya.

 

Terendam Banjir

Bahkan untuk buang air besar ataupun kecil, Mak Eneng melakukan di sekitar rumah panggungnya. Sehingga terdapat bau tak sedap kala siapapun datang ke tempat tinggalnya.

Lanjut dia, Mak Eneng pernah diungsikan di pos RW Kampung Beting kala musim banjir tiba. Sebab, wilayah itu sering terendam banjir kala musim hujan. Apalagi tempat tinggalnya merupakan kawasan bekas rawa-rawa yang membuat beberapa rumah dapat terperosok ke dalam. Seperti halnya rumah yang ditempati oleh Mak Eneng.

Namun usai itu, rumah Mak Eneng sempat diperbaiki Ketua RT setempat. Tempat tinggalnya direnovasi berbentuk panggung agar tiap banjir tiba, dia tak perlu mengungsi.

"Kalau banjir bisa sampe sebetis. Dulu diungsikan sebentar, di sana juga bekas buang air besar dan air kecil kita bersihkan bareng-bareng," papar dia.

Ketua RT 003/RW 019 Kampung Beting, Agus Zaenal menyatakan tak pernah meminta kepada warganya untuk bergantian membantu Mak Eneng.

Bantuan dari warga memang hanya berdasarkan panggilan hati dari tetangga sebelahnya saja.

"Enggak pernah koordinir, tapi sukarela dari tetangga dekat saja. Kalau ada pemeriksaan lansia, iya kita antar," kata Agus.

Untuk kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, kata Agus, Mak Eneng sempat memilikinya. Namun, dengan kondisi rumah yang hanya berbentuk bale-bale, kartu itu pun hilang.

"Sering hilang, makanya KTP dan KK kita yang simpan. Takut hilang," ujar Agus.

Hal itu juga diungkapkan oleh Mak Eneng saat ditanya soal administrasi kependudukannya. Dia menyadari keadaan tempat tinggalnya yang tidak memungkinkan memang menitipkan KTP dan KK ke Ketua RT.

"Punyalah KTP, dulu dianterin sama Bu RW ke kelurahan. Ini banyak lubang makanya dititipin," ucap Mak Eneng.

 

Sudah Lapor Dinsos

Ketua RW 019 Kampung Beting, Ricardo Hutahaean mengakui salah satu warganya sudah lama tinggal di rumah berukuran 2x2 meter. Beberapa kali pihaknya telah mencoba melaporkan kepada pihak Dinas Sosial DKI Jakarta untuk memproses kelangsungan hidup Mak Eneng.

Namun, kata Ricardo, belum terdapat tindak lanjut dari Dinsos. Bahkan, pengajuan sebagai Program Keluarga Harapan (PKH) dari Kementerian Sosial (Kemensos) juga belum terealisasi hingga saat ini.

Saat ditanyakan akan hal itu, kata dia, pihak kelurahan mengatakan sudah melakukan pengajuan itu. Tetapi, memang nama Mak Eneng tidak tercatat sebagai salah satu bagiannya.

Kartu Jakarta Sehat (KJS) sebagai salah satu program kesehatan dari Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta juga tidak menjangkau Mak Eneng.

"Kalau ditanyakan, mereka cuma bilang susah diajukan. Tapi saat datanya balik ke kelurahan, enggak ada nama Mak Eneng," kata Ricardo.

Soal tanggal lahir yang tercantum di Kartu Tanda Penduduk (KTP), kata dia, memang tidak sesuai dengan perawakan Mak Eneng yang sudah tampak tua dengan kerutan di tubuhnya.

Menurut Ricardo, usia Mak Eneng bekisar 80 tahun. Tetapi yang tercantum di KTP berkelahiran tahun 1961.

"Saat buat KTP, seomongannya dia. Tapi setahu saya umurnya berkisaran 80 tahun," jelas dia.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya