Kemendagri: 2 Nama Calon Penjabat Gubernur Baru Bersifat Usulan

Kementerian lain seperti Kemenko Polhukam dan Kemenkumham, juga turut andil menyumbang usulan nama.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 29 Jan 2018, 19:24 WIB
Diterbitkan 29 Jan 2018, 19:24 WIB
Kapolda, Pangdam Jaya dan Plt Gubernur Gelat Rapat Pilkada Putaran 2
Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri Sumarsono (tengah). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kementerian Dalam Negeri Sumarsono menegaskan, dua nama jenderal aktif Polri yang dikabarkan dicalonkan sebagai penjabat gubernur baru berupa usulan. Kewenangan penunjukan itu pun tidak seluruhnya berada di tangan Kemendagri.

"Sekali lagi, ini sifatnya usulan dan prosesnya dari tim hukum Kementerian Sekretaris Negara yang akan mengkaji lebih lanjut," terang pria yang karib disapa Soni itu dalam jumpa pers di kantornya, Senin (29/1/2018).

Dia meluruskan, usulan perwira tinggi Polri menjadi penjabat gubernur tidak hanya dari pihaknya. Kementerian lain seperti Kemenko Polhukam dan Kemenkumham, juga turut andil menyumbang usulan nama.

"Dari kementerian lain juga menyampaikan usulan nama-nama, akhirnya akan keluar Keputusan Presiden, jadi usulan boleh-boleh saja," beber dia.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya memiliki dasar kuat mengajukan jenderal polisi aktif sebagai penjabat gubernur. Hal itu dilakukan untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah saat proses pilkada berlangsung.

Tjahjo bersandar pada Pasal 201 Undang-Undang No 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Pasal 4 ayat 2 Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 tentang Cuti di Luar Tanggungan Negara.

"Ada UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Ada permendagri bahwa eselon 1 dan pejabat di bawah kementerian dan lembaga bisa diusulkan," ujar Tjahjo usai jadi pembicara di acara Rakor Baintelkam Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin.

Tidak Melanggar Aturan

Cek Kesiapan Pilkada Serentak 2018, Mendagri Sambangi Kantor Bawaslu
Mendagri Tjahjo Kumolo (tengah) bersama ketua Bawaslu, Abhan (kiri) saat menyambangi kantor Bawaslu di Jakarta, Selasa (9/1). Menurut Tjahjo, pihaknya dapat terlibat dalam pengawasan pelaksanaan Pilkada tersebut. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Tjahjo menyatakan, wacana jenderal polisi aktif sebagai penjabat gubernur juga tidak bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Menurutnya, UU Polri justru memungkinkan perwira tingginya menjadi penjabat gubernur.

Padahal, dalam Pasal 28 ayat 3 UU Polri disebutkan bahwa anggota Polri dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari kepolisian.

"Kalau mundur itu kalau dia mau maju pilkada, masuk anggota DPR, DPRD. Ini hanya penjabat," kata dia.

Sementara pada Pasal 109 ayat 2 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) disebutkan bahwa jabatan pimpinan tinggi dapat diisi oleh prajurit TNI dan anggota Polri setelah mengundurkan diri dari dinas aktif.

Akan tetapi, Tjahjo enggan berdebat soal hukum. Yang pasti, pihaknya telah memiliki dasar hukum yang kuat. Apalagi Tjahjo punya pengalaman melantik dua jenderal pada Pilkada 2016 lalu, yakni Irjen Carlo Brix Tewu sebagai Plt Gubernur Sulawesi Barat dan Mayjen Soedarmo sebagai Plt Gubernur Aceh.

"Sudahlah. Kalau bicara hukum macam-macam banyak. Kita hargai (perbedaan pandangan). Kita enggak bisa salahin. Pendapat hukum semuanya pro-kontra ada. Tapi saya menyampaikan pengalaman, sudah (ada contoh)," ucap Tjahjo.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya