Kisah Hacker Surabaya Pembobol Sistem 44 Negara, dari Hobi Berujung Bui

Ibarat sepandai-pandainya tupai melompat, sekali waktu akan jatuh juga. Perbuatan Nizar cs terendus aparat.

oleh Ady Anugrahadi diperbarui 16 Mar 2018, 10:54 WIB
Diterbitkan 16 Mar 2018, 10:54 WIB
Hacker
Ilustrasi Hacker (iStockPhoto)

Liputan6.com, Jakarta - Nizar Ananta (21) tidak pernah menyangka apa yang diperbuatnya sebagai peretas sistem atau hacker cukup berisiko. Bermula dari hobi dan penasaran, Nizar mencoba peruntungan bisnis jualan jasa keamanan. Namun, bukan untung yang didapat, tapi buntung.

Nizar tercatat sebagai salah seorang mahasiswa di Surabaya, Jawa Timur. Di usia yang terbilang muda, dia sudah memiliki perusahaan di bidang konsultan IT. Perusahaan tersebut rupanya dia dapat dari cara lancung. Bersama anggota kelompok peretas, Surabaya Black Hat (SBH), dia meretas berbagai situs yang ada didunia.

Nama Nizar dan kelompoknya kian melambung. Mereka berhasil meretas ratusan situs di dunia. Polisi mencatat mereka menjebol sistem di 44 negara. SBH akhirnya menjadi kelompok yang dicari-cari Federal Bureau of Investigation (FBI) dan Polri.

Ibarat sepandai-pandainya tupai melompat, sekali waktu akan jatuh juga. Perbuatan Nizar Cs terendus aparat. Mereka harus mempertanggungjawabkan kejahatannya di meja hijau. Nizar ditangkap Subdirektorat Cyber Crime Polda Metro Jaya bersama dua rekannya, Katon Primadi Sasmitha (21) dan Arnold Triwardhana Panggau (21) .

 

Tawarkan Jasa

Polisi Tangkap Tiga Hacker Mahasiswa
Tiga tersangka kasus ilegal akses terhadap sistem elektronik dihadirkan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/3). Polisi mengamankan barang bukti berupa 3 buah HP, 4 buah laptop. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Ditemui di Polda Metro Jaya, Nizar yang bertubuh hitam dan tinggi ini menceritakan awal ketertarikannya dengan dunia hacker.

Nizar menyebutkan minat terhadap dunia IT tumbuh kala sekolah menengah pertama (SMP). Awalnya, dia hanya gemar bermain game online Ragnarok. Hobinya itu memicunya mengetahui dunia hacking. Semakin menggeluti dunia hacking, pria ini semakin tertarik dan mulai belajar meretas situs yang dibuatnya sendiri.

"Sebagai awalan saya belajar meng-hack situs saya sendiri, dan ternyata berhasil," jelas pemuda ramah senyum ini.

Keberhasilannya meretas situs sendiri membuatnya mencoba situs-situs lain yang lebih sulit. Menurut dia, meretas dilakukan untuk mengetahui secara pasti sistem keamanan suatu situs dan bagaimana cara memperbaikinya.

"Tertariknya dari rasa penasaran terhadap teknologi keamanan sistem yang setiap saat semakin canggih. Meretas dilakukan untuk mempelajari keamanan sekaligus cara perbaikannya seperti apa. Semakin sulit keamanannya semakin bagus," ucap dia.

Meski meretas berbagai situs, Nizar mengklaim mereka adalah golongan white hat, karena tidak merusak situs yang diretas. Namun sayangnya, mereka tidak memiliki CEH (Certified Ethical Hacker). Karena itu, apa yang dilakukan Nizar dan kelompoknya dikategorikan ilegal.

"Sertifikat tersebut tidak murah untuk mendapatkannya," ujar dia.

 

Retas Ratusan Situs

Polisi Tangkap Tiga Hacker Mahasiswa
Polisi menghadirkan tersangka kasus ilegal akses terhadap sistem elektronik dihadirkan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (13/3). Polisi juga mengamankan 3 buah buku tabungan, 3 buah kartu ATM, dan perangkat internet. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Nizar menjelaskan caranya mendapatkan uang dari sistem keamanan yang mereka retas, yakni dengan menawarkan sistem keamanan yang lebih baik kepada pemilik situs.

"Kita misalnya menemukan celah di sebuah website. Pemilik website akan bertanya celahnya di mana. Saya tawarkan. Mau pakai jasaku, enggak. Kalau mau pakai jasa saya, nanti diperbaiki celah keamanan," ucap dia.

Untuk biaya peningkatan keamanan situs, Nizar menawarkan harga 150 dolar hingga 600 dolar.

"Saya sendiri 150 dolar sampai 600 dolar. Kenyataan ada yang kasih lebih, bahkan bisa sampai 800 dolar," ungkap dia.

Upaya meretas berbagai situs ini, menurut Nizar, tidak selalu berhasil, Namun, hingga kini dia sudah meretas ratusan situs.

"Biasanya butuh waktu tiga hari untuk meretas. Enggak selalu berhasil juga," jelas dia.

Nizar mengungkapkan, sebenarnya dia telah keluar dari kelompok peretas SBA sejak pertengahan 2017, kemudian memulai perusahaannya sejak awal 2018 ini. Namun, karena telah diburu sejak lama, akhirnya Nizar dan ketiga rekannya yang lain ditangkap beberapa waktu lalu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya