NU dan Muhammadiyah: Negara Perlu Kepemimpinan yang Memiliki Sensitivitas

Hajriyanto menginginkan negara ini tetap berad di tengah-tengah. Tidak terlalu agamis ataupun sekuler.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Apr 2018, 00:25 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2018, 00:25 WIB
Hajriyanto
Sejumlah tokoh Muhammadiyah dan NU hadir dalam acara di Jakarta Barat. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

Liputan6.com, Jakarta - Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah menekankan agar presiden memiliki sensitifitas dalam memimpin negara. Hal tersebut demi terjaganya stabilitas keamanan nasional.

“Memang sebuah negara memerlukan kepemimpinan yang memiliki sensitifitas,” ujar Ketua PP Muhammadiyah Hajriyanto Thohari di Pondok Pesantren Ekonomi Darul Ukhwah, Jakarta Barat, Jumat (6/4/2018).

Hajriyanto tak berharap Indonesia memiliki ideologi agama atau bahkan sekuler. Sebab, kedua ideologi tersebut bisa membuat keseimbangan keamanan negara goyang.

“Sekali negara ini terlau agamis, maka akan menjadi pembicaraan di warung-warung kopi. Tapi kalau negara ini terlalu sekuler akan heboh,” kata dia.

Hajriyanto menginginkan negara ini tetap berad di tengah-tengah. Tidak terlalu agamis ataupun sekuler.

“Saya membacanya, kalau negara ini heboh, ya karena sedang tidak di tengah-tengah lagi. Agama di Indonesia itu banyak. Kalau terlalu agama akan condong ke aliran agama yang mana?,” papar dia.

Pernyataan Hajriyanto ini disambut baik oleh Katib Syuriah PBNU Mujib Qulyubi. Menurut dia negara ini dilahirkan oleh pendiri bangsa dengan ideologi Pancasila.

Menurut Mujib, pemimpin negara harus paham jika ideologi negara sedang tidak berada di tengah-tengah.

“Orang bisa di tengah-tengah itu kan harus sensitif dengan apa yang terjadi di kanan dan kiri. Memang ajaran Nabi Muhammad itu harus sensitif, ada di tengah-tengah,” kata dia.

Menurut Mujib, akar masalah yang ada di Indonesia bukanlah ideologi. Melainkan keadaan ekonomi dan sosial yang tak seimbang.

“Agama tidak menyuruh perang atau membunuh. Maka NU dan Muhammadiyah meminta kepada pemerintah untuk memerangi kemiskinan dan kesenjangan sosial,” kata Mujib.

 

Akar Masalah di Indonesia

Muhammadiyah dan NU
Sejumlah tokoh Muhammadiyah dan NU hadir dalam acara di Jakarta Barat. (Liputan6.com/Fachrur Rozie)

 

Ketua PBNU Marsudi Syuhud juga ikut menekankan sensitifitas yang harus dimiliki oleh pemimpin negara. Menurut dia, negara ini dibangun berdasarkan kesepakatan.

“Negara kita ini kan negara kesepakatan. Kok ada ormas yang baru datang mau mengganti kesepakatan tanpa sepakat. Ya maka dibubarkan,” kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya