Liputan6.com, Jakarta - Pertemuan antara Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj dan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menarik perhatian publik. Pertemuan itu dinilai penting sebagai upaya penyelamatan bangsa dari ancaman perpecahan.
Sebagai organisasi Islam terbesar, NU dan Muhammadiyah menjadi benteng kebangsaan, sekaligus kekuatan civil society. Organisasi itu memiliki modal sosial besar bagi pembangunan ekonomi rakyat dan agenda mengurangi kesenjangan.
Baca Juga
"Optimisme umat Muslim dan rakyat Indonesia perlu terus dibangkitkan. Para tokoh seharusnya tidak justru menyebarkan putus asa sosial yang akan memberi angin pada potensi konflik dan perpecahan," kata Direktur Said Aqil Siroj Institute (SAS Institute) M Imdadun Rahmat dalam keterangannya, Jakarta, Senin (26/8/2018).
Advertisement
Dia memaparkan pertemuan antartokoh semacam ini perlu terus dilakukan. Konsolidasi kebangsaan semakin penting mengingat rasa dan komitmen kebangsaan menurun.
"Kalau kondisi ini dikipas dengan pernyataan tokoh penting bahwa Indonesia akan bubar 2030, agenda Khilafah bisa makin kuat. Ini berbahaya," tambah Imdadun.
Menurut mantan ketua Komnas HAM ini, silaturrahmi antara NU dan Muhammadiyah seyogyanya ditindaklanjuti dengan melibatkan seluruh ormas Islam lain. Tak kalah penting melibatkan ormas agama lain.
Saksikan video menarik berikut ini:
Pentingnya Keseimbangan
Imdadun menilai, penegasan pentingnya keseimbangan antara komitmen pada agama dan bangsa perlu terus digemakan. Sebab banyak pihak yang mempertentangkan antara perjuangan agama dengan bangsa.
"Sebagaimana dalam pidato Kiai Said, bahwa perjuangan Islam memerlukan teritori yang aman dan damai. Maka tanah air harus diperjuangkan lebih dulu. Baru setelahnya kita bisa berjuang demi agama. Tanah air Indonesia adalah warisan para Ulama dalam perjuangan kemerdekaan" papar Imdadun.
Advertisement