4 Negara Berkonflik yang Berhasil Didamaikan Indonesia

Indonesia saat ini, menawarkan tempat untuk pertemuan antara Korea Utara dan Amerika Serikat.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Mei 2018, 07:55 WIB
Diterbitkan 07 Mei 2018, 07:55 WIB
[Bintang] Bendera Indonesia
Bendera Indonesia (via jadiberita.com)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia ikut berperan aktif dalam perdamaian negara-negara yang mengalami konflik. Salah satunya merencanakan perdamaian antara Palestina dan Israel.

Wakil Menlu A.M Fachir sempat berkunjung ke Paris pada 14 dan 15 Januari 2017, dalam rangka merundingkan solusi terkait konflik Palestina-Israel.

Sekarang, Indonesia menawarkan tempat untuk pertemuan antara Korea Utara dan Amerika Serikat. Tak sampai disitu, masih banyak peran Indonesia untuk berupaya menciptakan perdamaian negara-negara konflik.

Seperti dikutip dari berbagai sumber, berikut beberapa negara yang berutang budi pada Indonesia karena berhasil berdamai:

 

 

 

1. Thailand Berdamai saat Era Soeharto

Kisah Cinta Para Presiden RI - Soeharto
Kisah Cinta Soeharto. (Foto: wikipedia)

Perdamaian Thailand berawal pada awal periode 1980-an, saat Presiden Filipina Ferdinand Marcos berusaha mencari dukungan dari negara-negara Timur Tengah dan Indonesia untuk menyelesaikan konflik dengan Bangsa Moro di Mindanau. Saat itu Moro ingin merdeka dan memisahkan diri dari Filipina.

Marcos bertemu dengan Soeharto di Jakarta, meminta penyelesaian soal Moro agar tetap menjadi bagian Filipina. Soeharto menerima permintaan Marcos. Indonesia setuju untuk mendamaikan konflik dengan syarat Bangsa Moro tetap menjadi bagian dari Filipina.

Langkah perdamaian ini diteruskan oleh pengganti Marcos, Presiden Corazon Aquino. Tahun 1989, disepakati otonomi daerah istimewa untuk kawasan Muslim Mindanau. Namun hal itu tak lantas membuat konflik selesai.

23 September 1993, Presiden Fidel Ramos mengunjungi Presiden Soeharto di Jakarta. Kembali meminta bantuan untuk menyelesaikan konflik di Mindanau.

Indonesia kemudian membawa masalah Mindanau ke Forum Menteri Luar Negeri Negara Muslim. Dibentuk Komite Enam, dengan Indonesia sebagai ketuanya.

"Indonesia dipilih karena menjadi negara Muslim terbesar, punya kepemimpinan yang kuat di kawasan ASEAN dan punya pengalaman menengahi konflik di Kamboja." Demikian ditulis Anak Agung Banyu Perwita dalam buku Indonesia And The Muslim World.

Tak mudah menyelesaikan konflik pemerintah Filipina dengan Bangsa Moro. Indonesia selalu terlibat sebagai fasilitaror. Akhirnya perjanjian damai bisa diteken antara kedua pihak tahun 1996.

 

2. Konflik Perbatasan Thailand dan Kamboja

Menlu Marty Natalegawa Jadi Anak Emas DPR
Paparan ini disampaikan oleh pemimpin rapat, Tantowi Yahya. Di paparan itu, Tantowi yang mewakili komisi satu menggaris bawahi sejumlah pencapaian yang berhasil direngkuh kemlu, Jakarta, Rabu (17/9/2014) (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Indonesia sebagai ketua ASEAN menggelar Informal ASEAN Foreign Minister's Meeting (pertemuan informal para Menlu ASEAN) dengan agenda tunggal pembahasan penyelesaian konflik Thailand dan Kamboja. Konflik kedua negara terjadi di satu kuil kuno di perbatasan kedua negara yang disengketakan.

Dalam pertemuan itu membahas perdamaian Thailand dan Kamboja. Indonesia sebagai mediator tercapai ketika Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa mampu mendamaikan kedua negara di PBB pada 14 Februari 2011.

Marty melakukan "shuttle diplomacy" menemui Menlu Kamboja Hor Nam Hong di Phnom Penh dan Menlu Thailand Kasit Piromya di Bangkok untuk mendapatkan informasi dari pihak pertama. Bersama-sama dengan Menlu Thailand dan Kamboja, Menlu Marty pun ke New York untuk memberikan pertimbangan dan masukan mengenai peran ASEAN dalam menyelesaikan konflik internal di kawasan. Langkah ini terbukti efektif dengan stabilnya kembali wilayah konflik di perbatasan Thailand dan Kamboja.

Menanggapi langkahnya, Menlu Marty mengatakan "sejak awal ia menghindari adanya kevakuman pada tingkat kawasan yang memerlukan intervensi secara langsung oleh DK PBB. Kini, sebaliknya, keterlibatan DK PBB adalah dalam rangka mendukung upaya Indonesia selaku Ketua ASEAN."

 

3. Konflik Kamboja dan Vietnam

20161204-Merah Putih Raksasa di Aksi Kita Indonesia-Jakarta
Seorang peserta 'Aksi Kita Indonesia' ikut membentangkan Bendera Merah Putih raksasa di Bundaran HI, Jakarta, Minggu (4/12). Aksi Kita Indonesia adalah acara perayaan kegembiraan atas keberagaman dan kebangsaan Indonesia. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Pada tahun 1988 sampai 1989, Indonesia pernah menjadi tuan rumah Jakarta Informal Meeting (JIM) untuk menyelesaikan konflik antara Kamboja dan Vietnam.

Pada saat itu Indonesia berhasil memfasilitasi dan memediasi kedua negara yang sedang bermusuhan untuk bisa duduk bersama-sama mendiskusikan dan menyelesaikan konflik diantara mereka.

Hasilnya, Vietnam menarik pasukannya dari Kamboja dan situasi damai di Kamboja tercipta.

 

4. Konflik Etnis Rohingya dengan Myanmar

Menlu Retno Langsung Temui Aung San Suu Kyi
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi menemui Menlu Myanmar, Aung San Suu Kyi di ibu kota Naypyidaw, Senin (4/9). Kedatangan Menlu Retno itu membawa misi dari Presiden Jokowi guna membicarakan krisis kemanusiaan Rohingya. (Myanmar Foreign Ministry via AP)

Konflik yang masih terjadi hingga menjadi perbincangan luar negeri adalah konflik etnis Rohingya dengan Myanmar. Banyak yang beranggapan bahwa pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi tak banyak berperan dalam menyelesaikan konflik tersebut.

Indonesia turut membantu menyelesaikan masalah ini. Sudah beberapa kali Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengunjungi Myanmar dan Bangladesh untuk membicarakan perdamaian Myanmar dengan Rohingya.

Pada 4 September 2017, Menteri Retno mendesak pemerintah dan otoritas keamanan Myanmar untuk membuka akses masuk bagi pemberian bantuan kemanusiaan untuk mengatasi krisis yang terjadi di Rakhine State. Salah satu pejabat yang ditemui Menteri Retno adalah Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Jenderal Senior U Min Aung Hlaing. Menlu menyampaikan bahwa penurunan ketegangan di Rakhine State harus menjadi prioritas pemerintah Myanmar.

Menteri Retno juga bertemu dengan Suu Kyi di Myanmar pada 5 September 2017 untuk membawa amanah dari masyarakat Indonesia dan dunia internasional terkait krisis kemanusiaan yang dialami muslim Rohingya yang mendapat penyiksaan militer Myanmar.

Menlu Retno menyampaikan usulan Indonesia yang disebut Formula 4+1 untuk mengatasi krisis kemanusiaan di Myanmar. Pertama, mengembalikan stabilitas dan keamanan. Kedua, agar militer Myanmar menahan diri dan tidak menggunakan kekerasan.

Ketiga, mendorong pemerintah Myanmar memberikan perlindungan kepada semua orang yang berada di Rakhine State tanpa memandang suku dan agama. Keempat, membuka akses untuk bantuan keamanan.

"Elemen utama yang harus segera dilakukan agar krisis kemanusian dan keamanan tidak semakin memburuk," jelas Retno.

 

Reporter : Fellyanda Suci Agiesta

Sumber : Merdeka.com

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya