HEADLINE: Kemenkumham dan Pemkot Tangerang Berdamai, Siapa Mengalah?

Panasnya hubungan Kemenkumham dan Pemkot Tangerang selama 10 hari terakhir didinginkan jabat tangan serta pelukan.

oleh RinaldoPramita TristiawatiPutu Merta Surya PutraNanda Perdana PutraAchmad SudarnoRatu Annisaa Suryasumirat diperbarui 19 Jul 2019, 00:09 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2019, 00:09 WIB
Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah dan Sekjen Kemenkumham Bambang Sariwanto bersalaman dalam rapat yang difasilitasi Kemendagri, Kamis (18/7/2019) (foto: dokumentasi Humas Kemendagri).
Wali Kota Tangerang Arief Wismansyah dan Sekjen Kemenkumham Bambang Sariwanto bersalaman dalam rapat yang difasilitasi Kemendagri, Kamis (18/7/2019) (foto: dokumentasi Humas Kemendagri).

Liputan6.com, Jakarta - Silang sengkarut antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Pemerintah Kota Tangerang berakhir sudah. Hubungan yang memanas serta komunikasi yang buruk melalui saling sindir selama 10 hari terakhir pupus melalui jabat tangan dan pelukan.

Kamis petang, 18 Juli 2019, bertempat di Kantor Kementerian Dalam Negeri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah menjabat erat serta memeluk Sekretaris Jenderal Kemenkumham Bambang Sariwanto untuk menghapus semua perseteruan di antara mereka.

"Mudah-mudahan ini jalan terbaik bagi Kota Tangerang dan program-program dari Kemenkumham. Namanya manusia tempatnya salah dan tadi saya mendapatkan banyak masukan. Saya juga menyampaikan rasa hormat ke Pak Menteri Kumham," ujar Arief usai pertemuan di Kemendagri, Kamis (18/7/2019).

Dia mengatakan, ke depan Pemkot Tangerang akan mengikuti arahan dari Kemendagri serta mendukung program-program pemerintah pusat di Kota Tangerang. Dia juga memastikan, Pemkot Tangerang akan mencabut laporan kepolisian terhadap Kemenkumham serta menerbitkan IMB di lahan Kemenkumham. Demikian pula dengan pelayanan publik yang sebelumnya dihentikan.

"Untuk pelayanan publik, sebetulnya tidak ada masalah. Yang sampah itu kan enggak bayar retribusi, jadi kita setop. Kalau yang penerangan jalan umum sudah kita nyalakan. Kita mendapatkan arahan dari Pak Mendagri untuk dinyalakan dan sudah kita nyalakan. Dan Alhamdulillah, dengan pertemuan ini akan lebih baik lagi. Insyaallah," harap Arief.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kemendagri Hadi Prabowo mengatakan, hasil kesepakatan antara Kemenkumham dan Pemkot Tangerang antara lain akan menarik seluruh pengaduan dan pelayanan publik dipulihkan. Terkait hal-hal normatif dalam perizinan lahan dan tata ruang akan diselesaikan sebaik-baiknya.

"Kalau kita lihat dasar tata ruang Perda Nomor 6 Tahun 2012, itu yang diperuntukkan perdagangan dan jasa, memang tidak ada pelanggaran. Namun, juga ada kisi-kisi yang perlu diperhatikan serta menjadi acuan Pak Wali bahwa perizinan itu harus menunggu revisinya selesai. Namun, secara hukum perizinan itu tak perlu menunggu, karena prosesnya panjang," jelas Hadi.

 

Infografis Akhir Perseteruan Menkumham dengan Wali Kota Tangerang. (Liputan6.com/Triyasni)

Karena itu, lanjut dia, sudah ada kesepakatan yang dibangun Kemenkumham dan Pemkot Tangerang, termasuk soal status lahan dari Kemenkumham yang belum diserahkan ke Pemkot Tangerang sesuai ketentuan yang berlaku.

"Sehingga kami akan memfasilitasi dengan mengundang Kementerian PU terkait teknis bangunan dan Kementerian Keuangan agar fasos dan fasum diserahkan ke Pak Wali karena itu milik negara," tegas Hadi.

Arief dan Bambang Sariwanto memang diundang khusus oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo untuk menuntaskan perseteruan kedua pihak terkait pembangunan di lahan milik Kemenkumham di Kota Tangerang. Bahkan, Pemkot Tangerang dan Kemenkumham sama-sama melaporkan pihak lainnya ke polisi.

Kedua pihak merasa sama-sama benar dan tak mau mengalah. Hal itu pun masih terlihat sesaat sebelum musyawarah digelar di Kemendagri. Arief yang ditemui di Tangerang sebelum berangkat ke Jakarta, dengan tegas mengatakan tak gentar dengan sanksi yang kemungkinan dia terima terkait kasus ini.

"Kalau tanggung jawab saya sebagai pejabat, saya siap lah. Bahkan kemarin ada pengamat yang mengatakan saya bisa diberhentikan ya saya siap. Saya enggak pernah ngejar jabatan menjadi Wali Kota," tegas Arief saat ditemui di depan Gedung MUI Kota Tangerang, Kamis siang.

Menurutnya, jabatan sebagai wali kota adalah amanah. Dia kembali terpilih di periode kedua ini pun berkat kepercayaan dan harapan dari warganya, bila dikemudian hari harus dicopot dia mengaku ikhlas.

"Ya balik lagi jadi warga Kota Tangerang, yang ikut memajukan kota," ujar Arief.

Pada saat bersamaan, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang tengah berada di Bogor, Jawa Barat, bersuara tak kalah keras. Dia mengaku selama menjabat sebagai menteri baru pertama kali terlibat perseteruan dengan kepala daerah.

"Kami belum pernah menerima persoalan-persoalan seperti ini sebelumnya. Kita ini Kementerian Hukum dan HAM, kita selalu taat asas. Jadi jangan mentang-mentang dan jangan menyetop pelayanan publik," kata Yasona usai peletakan batu pertama pembangunan Kantor Imigrasi Kelas 1 Bogor, Kamis siang.

Kini, kedua pihak sudah menarik diri dari perseteruan serta siap berdialog agar kasus serupa tak lagi muncul. Namun, sejumlah dampak dari 'adu kuat' Kemenkumham dan Pemkot Tangerang ini sudah telanjur dirasakan.

 

Listrik Padam, Sampah Menumpuk

Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah.
Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah. (Liputan6.com/ Pramita Tristiawati)

Langkah Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah untuk menghentikan layanan pemerintah daerah setempat di kompleks Kementerian Hukum dan HAM di Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang, Banten berdampak nyata. Terhitung sejak Senin 15 Juli 2019, sejumlah pemandangan yang aneh mulai terlihat.

Salah satunya di Lapas Pemuda Tangerang, yang bagian depan gedungnya gelap gulita ketika malam menjelang. Sebab, lampu di depan bangunan lapas atau di jalanan depan lapas sudah mati saat malam menjelang.

Selain itu, sampah di dalam lapas yang biasanya diangkut setiap pukul 6.30 WIB atau 07.00 WIB, sejak Senin lalu sudah tidak ada pengangkutan.

Kondisi serupa tak hanya terjadi di Lapas Pemuda Tangerang, namun juga di sejumlah gedung lainnya di Kota Tangerang yang berada di bawah naungan Kemenkumham. Seperti di Kantor Imigrasi Klas I dan Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) di Jalan Taman Makam Pahlawan Taruna, Tangerang.

"Kami menyayangkan belum terbangunnya sebuah komunikasi yang baik, kemudian timbul kebijakan sepihak. Misalnya memutus aliran listrik, memutus aliran air, ini kan tidak mengganggu Kumham, tapi mengganggu masyarakat yang ada di lingkup Kumham itu atau yang berada di aset-aset sebuah kementerian," ungkap Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo kepada Liputan6.com di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (18/7/2019) pagi.

Menurut dia, hampir semua kementerian pasti punya lahan di semua kota. Hanya saja, khusus untuk kasus yang melibatkan Kemenkumham dan Pemkot Tangerang karena kurangnya komunikasi dan koordinasi.

"Kalau sampai kemenkumham punya aset di sebuah daerah dan ingin memanfaatkan aset itu, kan wajar saja. Kalau memang tidak sesuai dengan peruntukannya di wilayah itu, saya kira pasti ada komunikasi, pasti ada koordinasi," ujar Tjahjo.

Hal senada disampaikan pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah. Menurut dia, yang paling dirugikan akibat masalah ini bukan para pejabatnya, melainkan masyarakat.

"Dampaknya memang banyak, dan masyarakat yang paling dirugikan," ujar Trubus Rahardiansyah kepada Liputan6.com, Kamis (18/7/2019).

Dia mengatakan, kalau perseteruan keduanya terus berlangsung, bisa memunculkan orang-orang yang akan memanfaatkan kondisi seperti ini. Misalnya para penumpang gelap yang mengaku bisa membantu warga untuk mengurus berbagai hal, seperti tanah, fasilitas umum hingga fasilitas sosial.

"Misalkan tentang pelayanan, nanti akan muncul calo-calo. Calo ini mau mengurus apa pun, misalnya sertifikat tanah, nanti ada calonya. Terus listrik dari PLN dimatikan, nanti muncul lagi calonya," ujar Trubus.

Dia mengatakan, apa pun masalah yang ada harusnya bisa dibicarakan antara kedua belah. Apalagi itu menyangkut aturan rencana tata ruang yang sebenarnya sudah jelas namun dilanggar atau ketentuan izin mendirikan bangunan (IMB).

Misalnya, tentang kewajiban pemilik lahan untuk menyerahkan 40 persen lahan ke Pemkot untuk digunakan bagi kepentingan warga, misalkan untuk taman, resapan air atau lapangan. Hal ini pula yang menjadi perseteruan antara Kemenkumham dan Pemkot Tangerang.

"Jumlah yang diberikan (Kemenkumham) ke Pemkot Tangerang ini memang sangat sedikit, sangat kecil. Harusnya itu kan 40 persen untuk fasilitas umum (fasum) dan fasilitas sosial (fasos), tapi ternyata hanya sekitar 12 persen. Kecil sekali," ujar Trubus.

Selain itu, lanjut dia, berdirinya bangunan milik Kemenkumham tanpa IMB di lahan mereka yang ada di Kota Tangerang sudah merupakan sebuah pelanggaran serta menantang otoritas yang dimiliki wali kota setempat.

"Mereka dengan kewenangan masing-masing menggunakan otoritasnya untuk menghentikan atau mempersulit satu sama lain, yang jadi korban sekarang adalah masyarakat," tegas Trubus.

Kemudian, soal sanksi yang bisa dijatuhkan, baik kepada Menkumham atau Wali Kota, menurut dia bukan hal yang mudah. Menkumham adalah pembantu presiden yang memiliki jangkauan kewenangan luas. Di sisi lain, di era otonomi daerah seperti sekarang, seorang wali kota memiliki kewenangan dan kebebasan untuk mengatur daerahnya, apalagi dia dipilih langsung.

"Karena itu, menurut saya Kemenkumham jangan keliatan arogan gitu, paling tidak harus merangkul lah, dialog gitu. Tidak serta merta malah menyindir pada saat itu. Ini kan memicu ketersinggungan emosional. Menurut saya penyelesaian masalah dengan emosi itu tidak baik," jelas Trubus.

Di sisi lain, lanjut dia, Wali Kota Tangerang harusnya juga menghormati etika pemerintahan. Wali kota harus menghormati perpanjangan tangan dari pemerintah pusat, seperti menteri. Karena itu, upaya perdamaian dan mediasi harus diutamakan ketimbang jalur peradilan.

"Kalau menurut saya, harusnya dibentuk tim. Jadi, Menteri (Hukum dan HAM)itu sama Gubernur (Banten) berkoordinasi membentuk tim, sama Wali Kota (Tangerang) juga, untuk menyelesaikan. Laporan ke polisi itu dicabut saja," pungkas Trubus.

Adu Kuat 2 Pejabat

Yusron/Liputan6.com
Menkumham Yasonna H Laoly di Tangerang.

Perseteruan antara Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly dengan Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah tak akan diketahui publik seandainya sang menteri tidak menyebut-nyebut jabatan Arief, Selasa 9 Juli pekan lalu.

Hari itu, Yasonna tengah meresmikan Gedung Kampus Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Hukum dan HAM (Politeknik SDM dan HAM) di Kompleks Kemenkumham, Kota Tangerang, Banten. Dalam sambutannya, Yasonna menyentil sikap Wali Kota Arief yang dinilainya tidak bersahabat.

"Pak Sekjen, Kepala BPSDM Hukum dan HAM supaya juga mengurus izin-izin yang berkaitan dengan ini, karena Pak Wali Kota agak kurang ramah dengan Kementerian Hukum dan HAM. Pak Kapolres ini mau dibikin tata ruangnya menjadi persawahan katanya, aneh banget kalau sampai ini dibuat tata ruangnya menjadi persawahan, itu namanya cari gara-gara itu," papar Yasonna.

Ternyata, kekesalan Yasonna merujuk pada pembangunan Perguruan Tinggi Politeknik Ilmu Pemasyarakatan (Poltekip) dan Politeknik Imigrasi (Poltekim) di Kota Tangerang. Meski lahan itu milik Kemenkumham, proses pembangunannya sempat terhambat karena tak ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemkot Tangerang. Yasonna pun menuding Arief sengaja menghambat.

Tak senang dengan pernyataan politikus PDIP itu, Arief mengirim surat keberatan kepada Yasonna bernomor 593/2341-Bag.Hukum/2019 bertanggal 10 Juli 2019. Dia mengklaim sang menteri tidak menerima informasi menyeluruh yang menyebutkan bahwa lahan milik Kemenkumham di Kota Tangerang akan dijadikan lahan pertanian.

"Pemkot Tangerang mengacu pada Perda RT/RW Provinsi Banten. Di Kota Tangerang ini sudah tidak ada lagi lahan pertanian dan sejak 2017 perda tata ruang ini sedang menunggu pengesahan dari Gubernur Banten, yang isinya adalah tidak ada lagi lahan pertanian di Kota Tangerang," papar Arief.

Menurut dia, lahan seluas lebih dari 20 hektare itu seharusnya jadi area pertanian. Sebab di Kota Tangerang sudah tak ada lagi lahan terbuka dan seharusnya di area Kemenkumham tersebut adalah lahan hijau.

Arief mengatakan, yang menetapkan lahan tersebut sebagai lahan pertanian adalah kementerian dan Pemprov Banten. Dia menegaskan Pemkot Tangerang tak pernah mengusulkannya.

Namun, lanjut Arief, pada sekitar awal 2018, Pemkot Tangerang menerima surat pemberitahuan bahwa dari hasil foto udara, di wilayah Kota Tangerang masih terdapat lahan pertanian.

"Jadi lahan pertanian itu ditetapkan oleh Kementerian Pertanian, lalu kami keberatan. Keberatan karena tata ruangnya sudah mengacu pada Perda RT/RW Provinsi Banten," jelas Arief.

Dia memaparkan, Kemenkumham memiliki total aset di Kota Tangerang seluas 182 hektare dan yang belum dibangun 22 hektare. Ia menyebut ketika akan membangun ada kewajiban menyediakan fasilitas sosial dan umum, dengan persentase 60-40 dari luas yang dibangun.

Namun, kata Arief, saat membangun Politeknik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM), Kemenkumham menolak untuk menyediakan ruang terbuka. Menurutnya, hal ini dilakukan agar masyarakat sekitar bisa ikut memanfaatkan kawasan tersebut.

"Maunya jadi satu kawasan tertutup begitu, nah hal-hal teknis seperti itu yang akhirnya tidak pernah disepakati dan tidak pernah selesai sudah hampir lima sampai enam tahun bahkan," jelas Arief.

Tak hanya berkirim surat, Arief juga menghentikan layanan pemerintah daerah setempat di kompleks Kementerian Hukum dan HAM di Kecamatan Tangerang, Kota Tangerang. Terhitung sejak Senin 15 Juli 2019, tak ada lagi layanan angkut dan kelola sampah, perbaikan jalan dan drainase, serta penerangan jalan umum di kompleks yang terdiri dari 50 RT, 12 RW dan 5 Kelurahan itu.

"Karena memang bukan tanggung jawab Pemkot Tangerang, bukan menjadi tanggung jawab kami, sebelum aset prasarana sarana dan utilitas belum diserahkan," kata Arief.

Arief berharap ada itikad baik dari Kementerian Hukum dan HAM sebelum dia bersedia memulihkan semua layanan tersebut. Belakangan, Arief mengaku telah mengadu juga ke Kementerian Dalam Negeri dan berharap Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk ikut campur tangan.

Harapan Arief tak kesampaian, karena Kementerian Hukum dan HAM melaporkan dirinya kepada kepolisian. Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum dan Kerja Sama Kemenkumham Bambang Wiyono serta Kapolres Metro Kota Tangerang Kombes Abdul Karim membenarkan adanya laporan itu.

"Sudah kita lakukan (pelaporan). Kemenkumham sudah meluncurkan atau melaporkan pihak Wali Kota karena melakukan pelanggaran hukum," kata Bambang, Selasa 16 Juli 2019.

Yasonna sendiri mengatakan, pelaporan Arief ke polisi sebagai bagian dari menguji kebenaran. Dari pelaporan itu disebut bahwa benar atau salahnya akan ditentukan lewat proses hukum. Menurut dia, lewat pembuktian di jalur hukum, diharapkan tak ada lagi arogansi dari Wali Kota Tangerang.

"Melupakan tugasnya sebagai pelayanan publik. Kan menyetop lampu, lampu jalan itu sudah dibayar sama rakyat. Kantor kami sudah membayar lampu jalan. Bill-nya kan ada. Itu disetop sama sampah dibiarin numpuk di situ. Ini kan tugas dan tanggung jawab kepala daerah, Wali Kota kan. Dia menghilangkan hak publik yang gak ada urusannya dengan kita," tegas Yasonna.

Tak mau kalah, Selasa 16 Juli, giliran Arief melaporkan Kemenkumham ke Polres Metro Kota Tangerang.

Saling lapor dan tuding inilah yang kemudian membuat Menteri Dalam Negeri Thahjo Kumolo turun tangan dengan mempertemukan Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah dengan Sekretaris Jenderal Kemenkumham Bambang Sariwanto.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya