KPK Minta Jaksa Kejari Surakarta Menyerahkan Diri

Keduanya adalah jaksa anggota TP4D Kejaksaan Negeri Yogyakarta dan Jaksa Kejaksaan Negeri Surakarta.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 20 Agu 2019, 19:47 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2019, 19:47 WIB
Puspom AL dan KPK Tetapkan Tersangka Baru Kasus Bakamla
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata memberi keterangan terkait penetapan tersangka baru dalam pengembangan kasus suap Bakamla di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (31/7/2019). Ada empat tersangka baru terkait dugaan korupsi dalam pengadaan barang di Bakamla. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

 

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua jaksa sebagai tersangka dugaan suap lelang proyek pada Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan, dan Kawasan Permukiman (PUPKP) Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2019.

Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menyampaikan, keduanya adalah Jaksa Anggota TP4D Kejaksaan Negeri Yogyakarta, Eka Safitri (ESF) dan Jaksa Kejaksaan Negeri Surakarta, Satriawan Sulaksono (SSL).

Hanya saja, Satriawan Sulaksono belum diamankan lantaran tidak menjadi bagian dari lima orang yang diciduk saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Yogyakarta dan Solo pada Senin 19 Agustus 2019.

"KPK mengimbau agar tersangka SSL, Jaksa di Kejaksaan Negeri Surakarta, agar bersikap kooperatif dan menyerahkan diri ke KPK untuk proses hukum lebih lanjut," tutur Alexander di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2019).

Menurut Alexander, Satriawan bersama Eka diduga telah menerima suap dari Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri (Mataram) Gabriella Yuan Ana (GYA) terkait lelang proyek pengerjaan rehabilitasi saluran air hujan di Jalan Supomo, Yogyakarta. Anggaran proyek tersebut berjumlah Rp 10,89 miliar. Gabriella sendiri juga telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tersebut.

Tersangka ESF dan SSL terancam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun tersangka GYA terancam pasal disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Saksikan video pilihan berikut ini:


Kronologi Penangkapan

OTT Kantor Imigrasi Mataram
Petugas menunjukkan barang bukti Rp1,2 miliar disaksikan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata saat keterangan pers OTT penanganan perkara penyalahgunaan izin tinggal Kantor Imigrasi Kelas I Mataram, NTB di Gedung KPK, Jakarta (28/5/2019). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyampaikan, awalnya tim menerima informasi adanya penyerahan uang terkait dengan Pelaksanaan Proyek Infrastruktur Dinas PUPKP Kota Yogyakarta 2019 pada Senin, 19 Agustus 2019.

"Setelah memastikan adanya penyerahan uang, penyidik mengamankan NVA (Novi Hartono), Direktur PT Manira Arta Mandiri di depan rumah ESF di Jalan Gang Kepuh, Jebres, Solo, pada pukul 15.19 WIB," tutur Alexander di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (20/8/2019).

Menurut Alexander, KPK kemudian menuju rumah ESF dan mengamankannya EFS sekitar puku 15.23 WIB.

"KPK mengamankan uang dalam plastik hitam sebesar Rp 110.870.000. Uang inilah yang diduga sebagai fee dari pelaksanaan Proyek-Proyek Infrastruktur Dinas PUPKP Kota Yogyakarta 2019," jelas dia.

Kemudian, lanjut Alexander, secara paralel tim KPK mengamankan GYA di kantornya, Jalan Mawar Timur Dua, Karanganyar, pukul 15.27 WIB. Sementara pihak yang diamankan di Solo pun dibawa ke Kantor Kepolisian Resor Solo, Jawa Tengah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya