HEADLINE: KPK Punya 5 Pimpinan Baru, Buat Resah Lembaga Antirasuah?

Firli Bahuri mengaku sudah memiliki banyak terobosan inovatif dan solutif untuk memberantas korupsi hingga ke akarnya.

oleh Devira PrastiwiNila Chrisna YulikaLizsa Egeham diperbarui 14 Sep 2019, 00:07 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2019, 00:07 WIB
Irjen Pol Firli Bahuri
Calon Pimpinan KPK Irjen Pol Firli Bahuri menjalani uji kepatutan dan kelayakan di ruang rapat Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (12/9/2019). Para capim KPK mempresentasikan makalah dengan tema yang ditentukan saat uji kelayakan dan kepatutan. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat merampungkan uji kepatutan dan kelayakan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk periode 2019-2023, Jumat (13/9/2019) dini hari. Beberapa nama tampak tidak asing lagi di telinga publik karena rekam jejak dan kontroversi yang dibuatnya. Nama lainnya, nama lama yang datang dari berbagai latar belakang profesi dan disiplin ilmu. Lantas, bagaimana nasib KPK empat tahun ke depan dki tangan para pemimpin baru ini?

Lima orang calon pimpinan terpilih setelah melalui mekanisme voting. Mereka adalah Irjen Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nurul Ghufron, dan Nawawi Pomolango.

Pakar Hukum Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, meski para pegiat korupsi kecewa dengan pilihan DPR, namun masih ada harapan terhadap KPK.

"Meski yang terpilih tidak atau belum memenuhi aspirasi publik, kita masih punya harapan atau bisa berharap pada tiga pimpinan terpilih Nawawi Pamolango, Lili Pintauli Siregar dan Nurul Gufron untuk dapat menyelamatkan KPK sebagai penegak hukum yang independen," ujar Fickar kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (13/9/2019).

Sementara, Anggota Panitia Seleksi Capim KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan kelima pimpinan baru adalah orang-orang terbaik yang bisa melewati tahap-tahap uji yang ketat dan sesuai Undang-Undang.

"Lima pimpinan ini sudah diukur primaritas integritasnya," kata Indriyanto.

Indriyanto memberi masukan kepada para pimpinan baru KPK agar memberikan target jangka pendek kepemimpinannya, yaitu melakukan konsolidasi internal secara utuh dan meninjau sistem managerial internal secara utuh. Sehingga, kata dia, tidak terbentuk cluster kepegawaian yang dapat mengganggu kenyamanan kerja kelembagaan.

Selain itu, kata Indriyanto, pimpinan baru juga sebaiknya menjalankan kebijakan-kebijakan paralelitas antara pencegahan dengan penindakan yang tetap menempatkan basis hukum pidana.

"Dengan pengalaman managerial organisasi kelembagaan yang mumpuni, dan sistem kelembagaan KPK sudah berjalan dengan baik, maka lima pimpinan baru ini diyakini dapat menjalankan visi misi KPK dengan baik. Jadi sisi obyektifitasnya, tidak perlu ada kekhawatiran eksistensi KPK sebagai suatu sistem kelembagaan," tandas Indriyanto.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pesimistis

Alexander Marwata dan Johanis Tanak Jalani Uji Kelayakan dan Kepatutan Capim KPK
Johanis Tanak mengikuti uji kepatutan dan kelayakan (Fit and Proper test) Capim KPK di Komisi III DPR, Gedung Parlemen, Jakarta, Kamis (12/9/2019). Seleksi Capim KPK memasuki tahapan uji kepatutan dan kelayakan bagi calon pimpinan KPK oleh Komisi III DPR. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) pesimistis KPK akan menuju perubahan yang lebih baik jika dipimpin lima orang yang telah dipilih DPR pada Jumat dini hari kemarin.

"Kita sudah prediksi dari awal memang dari mulai seleksi pimpinan KPK, di tataran pansel dan DPR akan menghasilkan pimpinan yang justru akan membuat suram masa depan pemberantasan korupsi dan juga dari kelembagaan KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat, 13 September 2019.

Ada beberapa indikator di mana pimpinan KPK saat ini justru akan melemahkan KPK. Yaitu, dari sisi rekam jejak dari lima komisioner KPK yang terpilih ada figur yang diduga melanggar kode etik ketika bekerja di KPK.

"Bukti sudah secara gamblang oleh KPK, dan KPK sebenarnya sudah pernah memaparkan ini di tataran pansel tapi faktanya hari ini tetap diloloskan oleh pansel presiden dan DPR," ujar dia.

Kedua, kata Kurnia, terkait integritas. Ada juga figur yang berasal dari penyelanggara hukum masih tidak patuh dalam laporkan LHKPN. "Suara ini sudah kita gaungkan di awal pemilihan pimpinan KPK dan juga tidak diakomodir," tandas dia.

Saat ini, kata Kurnia, tunggakan perkara masih sangat banyak di KPK. Itulah, kata dia, yang menjadi pekerjaan rumah KPK ke depan.

"Ada tunggakan-tunggakan perkara KPK masih sangat banyak lebih dari 12 perkara. Akan tetapi kita meragukan pimpinan KPK bisa menyelesaikan PR-PR KPK. Karena tadi isu tadi integritas rekam jejak sehingga kita berkesimpulan mereka justru hadir untuk melemahkan KPK," ujar Kurnia.

ICW pun, kata Kurnia, pesimistis lima pimpinan KPK yang terpilih kemarin bisa menyelesaikan kasus ini.

"Jangankan dari seorang ketua, dari lima orang ini kita meragukan semua. Ya karena mereka dihasilkan oleh pemilihan yang kita pandang kontroversial dan banyak sekali catatan-catatan keliru yang dilakukan stakeholder panitia pemilihan KPK sehingga kita berkesimpulan lima orang ini menjadi bagian dari rangkaian grand desain dari DPR dan pemerintah untuk melemahkan KPK," ujar dia.

Selain itu, kata Kurnia, pimpinan baru KPK tidak akan bisa bekerja dengan baik karena ada penolakan di internal komisi antirasuah itu sendiri.

"Misalnya salah satu figur pernah terjadi penolakan besar-besaran di pegawai KPK karena banyak melakukam tindakan-tindakan yang kita pandang keliru kita yang bersangkutan menjabat sebagai deputi penindakan KPK," ujar Kurnia.

Infografis Profil dan Harta Pimpinan KPK Periode 2019-2023
Infografis Profil dan Harta Pimpinan KPK Periode 2019-2023. (Liputan6.com/Abdillah)

Rekam Jejak Pimpinan Baru KPK

Uji Kelayakan dan Kepatutan Capim KPK
Calon Pimpinan KPK Irjen Firli Bahuri (kiri) berjabat tangan dengan Ketua Komisi III DPR Aziz Syamsuddin (kanan) usai menerima amplop berisi tema makalah yang harus dibuat, saat uji kelayakan dan kepatutan capim KPK di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9/2019). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Lima pimpinan lembaga antirasuah itu dipilih melalui mekanisme voting setelah DPR merampungkan uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test terhadap 10 capim.

Diputuskan, Firli Bahuri ditunjuk sebagai Ketua KPK jilid V didampingi oleh empat komisioner lainnya, yakni Alexander Mawarta, Nurul Gufron, Nawawi Pomolango, dan Lili Pintauli Siregar.

Pimpinan Komisi III DPR Aziz Syamsudin menyatakan, seluruh anggota Komisi III sepakat memilih Firli Bahuri sebagai ketua baru KPK.

1. Irjen Firli Bahuri (Kapolda Sumsel)

Irjen Firli Bahuri menjadi satu-satunya anggota Polri yang masuk 10 besar pilihan Pansel Capim KPK. Firli saat ini menjabat sebagai Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel).

Pria kelahiran Ogan Kumering Ulu, Sumatera Selatan pada 8 November 1963 ini sebelumnya menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK.

Nama Firli berulang kali mengundang kontroversi. Saat menjabat Deputi Penindakan KPK, Firli dilaporkan lantaran diduga bertemu dengan Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) selaku Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) pada 2018.

Padahal, saat itu, KPK sedang menyelidiki divestasi saham PT Newmont yang diduga terkait dengan TGB. Saat mengikuti uji publik di hadapan pansel capim KPK Firli mengakui pertemuannya dengan TGB.

Firli juga mengaku sempat diperiksa Pengawas Internal (PI) KPK terkait pertemuan tersebut. Namun Firli mengklaim, PI dan pimpinan KPK menyatakan dirinya tidak melanggar kode etik terkait pertemuan tersebut.

2. Alexander Marwata (Wakil Ketua KPK 2014-2019)

Sementara Alexander Marwata atau yang akrab disapa Alex merupakan satu-satunya komisioner KPK petahana yang lolos hingga seleksi tahap akhir. Dikutip dari www.kpk.go.id, Alex lama berkarir di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yakni sejak 1987 hingga 2011.

Setelah sekitar 24 tahun berkiprah di BPKP, pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 26 Februari 1967 itu kemudian banting setir dengan menjadi hakim ad-hoc di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Saat uji publik, Alex ditelisik soal dugaan dirinya sebagai 'orang titipan'. Di hadapan pansel Alex membantah hal tersebut. Dia juga membeberkan apa yang menjadi tugas rumah KPK dan segelintir upaya melemahkan lembaga antirasuah ini.

"Saya bukan titipan siapa pun, saya jarang komunikasi dengan pejabat siapa pun, tidak ada pertemuan pribadi dengan pejabat penyelenggara negara dan DPR," tegas Alex di Kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Selasa (27/8/2019).

3. Nurul Ghufron (Dosen)

Nurul Ghufron tercatat sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember. Ghufron juga kerap menjadi saksi ahli bidang hukum di berbagai persidangan. Sebelum menjadi dosen PNS, pria kelahiran Madura, 22 September 1974 ini juga punya pengalaman sebagai pengacara.

4. Nawawi Pomolango (Hakim)

Nawawi merupakan hakim karier yang masuk 10 besar seleksi capim KPK periode 2019-2023. Nawawi merintis karier sebagai hakim sejak 1988.

Selama 30 tahun berkarier sebagai hakim, lulusan Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi itu pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Poso, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung, Ketua Pengadilan Negeri Samarinda, dan Ketua Pengadilan Jakarta Timur.

Saat ini, Nawawi menjabat sebagai hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar, Bali. Pria kelahiran Manado, 28 Februari 1962 ini pun telah mengantongi sertifikasi hakim tipikor sejak 2006. Nawawi pernah menangani sejumlah perkara korupsi besar, di antaranya Luthfi Hasan Ishaaq, Fatonah, Irman Gusman, dan Patrialis Akbar.

Di hadapan pansel, Nawawi yakin jika dirinya terpilih menjadi pimpinan KPK, maka tak akan ada lagi hakim yang terjerat korupsi.

5. Lili Pintauli Siregar (Advokat)

Lili dikenal sebagai Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) periode 2008-2013 dan 2013-2018. Tak lagi mengabdi di LPSK, Lili kemudian mengurus kantor konsultan hukum pribadinya, namun baru jalan beberapa bulan ia maju sebagai calon pimpinan KPK.

Di hadapan pansel capim KPK, Lili mengaku sempat menawari perlindungan kepada pegawai lembaga antirasuah saat masih menjabat di LPSK. Namun, menurut Lili melindungi pegawai KPK terlalu sulit lantaran harus meminta izin pimpinan terlebih dahulu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya