NTT Jadi Pilot Project Ribuan Pekerja Migran Indonesia Kelapa Sawit

Untuk pemenuhan dan menjamin hak setiap warga negara untuk bekerja, guna memperoleh penghasilan dan penghidupan yang layak.

oleh stella maris pada 14 Okt 2019, 15:03 WIB
Diperbarui 14 Okt 2019, 16:15 WIB
NTT
Kerja sama NTT dengan PT. Felda Global Ventures Holding Berhard (FGV).

 

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah menjadikan Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi daerah pilot project penempatan tenaga kerja sektor perkebunan kelapa sawit, untuk ditempatkan di Malaysia. 

Pilot project ini dibangun melalui kerja sama antara Pemda NTT dengan PT. Felda Global Ventures Holding Berhard (FGV). Kerja sama ini mencakup penempatan tenaga kerja, sekaligus peningkatan kapasitas SDM NTT melalui Pilot Project Penempatan 1000 orang Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal NTT ke perusahaan Kelapa Sawit PT FGV di Malaysia.

Plt. Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker, Aris Wahyudi, mengatakan, kerja sama ini merupakan wujud kehadiran Negara dalam memenuhi dan menjamin hak setiap warga negara untuk bekerja.

Dalam sambutannya di acara penandatanganan MoU antara Pemda NTT dengan PT FGV, Aris mengatakan bahwa upaya kerja sama tersebut merupakan wujud kehadiran pemerintah, dalam rangka memenuhi kaidah yang sesuai dengan regulasi UU 18 Tahun 2017.

"Untuk pemenuhan dan menjamin hak setiap warga negara untuk bekerja, guna memperoleh penghasilan dan penghidupan yang layak, serta memperoleh pelindungan, baik bagi PMI maupun keluarganya," kata Aris, Jumat (4/10).

Aris menjelaskan, dipilihnya NTT sebagai pilot project, mengingat sebagian besar masyarakat NTT bekerja sebagai PMI. Selain itu, NTT merupakan daerah darurat human trafficking.

"Kerja sama ini sekaligus upaya mengatasi masalah Ketenagakerjaan di Provinsi NTT," jelas Aris.

Aris juga menjelaskan dipilihanya PT FGV sebagai mitra kerja sama. Selama ini, Kemnaker telah mendampingi Delegasi Pemerintah Daerah NTT dalam melakukan kunjungan kerja ke perusahaan kelapa sawit FGV di Malaysia. Dari hasil kunjungan tersebut, disimpulkan bahwa FGV merupakan salah satu perusahaan kelapa sawit terbesar di Malaysia yang menerapkan standar dan norma-norma ketenagakerjaan internasional sesuai konvensi ILO.

"Sehingga, kepastian pelindungan terhadap PMI yang bekerja di perusahaan tersebut dapat dijamin dalam implementasinya," terang Aris.

Ia menambahkan, sebelum ditempatkan di Malaysia, Calon PMI akan mendapatkan pelatihan di BLK Kupang dan BLK Maumere. Selanjutnya, para Calon PMI akan mendapat sertifikasi yang diselenggarakan BNSP. Pelatihan dan sertifikasi tersebut diselenggarakan secara gratis.

Selanjutnya, para Calon PMI akan mengikuti pelatihan lanjutan di Malaysia selama 6 bulan. Aris memastikan, selama mengikuti pelatihan lanjutan, para Calon PMI akan mendapatkan gaji penuh.

"Jadi nanti di enam bulan itu, walaupun statusnya training, mereka sudah mendapat gaji penuh sesuai Upah Minimum setempat," terangnya.

Ia berharap, pilot project ini dapat menjadi gambaran penempatan tenaga kerja yang sesuai dengan aturan yang baru. "Besar harapan kami semoga pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik dan lancar," ujarnya.

Direktur Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN) Kemnaker, Eva Trisiana, menambahkan, saat ini PMI yang bekerja di sektor perkebunan di Malaysia berjumlah 15.587 orang. Mayoritas PMI sektor perkebunan tersebut bekerja di perkebunan kelapa sawit.

"Pilot project ini tentu akan mempermudah sekaligus meningkatkan perlindungan dalam proses masyarakat yang ingin bekerja ke luar negeri," kata Eva.

Selain pilot project tersebut, selama ini pemerintah telah menerapkan sejumlah program untuk menyelesaikan persoalan ketenagakerjaan di NTT, khususnya terkait perlindungan bagi pekerja migran. Diantaranya, pembangunan 3 LTSA yang terletak di Kupang, Sumba Barat Daya, dan Maumere.

Kemnaker juga terus mengembangkan program Desa Migran Produktif (Desmigratif). Desmigratif mencakup layanan informasi pasar kerja luar negeri, informasi prosedur bekerja dan perwakilan Pemerintah Indonesia di luar negeri, pengembangan potensi desa, pemasaran produk desa, hingga pengasuhan anak PMI yang ditinggal bekerja di luar negeri.

"Hingga saat ini, lebih dari 60 Desmigratif tersebar di desa-desa di NTT. Harapannya, program-program ini memberikan perlindungan yang komprehensif bagi pekerja migran kita," papar Eva.

 

(*)

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya