Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) periodik tahun pelaporan 2019 dari semula 31 Maret 2020 menjadi 30 April 2020.
Meski penyampaian LHKPN diperpanjang sekitar satu bulan, tidak semua pejabat negara patuh melaporkan hartanya.
Advertisement
Baca Juga
"Kepatuhan LHKPN periodik secara nasional untuk tahun pelaporan 2019 per 1 Mei 2020 mencapai 92,81%," ujar Plt Juru Bicara KPK bidang pencegahan Ipi Maryati Kuding, Jumat (1/5/2020).
Advertisement
Ipi menyebut, untuk tingkat kepatuhan LHKPN Bidang Eksekutif 92,36%. Dari total 294.560 wajib lapor, sebanyak 272.055 yang telah melaporkan.
"Sisanya 22.505 belum menyampaikan laporannya," kata Ipi
Untuk bidang Yudikatif sebesar 98,62%. Dari total 18.885 wajib lapor, sebanyak 18.624 yang telah melapor dan sisanya 261 belum lapor. Bidang Legislatif 89,39%, dari total 20.271 wajib lapor, sebanyak 18.120 yang telah lapor dan sisanya 2.151 belum lapor.
Sedangkan, BUMN dan BUMND sebesar 95,78%. Dari total 30.642 wajib lapor, sebanyak 29.350 yang telah melapor dan sisanya masih ada 1.292 yang belum melaporkan kekayaannya.
"KPK juga mencatat per 1 Mei 2020 terdapat 704 instansi dari total 1.396 instansi di Indonesia atau sekitar 50% instansi yang telah memenuhi kepatuhan LHKPN 100%," kata Ipi.
Sementara untuk bidang Eksekutif di tingkat pemerintah pusat, dari 51 pejabat setingkat menteri dan wakil menteri pada kabinet Indonesia Maju tercatat satu penyelenggara negara yang merupakan wajib lapor periodik belum memenuhi kewajiban LHKPN.
Demikian juga dengan satu penyelenggara megara yang merupakan wajib lapor khusus di Wantimpres belum menyampaikan laporannya.
"Sedangkan, untuk 21 staf khusus Presiden dan Wakil Presiden tercatat telah memenuhi kewajiban lapor 100%," kata Ipi.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Di tingkat pemerintah daerah
Di tingkat pemerintah daerah, KPK mencatat dari total 965 kepala daerah meliputi Gubernur, Bupati/Walikota dan wakil terdapat 25 kepala daerah yang belum menyampaikan laporan kekayaannya.
KPK juga mencatat 10 wajib lapor yang terdiri atas Ketua dan Wakil Ketua MPR RI telah menyampaikan laporan kekayaannya 100%. Sementara, dari 575 wajib lapor pada lembaga DPR RI sebanyak 406 wajib lapor atau sekitar 70% telah melapor dan sisanya masih terdapat 169 wajib lapor yang belum memyampaikan LHKPN.
"Sedangkan, untuk DPD RI tercatat kepatuhan 96%. Dari 136 wajib lapor pada DPD RI masih terdapat 5 wajib lapor yang belum menyampaikan laporannya dan sebanyak 131 sudah melaporkan kekayaannya," kata Ipi.
KPK mengimbau kepada penyelenggara negara baik di Bidang Eksekutif, Yudikatif, Legislatif maupun BUMN/BUMD yang belum menyampaikan laporan kekayaannya agar tetap dapat memenuhi kewajiban LHKPN.
"Sebagai salah satu instrumen penting dalam pencegahan korupsi, KPK meminta penyelenggara negara untuk mengisi LHKPN-nya secara jujur, benar dan lengkap," kata Ipi.
Ipi mengatakan, KPK juga tetap menerima LHKPN yang disampaikan setelah batas waktu, namun dengan status pelaporan terlambat lapor.
Melaporkan harta kekayaan merupakan kewajiban bagi setiap penyelenggara negara sesuai ketentuan pasal 5 ayat 2 dan 3 Undang-undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi, Dan Nepotisme.
Undang-Undang mewajibkan penyelenggara negara bersedia untuk diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat. Penyelenggara negara juga wajib melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat.
KPK sesuai dengan pasal 7 Undang-undang No 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU No 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, berwenang untuk melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap LHKPN sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
Advertisement