Liputan6.com, Jakarta - Pejuang pemulasaran jenazah, Muhammad Hanifurrohman membeberkan suka duka yang dialami sepanjang mengurus jenazah yang terpapar virus Corona atau Covid-19. Ada rasa lega yang muncul ketika keluarga korban merelakan prosedur Covid-19 diterapkan.
"Memang di satu sisi keluarga pasien pada umumnya menolak jenazah dilakukan sebagaimana jenazah Covid. Maunya dibawa pulang. Tapi demi kesehatan, harus kami edukasi agar dapat dilaksanakan di rumah sakit," tutur Hanif di Kantor Graha BNPB, Jakarta Selatan, Jumat (12/6/2020).
Menurut Hanif, menghadapi jenazah Covid-19 sangat berbeda dibandingkan pemulasaran biasanya. Apalagi mendapatkan pengalaman baru yang mengharuskan menggunakan pakaian Alat Pelindung Diri (APD).
Advertisement
"Kami begitu tahu (yang ditangani jenazah Covid-19), langsung lengkap memakai APD. Memang belum pernah pakai hazmat yang ketat, gerah begitu, tidak nyaman. Terasa seperti robot. Mau ke kamar kecil saja rasanya tahan dulu. Kalau mau ke kamar mandi kan harus buka semua," jelas dia.
Namun bagi Hanif, kesulitan tersebut merupakan bagian dari keharusan yang diperintahkan agama. Jenazah dari golongan apapun wajib mendapatkan pemulasaran yang layak dan terhormat.
"Sukanya, kami merasa bangga ketika keluarga jenazah menyetujui (prosedur Covid-19). Rayuan kita kepada keluarga ketika menerima itu, lega sekali," kata Hanif.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Perhatikan keamanan dan keselamatan
Tim pemulasaran jenazah Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet, Reza Ramdhoni menambahkan, keadaan kali ini berbeda dengan pengalamannya mengurus jenazah di kondisi bencana. Kali ini, kondisinya jenazah masih tetap utuh, namun bersifat infeksius.
"Maka saya dan tim melakukan persiapan. Mulai dari safety-nya menggunakan alat pelindung diri yang benar. Walaupun sudah menjadi jenazah, kita tetap memperhatikan keamanan dan keselamatan kerja," ujar Reza.
Penghormatan terhadap jenazah dan keluarga pun tidak dilupakan begitu saja. Meski perlu bungkusan plastik berlapis-lapis dan disinfektan, Reza mengaku berupaya maksimal menangani jenazah tersebut.
"Untuk kasus kematian di RS Darurat memang protokolnya amat sangat ketat. Keluarganya ditangani manajemen, jadi kita agak leluasa mengurus jenazah. Tapi informasi yang saya dapat, ada satu jenazah yang dia ini suami istri di Wisma Atlet. Suami di lantai 30 sekian, istri di lantai 9. Sebelum ditutup petinya kita segel, suaminya dipersilakan melihat untuk terakhir kali," Reza menandaskan.
Advertisement