Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Pinangki Sirna Malasari menjalani sidang perdana kasus dugaan suap dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) penanganan fatwa MA Djoko Tjandra. Penampilannya saat berhadapan dengan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun berbeda.
Jaksa Pinangki mengenakan hijab panjang berwarna pink, lengkap dengan pakaian sejenis gamis yang cerah. Dia juga memakai faceshield dan masker.
Ketua Majelis Hakim, IG Eko Purwanto sendiri mempersilakan jaksa Pinangki memasuki ruang sidang sekitar pukul 10.06 WIB.
Advertisement
"Silakan terdakwa atas nama Pinangki Sirna Malasari dihadirkan ke dalam ruang persidangan," tutur Eko memimpin sidang di lokasi, Rabu (23/9/2020).
Agenda sidang perdana ini adalah pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Tidak banyak komentar yang dilontarkan jaksa Pinangki sebelum memasuki ruang sidang.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono sebelumnya mengungkapkan bagaimana isi proposal 'Action Plan' yang disusun jaksa Pinangki Sirna Malasari (PSM) untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra.
Diawali pada November 2019, jaksa Pinangki bersama Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya bertemu Djoko Tjandra di kantornya kawasan The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia.
"Saat itu, DJoko Soegiarto Tjandra setuju meminta terdakwa Pinangki Sirna Malasari dan Anita Kolopaking untuk membantu pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung RI melalui Kejaksaan Agung," tutur Hari dalam keterangannya, Kamis (17/9/2020).
Hal itu bertujuan agar pidana Djoko Tjandra berdasarkan Putusan PK Nomor: 12 PK/Pid.Sus/2009 Tanggal 11 Juni 2009 tidak dapat dieksekusi, sehingga dia dapat kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Sanggupi Permintaan
Hari mengatakan, jaksa Pinangki dan Anita Kolopaking yang menyanggupi permintaan tersebut bersedia memberikan bantuan dengan permintaan imbalan uang sebesar 1 juta USD. Namun penyerahannya melalui pihak swasta yakni Andi Irfan Jaya selaku rekan jaksa Pinangki.
"Hal itu sesuai dengan proposal 'ACTION PLAN' yang dibuat oleh terdakwa PSM dan diserahkan oleh Andi Irfan Jaya kepada Djoko Soegiarto Tjandra," jelas dia.
Selain itu, jaksa Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Djoko Tjandra juga bersepakat untuk memberikan uang sejumlah 10 juta USD kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung untuk keperluan mengurus permohonan fatwa MA melalui Kejagung.
Kemudian, lanjut Hari, Djoko Tjandra memerintahkan adik iparnya yaitu almarhum Herriyadi Angga Kusuma untuk memberikan uang kepada jaksa Pinangki melalui Andi Irfan Jaya di Jakarta sebesar 500 ribu USD sebagai Down Payment (DP). Andi Irfan Jaya lantas langsung menyerahkan uang tersebut ke jaksa Pinangki yang sebagian diberikan ke Anita Kolopaking sebesar 50 ribu USD sebagai pembayaran awal jasa penasehat hukum.
"Sedangkan sisanya sebesar 450 ribu USD masih dalam penguasaan terdakwa Pinangki Sirna Malasari. Namun dalam perjalanannya, ternyata rencana yang tertuang dalam 'ACTION PLAN' tidak ada satu pun yang terlaksana," kata Hari.
Djoko Tjandra yang kecewa lantas pada bulan Desember 2019 membatalkan action plan dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari proposal action plan itu lewat tulisan tangan 'NO'.
Hari menyebut, sisa uang sebesar 450 ribu USD yang berada dalam penguasaan jaksa Pinangki ditukarkan ke valas melalui sopirnya atas nama Sugiarto dan Beni Sastrawan. Uang hasil penukaran kemudian digunakan untuk dibelikan mobil BMW X-5, pembayaran dokter kecantikan di Amerika, sewa Apartemen atau Hotel di New York Amerika, pembayaran dokter home care, pembayaran kartu kredit, dan transaksi lain untuk kepentingan pribadi.
"Serta pembayaran sewa Apartemen Essence Darmawangsa dan Apartemen Pakubowono Signature yang menggunakan cash atau tunai USD," Hari menandaskan.
Advertisement