Anggota Komisi XI DPR: RI Perlu Tarik Investasi Besar Demi Pulihkan Ekonomi

Mekeng menilai, adanya pandemi Covid-10 membuat pelemahan ekonomi Indonesia makin nyata.

oleh Liputan6.com diperbarui 15 Okt 2020, 12:23 WIB
Diterbitkan 15 Okt 2020, 12:01 WIB
Politikus Partai Golkar Melchias Mekeng (kiri) bersama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (Istimewa)
Politikus Partai Golkar Melchias Mekeng (kiri) bersama Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi XI DPR RI Melchias Markus Mekeng mengatakan kondisi perekonomian Indonesia saat ini tengah memasuki masa sulit. Tak hanya Indonesia, kondisi itu juga dihadapi oleh negara-negara maju yang menjadi mitra perdagangan Indonesia. 

"Pada triwulan pertama kita sudah masuk ke pintu gerbang resesi. Kita lihat di dunia, semua negara besar pertumbuhan mereka minus. Mulai dari AS, Jepang Uni Eropa, Korsel dan Singapura. Mereka ini adalah mitra dagang negara kita,” ucap Mekeng di Jakarta, Kamis (15/10/2020).

Jika negara-negara itu mengalami resesi, menurut Mekeng, maka daya beli mereka juga menurun. Ini berdampak pada perekonomian Indonesia karena ekspor dari Tanah Air ke negara tersebut juga turun.

"Demand mereka yang turun berdampak pada produksi kita. Kita lihat produksi dalam negeri kita jumlahnya berkurang,” ungkap Mekeng.

Pabrik tekstil kini mengurangi produksi dan beralih ke pembuatan masker dan APD. Sayang produksi itu tak bisa meng-cover seperti saat normal. "Resesi itu sudah ada di depan mata kita saat negara luar mengatakan dirinya resesi," ucap Mekeng.

Menurut anggota Fraksi Partai Golkar dari dapil NTT 1 itu, kini Indonesia hanya mengandalkan pertumbuhan ekonomi dalam negeri. “Struktur APBN kita didominasi konsumsi rumah tangga, yakni UMKM. Ini yang menopang pertumbuhan ekonomi kita,” tambah Mekeng.

Adanya pandemi Covid-10 membuat pelemahan ekonomi Indonesia makin nyata. Terbukti banyak karyawan tak bisa kerja dan hanya setengahnya yang kerja. Fakta ini berdampak besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dalam menangani masalah ekonomi itu pemerintah telah membentuk Komite Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dari data yang diterima Mekeng, anggaran PEN, sekitar 70 persen terserap untuk Bansos.

"Bansos itu untuk menjaga daya beli masyarakat yang tidak kerja, karena kena PHK atau setengah PHK sehingga gajinya berkurang setengah atau malah tidak ada,” ucap Mekeng.

Semua kesulitan masyarakat Itu kini diganjal pemerintah lewat Bansos. Ini guna menjaga sisi demand yang ada di masyarakat agar tetap ada. Mekeng juga menyatakan bantuan untuk UMKM angkanya juga tinggi, agar bisa menjaga supply.

"Ini dilakukan agar mem-balance demand dan supply agar ekonomi kita tidak jatuh seperti negara lain. Kita lihat jatuhnya Singapura dan Malaysia besar. Kita masih lumayan di bawah 10 persen, dan ini diganjal dari sini (Bansos),” ucap Mekeng.

Dia memprediksi resesi ekonomi ini akan panjang. Setelah vaksin Covid-19 ditemukan, tidak serta merta ekonomi langsung baik. “Tidak bisa seperti itu, kita harus bisa menumbuhkan perekonomian kita sendiri dan pertumbuhan negara lain juga. Kita harus ada uang yang masuk,” ujar Mekeng.

Oleh karena itu diperlukan adanya investasi baru. Omnibus Law UU Cipta menurut Mekeng adalah UU terobosan.

"Selama ini kita punya banyak UU yang satu sama lain saling tabrakan, sehingga bukan insentif bagi orang untuk berinvestasi di Indonesia. Ada banyak pasal yang membuat investor sulit berinvestasi. Sementara kita harus mengundang banyak investor  agar uang yang masuk ke dalam negeri dari investor makin besar,” tutur Mekeng.

Mekeng memberikan ilustrasi bahwa saat ini sudah ada uang asing yang keluar dari pasar modal sebesar 50 triliun rupiah. Ia berharap itu bisa ditarik kembali.

"Caranya harus ada insentif buat mereka untuk balik ke sini,” sebut Mekeng.

Oleh karenanya postur APBN Indonesia harus sehat, karena hal ini akan dilihat oleh investor juga. Selain itu juga UU yang memudahkan investor. “Kita harap lewat Omnibus Law ini kita bisa undang investor datang ke sini lagi,” kata Mekeng.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kontribusi pada 698 Persen PDB

Ilustrasi pembangunan era Jokowi
Sinergi Pemerintah dan Pengusaha untuk Ekonomi Kuat

Selain itu, dari sisi regulasi UMKM juga diperbaiki, karena selama ini menyumbang 68 persen PDB. Namun yang tercatat pembukuannya rapi hanya 7 persen dan 93 persen tidak rapi.

Mekeng mengatakan, UMKM  harus berkontribusi terhadap pajak. Jika ada 60 juta UMKM dengan rata-rata omset tiga miliar, maka potensi pajak dari UMKM sendiri ada 900 triliun. “Ini fakta yang harus dibenahi. Salah satunya lewat digitalisasi perekonomian,” kata Mekeng.

Dia juga berharap dengan UU Cipta Kerja, BKPM dan pemerintah bisa menarik investasi ke dalam negeri agar Indonesia tidak masuk dalam jebakan utang.

"Pemerintah harus lebih kencang lagi meyakinkan calon investor bahwa UU sudah diperbaiki dan proses pembangunan tetap berjalan. Selain itu kita penanganan Covid harus benar,” ungkap Mekeng.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya