Pakar Hukum Nilai Jerat Pasal 160 KUHP untuk Rizieq Shihab Mengada-ada

Menurut Refly Harun, Rizieq Shihab bisa dijerat Pasal 160 KUHP jika kerumunan massa pada acaranya menimbulkan tindak pidana.

oleh Yopi Makdori diperbarui 13 Des 2020, 10:16 WIB
Diterbitkan 13 Des 2020, 10:16 WIB
Polda Metro Jaya Tahan Rizieq Shihab
M Rizieq Shihab (tengah) mengangkat tangan saat meninggalkan gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Minggu dini hari (13/12/2020). Rizieq Shihab ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka penghasutan dan kerumunan di tengah pandemi COVID-19. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menilai, pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang disangkakan kepada Pimpinan Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab mengada-ada. Pasal tersebut dipersangkakan kepada Rizieq dalam kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.

"Jadi Pasal 160 yang ancamannya 6 tahun itu juga rasanya dari perspektif saya juga mengada-ada. Jadi proses yang terjadi pada Habib Rizieq ini seolah-oleh dipaksakan agar yang bersangkutan ditangkap, ditahan," ujar Refly dalam sebuah video yang diunggah pada saluran Youtube pribadinya, Minggu (13/12/2020).

Refly menjelaskan, pasal tersebut mensyaratkan adanya kaidah sebab akibat. Seharusnya Rizieq Shihab baru bisa dikenakan pasal 160 KUHP jika kerumunan yang ditimbulkan berujung pada pidana.

Namun, kata Refly, kerumunan massa itu bukan sebuah bentuk pidana, melainkan hanya sebatas pelanggaran saja.

"Pasal 160 KUHP yang sudah ditentang juga oleh Abdul Fickar Hadjar (pakar hukum Universitas Trisakti) ahli hukum pidana, harusnya ya berlaku kualitasnya ada sebab ada akibatnya. Karena pasal itu berisi soal penghasutan dan orang yang terhasut kemudian melakukan tindak pidana. Kalau ini rasanya kan tindak pidananya tidak ada, yang ada adalah sekali lagi, pelanggaran administratif, pelanggaran protokol kesehatan yang menurut Prof Mahfud Md Menko Polhukam tidak bisa dipidana," jelas Refly.

Selain itu, menurut Refly, proses penangkapan terhadap Rizieq Shihab itu juga cenderung mempermalukan sang Imam Besar FPI. Pasalnya saat digelandang ke Rutan Narkoba Polda Metro Jaya pada Minggu dini hari (13/12/2020), Rizieq mengenakan rompi oranye serta tangan diborgol seakan-akan ia penjahat kelas kakap.

"Dan proses penahanannya itu ya sedikit mempermalukan juga karena pasti menggunakan rompi tahanan dan diborgol. Jadi hanya orang-orang yang jahat kalau orang kampung melihatnya yang ditahan diborgol. Tapi ya terjadi, it's happened terhadap seorang ulama. Ya terlepas kita tidak suka misalnya dengan Habib Rizieq yang penampilannya meledak-ledak, tetapi dia adalah seorang ulama yang tetap banyak pengikutnya," ujar Refly.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Penuh Aroma Politis

Gugat Syarat Presidential Threshold ke MK
Rizal Ramli dan Refly Harun seusai menyerahkan berkas pengaduan Presidential Threshold di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Jumat (4/9/2020). Rizal Ramli mengajukan judicial review tentang threshold atau ambang batas pemilihan presiden ke MK. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Pakar hukum kelahiran Palembang itu mencium aroma politis dalam penangkapan Rizieq Shihab.

"Tidak bisa dimungkiri ya, proses hukum terhadap Habib Rizieq ini penuh dengan nuansa politiknya, penuh dengan nuansa non-hukum yang harusnya tidak boleh dalam melakukan proses menegakkan hukum," kata Refly.

Jika yang dilakukan pimpinan FPI itu menimbulkan pelanggaran karena terjadi kerumunan saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi di Jakarta, menurut Refly, pelanggaran yang terjadi bisa direkonsiliasikan.

Rekonsiliasi ini menurut Refly sudah dilakukan oleh Rizieq Shihab, misalnya terlihat dari kebesaran hatinya mengumumkan pembatalan sejumlah acaran yang berpotensi menimbulkan kerumunan massa.

"Dan dia juga patuh membayar denda Rp 50 juta. Denda terbesar yang pernah dikenakan kepada kerumunan, jadi apa lagi? Bahkan dia harus kehilangan pengawalnya enam orang yang hingga kini masih misteri apakah dibunuh, dibantai, ataukah karena tindakan pembelaan diri oleh aparat keamanan," tutup Refly.

Alasan Penahanan Rizieq Shihab

Sementara itu, Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono  mengungkapkan alasan penahanan terhadap Rizieq Shihab setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka dugaan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19.

Kepolisian menempatkan Rizieq Shihab di Rumah Tahanan (Rutan) Narkoba Polda Metro Jaya selama 20 hari ke depan terhitung sejak tanggal 12 hingga 31 Desember 2020.

"Objektif ancaman di atas 5 tahun, sedangkan subjektif agar tersangka tidak melarikan diri, tersangka tidak menghilangkan barang bukti, dan yang ketiga tersangka tidak mengulangi perbuatannya, serta untuk mempermudah proses penyidikan," papar Argo saat konferensi pers, Minggu dini hari (13/12/2020).

Argo menyampaikan penyidik mencecar Rizieq Shihab sebanyak 84 pertanyaan. Argo tak menjelaskan, secara rinci mengenai hal ini. Dia hanya mengatakan, Rizieq dimintai keterangan dari Sabtu 12 Desember 2020 pukul 11.30 WIB sampai pukul 22.00 WIB.

"Dalam pemeriksaan, penyidik memberikan 84 pertanyaan yang ditanyakan kepada tersangka MRS (Rizieq Shihab)," ucap dia.

Argo menerangkan, penyidik Polda Metro Jaya telah mempersilakan Rizieq Shihab mengecek kembali keterangan yang dituangkan ke dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Menurut Argo, saat itu sempat ada perbaikan.

"Setelah selesai diperiksa tentunya dari penyidk membacakan kembali daripada berita acara tersebut. Ada beberapa yang diperbaiki atau ditambahi oleh tersangka, jadi kita layani dengan baik apa saja yang menjadi kekurangan dari jawaban tersangka dalam berita acara," ucap dia. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya