Liputan6.com, Jakarta - Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Jaleswari Pramodhawardani menyatakan, pluralitas adalah cara pemerintah menjaga ketahanan demokrasi di Indonesia. Menurut dia, hal itu adalah komitmen kuat terlepas dari penilaian yang diberikan Economist Intelligence Unit (EIU) 2021.
"Terlepas dari angka indeks demokrasi EIU, pemerintah berkomitmen kuat merawat demokrasi, demokrasi yang menyelamatkan negara dan Indonesia yang plural," jelas Jaleswari seperti dikutip dari ANTARA, Sabtu (6/2/2021).
Baca Juga
Diketahui, laporan “Democracy Index 2020: in Sickness and in Health?” dari The Economist Intelligence Unit (EIU) 2021 menempatkan Indonesia pada kategori demokrasi yang belum sempurna, yakni peringkat 64 secara global, serta peringkat 11 di regional Asia dan Australia.
Advertisement
"Secara total Indonesia mendapat skor 6,48 dan digolongkan pada kategori demokrasi yang belum sempurna (flawed democracies)," ungkap Jaleswari merujuk pada hasil laporan.
Sebagai informasi, laporan Indeks Demokrasi oleh EIU dibuat sejak tahun 2006. Pada rentang waktu tersebut, dari 4 kategori yang dibuat yaitu demokrasi penuh (full democracies), demokrasi belum sempurna (flawed democracy), rezim hibrida (hybrid regimes), dan rezim otoritarian (authoritarian regimes), Indonesia masuk dalam kategori negara demokrasi yang belum sempurna (flawed democracies).
Jaleswari mengamini, sampai dengan saat ini pemerintah terus berjuang untuk tidak merosot pada kondisi yang lebih buruk lagi. Indonesia berusaha untuk tidak jatuh pada rezim hibrida atau otoriter, dan berhasil untuk itu.
"Dalam kategori tersebut, Indonesia tengah berjuang menjadi negara demokrasi penuh," yakin dia.
Jaleswari merinci, laporan indikator demokrasi dri EIU memiliki lima indikator. Indonesia mendapat nilai 7,92 untuk proses pemilu dan pluralisme, 7,14 fungsi pemerintah, 6,11 partisipasi politik, 5,63 budaya politik demokrasi, dan 5,59 kebebasan sipil.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Turunnya Performa Demokrasi Indonesia
Jaleswari mengatakan jika melihat data Indeks Demokrasi EIU, mulai tahun 2017 angka Indek Demokrasi Indonesia menunjukkan titik balik membaik dan kemudian di tahun 2020 turun.
Hal itu dipengaruhi oleh aktifnya langkah pemerintah melakukan penegakan hukum terhadap aksi intoleransi yang membahayakan ideologi negara.Di satu sisi ukuran indeks demokrasi bersifat global tanpa mempertimbangkan situasi internal negara.
Dia menyampaikan menguatnya intoleransi perlu direspons melalui langkah penegakan hukum yang menjadi identitas negara demokrasi yaitu rule of law.
"Dengan demikian harus dilihat bahwa ada kebutuhan negara untuk memperteguh ideologi Pancasila, mengokohkan toleransi dan menggencarkan deradikalisasi," ujar dia.
Berbagai upaya itu secara tidak langsung merupakan upaya pemerintah merawat demokrasi tetap hidup. Pemerintah, kata dia, tidak ingin ditengah masyarakat berkembang ideologi yang membahayakan keberlangsungan negara, maraknya intoleransi, dan berbagai ekpresi radikalisme.
Selain itu, ditengah pandemi COVID-19, pemerintah membutuhkan efektivitas pemerintahan dan terjaganya stabilitas untuk keluar dari berbagai permasalahan yang ditimbulkannya.
"Penilaian sepintas, proses tersebut tentu akan memengaruhi penilaian publik tentang demokrasi kita, tapi itu sesungguhnya justru pilihan tepat agar demokrasi tetap hidup dan keluar dari situasi sulit yang dihadapi," katanya.
Dia mengatakan demokrasi merupakan sebuah pergerakan yang harus dijaga bersama-sama. Indek demokrasi yang ada menjadi catatan untuk melakukan evaluasi dan mengambil kebijakan strategis atas aspek-aspek yang perlu diperbaiki.
Advertisement