Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri banyak bercerita saat memberikan orasi di Universitas Pertahanan RI.
Orasi tersebut disampaikan Presiden kelima RI itu usai menerima gelar profesor kehormatan di Unhan RI pada Jumat 11 Juni 2021.
Salah satunya Megawati bercerita ketika dirinya menghadapi International Monetary Fund (IMF) saat masih menjadi Presiden RI.
Advertisement
"Ketika saya menghadapi IMF, jadi boleh tanya monggo sama menteri-menteri saya, kayak apa kita pusingnya. Enggak 7 keliling lagi, aduh," ucap Megawati.
Kemudian, Megawati bercerita kerap dicap sebagai komunis. Awalnya, Megawati bercerita kala dia diundang Presiden China Xi Jinping saat ulang tahun partai komunis China.
"Saya diundang sama Presiden Xi Jinping ulang tahun partai komunisnya untuk memberikan sambutan, itu partai komunis RRC, kalau nanti saya bilang gini 'nah betul enggak Bu Mega itu kan komunis'," ucap dia.
Berikut sederet cerita Megawati Soekarnoputri saat memberikan orasi usai menerima gelar profesor kehormatan di Unhan RI dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Cerita Hadapi IMF
Ketum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri bercerita saat dirinya menghadapi International Monetary Fund (IMF) saat masih menjadi Presiden RI.
"Ketika saya menghadapi IMF, jadi boleh tanya monggo sama menteri-menteri saya, kayak apa kita pusingnya. Enggak 7 keliling lagi, aduh," ucapnya saat orasi ilmiah di Unhan RI, Jumat 11 Juni 2021.
Megawati tidak sudi Indonesia bergantung kepada IMF sehingga bisa diatur-atur oleh asing.
"Sepertinya saya merasa maaf ya jangan disampaikan ke IMF nanti dia ngamuk, saya bilang, saya suka bahasa guyon, 'gile dia nih siapa ya, republik republik kita lah kok mesti begini mesti begitu', saya bilang nanti dulu lah," ucapnya.
Salah satu kebijakan ekonomi Megawati yang dinilai berani adalah mengakhiri program reformasi kerjasama dengan IMF pada Desember 2003. Kemudian dilanjutkan dengan privatisasi perusahaan negara dan divestasi bank guna menutup defisit anggaran negara.
Dari cerita ini Megawati menegaskan, bahwa pemimpin harus memiliki keyakinan kuat.
"Akhirnya selesai juga itu. Berarti harus dari pemimpinnya keyakinan, oke saya bilang sama menteri saya,' kamu orang pintar jalankan apa yang saya suruh', saya tanggung jawab, that's the leader," terang Megawati.
Advertisement
Cerita Dicap Komunis dan Pernah Dilakukan Litsus
Kemudian, Megawati bercerita kerap dicap sebagai komunis. Awalnya, Megawati bercerita kala dia diundang Presiden China Xi Jinping saat ulang tahun partai komunis China.
"Saya diundang sama Presiden Xi Jinping ulang tahun partai komunisnya untuk memberikan sambutan, itu partai komunis RRC, kalau nanti saya bilang gini 'nah betul enggak Bu Mega itu kan komunis'," papar dia.
Megawati mengungkapkan, dia kerap dianggap sebagai komunis. Cap komunis itu, sudah distempel kepadanya sejak menjadi anggota DPR.
"Saya kan selalu dibilang begitu kan, sampai waktu saya jadi anggota DPR saja sudah distempel itu," ujar Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini.
Megawati kemudian bercerita ketika dirinya dilakukan penelitian khusus (litsus) saat masa orde baru. Namun, ternyata dia bukanlah komunis.
"Jadi saya bilang yang komunis itu yang waktu itu, saya dilitsus. Jadi saya bilang yang komunis itu yang orang litsus itu, tentara loh, ada kolonel sama tiga mayor, kalau saya enggak salah, kok saya lolos. Kan membingungkan kan, kalau mengatakan saya komunis saya komunis," terang dia.
Cerita saat Sukarno Dilengserkan
Megawati kemudian menceritakan saat sang ayah, yakni Sukarno dilengserkan dari kursi Presiden akibat peristiwa 1965 dan membuatnya harus hidup menjadi rakyat biasa. Dia mengakui bahwa masa-masa itu sangat sulit baginya dan keluarga.
"Saya tumbuh besar di Istana. Akibat peristiwa politik tahun 65, saya tidak bisa melanjutkan sekolah, dan tentu saja karena ayah saya dilengserkan, hidup sebagai rakyat biasa. Masa itu memang masa sulit bagi kami," kata Megawati.
Menurut dia, pemberian gelar profesor kehormatan dari Universitas Pertahanan ini menyadarkannya bahwa hidup seperti cakra manggilingan. Falsafah jawa itu memberi arti bahwa manusia harus menerima bahwa dunia ini berputar seperti roda kehidupan.
Megawati menyampaikan bahwa dirinya lahir di Gedung Agung Yogyakarta sebagai anak presiden. Pemerintahan Indonesia memang dipindahkan ke Yogyakarta saat itu karena situasi politik pasca-proklamasi.
"Jadi praktis keluarga kami keluarga Presiden, baru bisa pindah ke Jakarta tahun 50," ucapnya.
Setelah sang ayah dilengserkan, Megawati dan keluarga kemiudian melanjutkan hidup sebagai warga biasa. Dia pun kemudian duduk di parlemen hingga menjadi Presiden ke-5 RI.
"Sejarah memanggil saya untuk pertama kali menjadi anggota DPR sampai tiga periode terpotong dua tahun. Lalu menjadi Wakil Presiden dan setelah itu menjadi Presiden kelima Republik Indonesia," tuturnya.
Dia menyampaikan gelar profesor kehormatan ini tak lepas dari tugasnya menjadi Presiden ke-5 RI dan mandataris MPR RI terakhir dalam menangani krisis multidimensi yang terjadi kala itu. Ketua Umum PDIP itu menuturkan pemberian gelar ini membawa tanggung jawab tersendiri untuknya.
Advertisement