Liputan6.com, Jakarta Palang Merah Indonesia (PMI) mengaku kebanjiran permintaan plasma konvalesen (PK) untuk pasien Covid-19. Sekretaris Jenderal (Sekjen) PMI Sudirman Said mengaku, pada Juli 2021, permintaan plasma konvalesen meningkat sekitar 300 persen.
Pada Juni permintaan harian PK berkisar 1.000 kantong, sementara pada Juli meningkat hingga 3.000 lebih.
Baca Juga
"Data terakhir, permintaannya mencapai 4.006, sementara persediaan atau stoknya sejumlah 96. Yang belum terpenuhi itu boleh jadi karena tidak tersedia golongannya dan sebagainya," terang Sudirman Said dalam konferensi pers soal donor plasma konvalesen, Rabu (21/7/2021).
Advertisement
Untuk itu, pihaknya meningkatkan pelayanan plasma konvalesen. Prosedur permintaan dan donor PK hingga kerja sama dengan rumah sakit ditingkatkan demi memudahkan masyarakat. Kampanye donor PK juga digalakkan PMI untuk memenuhi lonjakan kebutuhan tersebut.
Dia menjelaskan, Unit Donor Darah Pusat (UDDP) PMI telah menyesuaikan sejumlah syarat dan ketentuan untuk memudahkan donor. Misalnya, PMI menggantikan syarat hasil tes PCR calon donor dengan surat sehat dari fasilitas kesehatan (faskes) atau rumah sakit yang merawat calon donor tersebut.
"Secara umum, kami mengubah alur dan prosedur untuk memudahkan calon pendonor," kata Sudirman Said.
PMI telah menggalakkan kampanye donor plasma konvalesen untuk mengatasi defisit plasma darah penyintas Covid-19. Melalui berbagai saluran, PMI mengajak para penyintas covid-19 mendonorkan plasma darahnya di UDD PMI terdekat.
"Kami punya 42 UDD di seluruh Indonesia yang telah tersertifikasi CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Benar). Jumlah alatnya beragam di masing-masing daerah, ada yang lebih dari satu, ada yang hanya satu," imbuhnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kerja Sama dengan RS
Untuk meningkatkan layanan PK, PMI juga bekerja sama dengan rumah sakit yang memiliki fasilitas donor PK. Kepala Bidang UDD PMI Pusat Dokter Linda Lukitari Waseso menjelaskan, pembagian tugas dalam donor PK dengan RS ini demi memangkas waktu pengolahan.
"Ini (kerja sama pengolahan PK) dilakukan di beberapa wilayah. Pembagiannya, misalnya RS yang mengambil plasma tersebut dari donor, kami yang melakukan pemeriksaan darah sebelum diambil plasmanya," terang Dokter Linda.
Seperti pengolahan darah, pengolahan PK juga dikenakan biaya pengganti pengolahan. Linda menjelaskan, biaya ini berlaku secara nasional di seluruh UDD PMI, biaya tersebut paling tinggi sejumlah Rp 2.500.000. Biaya ini, lanjutnya, ditagihkan ke RS tempat pasien dirawat.
“Beberapa dilaporkan, ada pungli dan sebagainya. Saya tegaskan, PMI tidak memungut biaya lain selain biaya pengganti pengolahan dan tidak memperjualbelikannya. Saya juga mengimbau masyarakat waspada terhadap penipuan yang mengatasnamakan PMI,” tukas Dokter Linda.
Advertisement