Kemenag Tegaskan Adzan dengan Pengeras Suara Masih Relevan

Kamaruddin menyebut, Kemenag telah menerbitkan Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 16 Okt 2021, 09:31 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2021, 09:31 WIB
[Bintang] Ilustrasi Adzan Maghrib
Berikut jadwal buka puasa di bulan Ramadan 2017. (Sumber Foto: Wikimedia Commons)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Dirjen Bimas Islam) Kamaruddin Amin menegaskan adzan dengan pengeras suara masih relevan dilakukan. Hal itu dia sampaikan untuk menanggapi Media asal Prancis, Agency France-Presse (AFP) yang menyoroti suara adzan di Indonesia.

"Azan adalah panggilan salat, sehingga dikumandangkan pada waktunya. Durasi adzan juga tidak lama," ujar Kamaruddin Amin di Jakarta, Sabtu (16/10/2021).

Kamaruddin menyebut, Kemenag telah menerbitkan Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Musala.

Instruksi Nomor Kep/D/101/1978 diterbitkan seiring meluasnya penggunaan pengeras suara oleh masjid, langgar, musala di seluruh Indonesia, baik untuk azan, iqamah, membaca ayat Alquran, membaca doa, peringatan hari besar Islam, dan lainnya.

Hal tersebut selain menimbulkan kegairahan beragama dan menambah syiar kehidupan keagamaan, namun hal tersebut juga menimbulkan ekses rasa tidak simpati yang disebabkan pemakaiannya kurang memenuhi syarat.

"Agar penggunaan pengeras suara oleh masjid, langgar, musala lebih mencapai sasaran dan menimbulkan daya tarik untuk beribadah kepada Allah, saat itu, tahun 1978, dianggap perlu mengeluarkan tuntunan pengeras suara," jelas Kamaruddin.

"Saya menilai aturan ini masih relevan untuk diterapkan," dia menambahkan.

Instruksi ini, kata Kamaruddin, antara lain mengatur tentang penggunaan pengeras suara ke luar dan ke dalam. Menurutnya, kumandang adzan boleh menggunakan pengeras suara ke luar lantaran merupakan panggilan salat. Sedang untuk kegiatan salat, kuliah, atau pengajian dan semacamnya menggunakan pengeras suara ke dalam.

"Jadi dalam instruksi yang usianya lebih 40 tahun ini sudah diatur, kapan menggunakan pengeras suara ke luar, kapan ke dalam," kata dia.

Pada bagian akhir instruksi tersebut, ditegaskan bahwa ketentuan ini berlaku pada masjid, langgar, dan musala di perkotaan yang masyarakatnya cenderung majemuk dan heterogen. Pada masyarakat pedesaan yang cenderung homogen, bisa berjalan seperti biasa.

"Sesuai dengan kesepakatan di daerahnya," kata dia.

Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara

Berikut Instruksi Dirjen Bimas Islam tahun 1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan Musala:

Aturan Penggunaan Pengeras Suara:

a. Pengeras suara luar digunakan untuk adzan sebagai penanda waktu salat

b. Pengeras suara dalam digunakan untuk doa dengan syarat tidak meninggikan suara

c. mengutamakan suara yang merdu dan fasih serta tidak meninggikan suara

1. Waktu Subuh

a. Sebelum waktu subuh dapat dilakukan kegiatan dengan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya. Kesempatan ini untuk pembacaan ayat suci Alquran.

b. Kegiatan pembacaan Alquran dapat menggunakan pengeras suara ke luar. Sedangkan ke dalam tidak disalurkan agar tak mengganggu orang yang sedang beribadah dalam masjid. Azan subuh menggunakan pengeras suara ke luar.

c. Adzan waktu subuh dilakukan menggunakan pengeras suara ke luar

d. Salat subuh, kuliah subuh dan semacamnya menggunakan pengeras suara (bila diperlukan untuk kepentingan jamaah) dan hanya ditujukan ke dalam saja.

2. Waktu Zuhur dan Jumat

a. Lima menit menjelang Zuhur dan 15 menit menjelang waktu Zuhur dan Jumat supaya diisi bacaan Alquran yang ditujukan ke luar.

b. Demikian juga suara Azan bilamana telah tiba waktunya.

c. Bacaan salat, doa, pengumuman, khutbah dan lain-lain menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam.

3. Asar, Magrib, dan Isya

a. Lima menit sebelum azan pada waktunya, dianjurkan membaca Alquran.

b. Pada waktu datang waktu salat, dilakukan azan dengan pengeras suara ke luar dan ke dalam.

c. Sesudah azan, sebagaimana lain-lain waktu, hanya ke dalam.

4. Takbir, Tarhim, dan Ramadan

a. Takbir Idulfitri, Iduladha dilakukan dengan pengeras suara ke luar. Pada Idulfitri dilakukan malam 1 Syawal dan hari 1 Syawal. Pada Iduladha dilakukan 4 hari berturut-turut sejak malam 10 Dzulhijjah.

b. Tarhim yang berupa doa menggunakan pengeras suara ke dalam. Tarhim zikir tidak menggunakan pengeras suara.

c. Pada bulan Ramadan sebagaimana pada siang hari dan malam biasa dengan memperbanyak pengajian, bacaan Alquran yang ditujukan ke dalam, seperti tadarus dan lain-lain.

5. Upacara hari besar Islam dan Pengajian

Tabligh pada hari besar Islam atau pengajian harus disampaikan oleh muballigh dengan memperhatikan kondisi dan keadaan jemaah.

Karena itu tablig/pengajian hanya menggunakan pengeras suara yang ditujukan ke dalam, dan tidak untuk ke luar karena tidak diketahui reaksi pendengarnya atau lebih sering menimbulkan gangguan bagi yang istirahat daripada didengarkan sungguh-sungguh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya