Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang tahanan Bupati nonaktif Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra (AP) pada Sabtu, 23 Oktober 2021 kemarin. Penggeledahan berkaitan dengan unggahan dalam media sosial Facebook Andi.
"Petugas rumah tahanan (rutan) KPK langsung melakukan penggeledahan di kamar tahanan dimaksud dan tidak menemukan peralatan komunikasi apa pun," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Minggu (24/10/2021).
Baca Juga
Ali mengatakan, saat proses penggeledahan, Andi sempat diperiksa dan dimintai keterangan terkait unggahan di akun Facebook tersebut. Menurut Ali, Andi mengaku tak membawa telepon seluler ke dalam rutan.
Advertisement
"Tersangka AP juga menyatakan dalam surat pernyataannya bahwa dirinya bukan yang menulis pesan status dalam medsos dimaksud," kata Ali.
Ali menegaskan bahwa penggunaan ponsel dilarang untuk tahanan. Larangan membawa ponsel untuk tahanan diatur dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 6 Tahun 2013.
Ali memastikan keamanan rutan KPK dijaga oleh petugas 1x24 jam dan dipantau melalui berbagai kamera pengawas. KPK memeriksa secara detil dan berlapis kepada setiap tahanan yang akan masuk ke Rutan KPK.
"Oleh karena itu, terkait adanya posting-an di akun media sosial tahanan KPK tersebut, bisa dimungkinan hal itu dilakukan oleh orang lain," kata Ali.
Â
Suap Izin HGU Sawit
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) Andi Putra sebagai tersangka kasus dugaan suap penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait perpanjangan izin Hak Guna Usaha (HGU) sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.
Selain Andi Putra, KPK juga menjerat General Manager PT. Adimulia Agrolestari Sudarso.
Kasus ini bermula saat Sudarso ingin memperpanjang hak guna usaha lahan kebun sawitnya dari 2019 hingga 2024. Sudarso kemudian menghubungi Andi. Namun Andi menyebut persyaratan memperpanjang hak guna usaha yakni dengan membangun kebun kemitraan minimal 20 persen dari hak guna usaha yang diajukan.
Tak lama setelah permintaan itu, Sudarso dan Andi bertemu. Dalam pertemuannya, Andi menyebut perpanjangan hak guna usaha yang dibangun di wilayahnya membutuhkan uang minimal Rp 2 miliar.
Sudarso menyetujuinya dan siap memberikan uang tersebut. Pada tahap pertama, Sudarso memberikan Rp 500 juta ke Andi sekitar September 2021. Sementara pemberian kedua, Sudarso menyerahkan Rp 200 juta ke Andi pada 18 Oktober 2021. Total, Andi diduga telah mengantongi Rp 700 juta dari Sudarso.
Dalam kasus ini, Sudarso disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sementara itu, Andi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Advertisement