Sidang Gugatan Usia Pensiun TNI di MK, Ini Penjelasan Panglima dan DPR

Sidang gugatan terkait usia pensiun prajurit TNI berlangsung secara daring dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK).

oleh Fachrur Rozie diperbarui 10 Feb 2022, 18:45 WIB
Diterbitkan 10 Feb 2022, 18:45 WIB
Gedung MK
Personil Brimob berjalan melintasi halaman depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (13/6/2019). Mahkamah Konstitusi akan menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Presiden/Wakil Presiden Pemilu 2019 pada, Jumat (14/6). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Sidang gugatan terkait usia pensiun prajurit TNI berlangsung secara daring dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK).

Gugatan soal usia pensiun TNI disampaikan oleh enam orang penggugat, yang salah satunya yakni seorang pensiunan TNI Euis Kurniasih.

Dalam sidang yang digelar Selasa, 8 Februari 2022 sejatinya hakim kontitusi mendengar keterangan dari tiga pihak, yakni dari pemerintah pusat dalam hal ini Presiden atau pihak Kementerian, kemudian pihak TNI, dan DPR RI.

Namun Presiden atau Kementerian berhalangan hadir, sehingga hakim konstitusi hanya mendengarkan keterangan dari Panglima TNI Andika Perkara dan anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan.

Dalam paparannya, Andika memaparkan soal isi gugatan yang dilayangkan Euis dan kawan-kawan. Menurut Andika, Euis merasakan ketidakadilan dengan Pasal 53 dan 71 huruf a UU nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dalam pasal tersebut menjelaskan soal usia pensiun prajurit TNI. Untuk usia pensiun paling tinggi 58 tahun bagi perwira dan 53 tahun bagi bintara dan tamtama. Sementara usia pensiun anggota Polisi tidak dibedakan berdasarkan golongan maupun pangkat, yakni sama-sama 58 tahun.

"Bahwa penyetaraan dengan Polri menjadi pembanding mengingat tugas TNI dan Polri memiliki kesamaan terhadap kondisi fisik dan kesehatan yang dibutuhkan dalam menjalankan tugas terhadap pengabdian mereka bagi negara," kata Andika membacakan poin isi gugatan atau permohonan pemohon dikutip dari Youtube MK.

Terkait dengan isi permohonan tersebut, Andika menyatakan tak bisa memberikan tanggapan terlebih dahulu. Pasalnya, Andika menyebut pemerintah dan DPR akan membahas rencana perubahan atas UU TNI dan telah masuk dalam daftar program legislasi nasional.

"Saya izin tidak membacakan karena masih dalam pembahasan RUU sehingga yang kami sampaikan di sini pun pasti akan mengalami perubahan. Kemudian berdasarkan keterangan tersebut di atas mami memohon kepada yang mulia ketua dan anggota majelis hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus permohonan, mohon kiranya dapat memberikan putusan yang bijaksana dan seadil-adilnya," kata Andika.

 

Sikap DPR

Usai mendengar keterangan Andika, Hakim Anwar Usman mempersilakan Arteria Dahlan untuk menyampaikan tanggapan. Di awal pemaparannya, Arteria meminta hakim lebih dahulu memeriksa legal standing para penggugat alias pemohon.

"Bahwa para pemohon harus membuktikan dahulu kedudukan hukum atau legal standing mengenai adanya kerugian hak dan kewenangan konstitusional atas berlakunya pasal-pasal a quo. Para pemohon juga perlu membuktikan secara logis hubungan sebab-akibat atau verbal antara kerugian yang dialami para pemohon dengan berlakunya pasal-pasal a quo yang dimohonkan," kata Arteria.

Arteris juga sempat membacakan isi gugatan dari para pemohon. Menurut Arteria, pemohon sebagai guru militer dan dosen menyatakan keberadaan pasal-pasal yang digugat merugikan hak konstitusional untuk mendapatkan kepastian hukum dan untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat bangsa dan negaranya dikarenakan adanya perbedaan pengaturan usia pensiun antara Prajurit TNI dan anggota Polri.

Sebab dengan adanya pengaturan usia pensiun prajurit TNI khususnya bintara dan tamtama saat ini maka terdapat sekitar 10.000 sampai 11 ribu prajurit TNI yang berusia 53 tahun yang akan pensiun yang tentunya akan mempengaruhi kekuatan TNI dalam mempertahankan keutuhan wilayah NKRI.

"Patut dicermati bahwa pensiun bagi prajurit TNI merupakan suatu keadaan pengakhiran masa dinas keprajuritan atau masa pengakhiran tersebut diperlukan guna adanya regenerasi dalam institusi tersebut dengan calon prajurit TNI yang baru," kata Arteria.

Namun demikian, menurut Arteria, batasan usia tersebut merupakan kebijakan hukum yang terbuka dan sewaktu-waktu dapat diubah oleh pembentuk undang-undang sesuai dengan tuntutan kebutuhan perkembangan yang ada selama perubahan itu tidak bertentangan dengan UUD 1945.

Arteria juga menjelaskan bahwa pemerintah dan DPR memiliki wacana melakukan perubahan terhadap UU TNI tersebut.

"Selain itu pada tahun 2019 draf RUU dan naskah akademik perubahan UU TNI pernah disusun oleh BPHN, oleh karena itu DPR berpandangan bahwa pengaturan dalam pasal a quo yang mengatur terkait dengan batasan usia pensiun tidak inkonstitusional sehingga ketentuan tersebut dipandang tepat apabila disampaikan kepada pembentuk UU yang memang memiliki kewenangan dalam penentuan batas usia pensiun tersebut," kata Arteria.

"Demikian keterangan tertulis dari DPR RI yang mulia disampaikan sebagai bahan pertimbangan bagi yang mulia majelis hakim Mahkamah Konstitusi untuk mengambil keputusan," Arteria menambahkan.

Sidang dengan nomor perkara 62/PUU-XIX/2021 terkait gugatan pasal 53 dan 71 huruf a UU nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang dipimpin Hakim Ketua Anwar Usman ini ditunda untuk mendengarkan keterangan Presiden dan ahli.

Rencananya, pihak pemohon akan menghadirkan dua saksi ahli dalam sidang lanjutan Rabu 23 Februari 2022.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya