Liputan6.com, Jakarta Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami aliran uang Bupati Nonaktif Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa. Tagop merupakan tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Buru Selatan.
Aliran uang itu didalami tim penyidik KPK lewat Ketua DPRD Buru Selatan Fraksi NasDem Muhajir Bahta pada Kamis, 17 Maret 2022 kemarin.
Baca Juga
"Dikonfirmasi terkait adanya aliran dana dari TSS (Tagop Sudarsono Soulisa) ke beberapa pihak terkait lainnya," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (19/3/2022).
Advertisement
Aliran suap juga diselisik tim penyidik KPK terhadap lima saksi lainnya, yakni Wakil Ketua DPRD Buru Selatan Fraksi Golkar Jamatia Booy, Anggota DPRD Buru Selatan Bernardus Wamese, mantan Bendahara Setda Samsul Bahri Sampulawa, Inspektur pada Inspektorat Buru Selatan Ismid Thio, Kasubag Perencana dan Keuangan pada Inspektorat Buru Selatan Japar, serta PNS Semuel R Teslatu.
"Dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan adanya pengaturan proyek oleh TSS disertai adanya penyusunan dokumen fiktif," kata Ali.
Â
Mangkir
Sementara itu, tiga saksi lainnya yang dijadwalkan diperiksa mangkir alias tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK. Ketiga saksi itu yakni, Bendahara Setda Buru Selatan Aisya Ida, mantan PPK pada Dinas Kesehatan Buru Selatan Thomas Marulessy, serta Panitia Pokja Lelang Umum Buru Selatan Daniel Saleky.
KPK sudah menetapkan tiga tersangka, yakni mantan Bupati Buru Selatan Tagop Sudarsono Soulisa serta dua pihak swasta Johny Ryndard Kasman serta Ivana Kwelju.
Kasus ini bermula saat Tagop menjabat Bupati Buru Selatan selama dua periode 2011 hingha 2021. Tagop diduga memberikan atensi lebih untuk berbagai proyek pada dinas PUPR Buru Selatan, di antaranya dengan mengundang secara khusus Kepala Dinas dan Kabid Bina Marga untuk mengetahui daftar dan nilai anggaran paket setiap pekerjaan proyek.
Tagop kemudian merekomendasikan dan menentukan secara sepihak pihak rekanan mana saja yang bisa dimenangkan untuk mengerjakan proyek baik yang melalui proses lelang maupun penunjukkan langsung.
Â
Advertisement
Dugaan
Dari penentuan para rekanan ini, diduga Tagop meminta sejumlah uang dalam bentuk fee dengan nilai 7 % sampai 10 % dari nilai kontrak pekerjaan. Khusus untuk proyek yang sumber dananya dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ditentukan besaran fee masih diantara 7 % sampai 10 % ditambah 8% dari nilai kontrak pekerjaan.
Adapun proyek-proyek tersebut, di antaranya, pembangunan jalan dalam kota Namrole Tahun 2015 dengan nilai proyek Rp 3,1 miliar, peningkatan jalan dalam kota Namrole (hotmix) dengan nilai proyek Rp14,2 miliar, peningkatan jalan ruas Wamsisi-Sp Namrole Modan Mohe (hotmix) dengan nilai proyek Rp 14,2 miliar, dan peningkatan jalan ruas Waemulang-Biloro dengan nilai proyek Rp 21,4 miliar.
Atas penerimaan sejumlah fee tersebut, Tagop diduga menggunakan orang kepercayaannya, yaitu Johny Rynhard untuk menerima sejumlah uang menggunakan rekening bank miliknya. Kemudian Johny mentransfer ke rekening bank milik Tagop.
Diduga nilai fee yang diterima Tagop sekitar Rp10 miliar yang di antaranya diberikan oleh Ivana Kwelju karena dipilih untuk mengerjakan salah satu proyek pekerjaan yang anggarannya bersumber dari dana DAK Tahun 2015.
Penerimaan uang Rp 10 miliar dimaksud, diduga Tagop membeli sejumlah aset dengan menggunakan nama pihak-pihak lain dengan maksud untuk menyamarkan asal usul uang yang diterima dari para rekanan kontraktor.