Diduga Terima Gratifikasi, ICW Sebut Lili Pintauli Bisa Diancam Pidana Seumur Hidup

Indonesia Corruption Watch (ICW) tak terkejut dengan dilaporkannya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Apr 2022, 11:08 WIB
Diterbitkan 13 Apr 2022, 11:02 WIB
Lili Pintauli Siregar
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) tak terkejut dengan dilaporkannya Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Apalagi, ini merupakan ketiga kalinya Lili diduga melanggar kode etik insan KPK.

"Pelanggaran etik yang diduga dilakukan oleh Lili Pintauli Siregar bukan hal mengejutkan lagi. Sebab, rekam jejak yang bersangkutan memang bermasalah, terutama pasca komunikasinya dengan pihak berperkara terbongkar ke tengah masyarakat," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).

Lili dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi dari perusahaan BUMN. Lili diduga mendapatkan tiket motoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort.

Menurut Kurnia, jika penerimaan tiket dan fasilitas penginapan itu benar, maka ada sejumlah pelanggaran yang harus diusut. Bahkan, menurut Kurnia, Lili bisa dituntut pidana seumur hidup atas kelakuannya tersebut.

"Pertama, penerimaan itu bisa dianggap sebagai gratifikasi jika Lili bersikap pasif begitu saja dan tidak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK. Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12 B UU Tipikor dan Wakil Ketua KPK itu dapat diancam dengan pidana penjara 20 tahun bahkan seumur hidup," kata Kurnia.

Kedua, menurut Kurnia, penerimaan itu masuk ketegori suap jika pihak pemberi telah berkomunikasi dengan Lili dan terbangun kesepakatan untuk permasalahan tertentu. Misalnya, pengurusan suatu perkara di KPK.

"Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor dengan hukuman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup," kata dia.

Ketiga, menurut Kurnia, penerimaan itu bisa dianggap sebagai pemerasan jika Lili melontarkan ancaman terhadap pihak pemberi dengan iming-iming pengurusan suatu perkara.

"Tindakan ini memenuhi unsur Pasal 12 huruf e UU Tipikor dengan ancaman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup," kata Kurnia.

Maka dari itu, Kurnia mendesak Dewas KPK aktif mencari dan mengumpulkan bukti dari mulai komunikasi antara Lili dengan pihak pemberi, manifest penerbangan, hingga rekaman CCTV di sirkuit Mandalika dan tempat penginapan.

Selain itu, Kurnia juga meminta Dewas segera membawa dugaan pelanggaran etik ini ke dalam persidangan.

"Jika Lili terbukti melanggar kode etik, maka ICW mendesak agar Dewas segera meminta yang bersangkutan mengundurkan diri sebagai Pimpinan KPK. Bahkan, tatkala permintaan itu diabaikan, Dewas mesti menyurati presiden agar segera memberhentikan Lili dengan alasan telah melakukan perbuatan tercela," kata dia.

Tak hanya itu, ICW juga mendesak Kedeputian Penindakan KPK menyelidiki dugaan penerimaan gratifikasi, suap, atau pemerasan ini. Sebab, ranah penindakan bukan berada di Dewan Pengawas.

"Sehingga, dibutuhkan koordinasi antara pihak Dewan Pengawas dengan Kedeputian Penindakan," kata dia.


Tak Berguna

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menuntut Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar (LPS) mundur dari lembaga antirasuah. Menurut MAKI, Lili Pintauli Siregar hanya menjadi beban bagi KPK.

"Untuk itu demi kebaikan KPK maka sudah semestinya LPS mengundurkan diri. Kami berpandangan LPS telah membebani KPK dan sudah tidak berguna bagi KPK," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).

Boyamin menyebut, saat ini Dewan Pengawas KPK tengah menginvestigasi dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar atas dugaan menerima fasilitas VIP menonton MotoGP Mandalika yang diberikan perusahaan BUMN.

Selain itu, Dewas KPK juga masih menelusuri dugaan pelanggaran etik Lili lainnya, yakni menyebarkan berita bohong terkait komunikasi dengan Wali Kota Tanjungbalai M. Syahrial.

Lili juga sebelumnya sudah dijatuhi sanksi etik lantaran terbukti berkomunikasi dengan Syahrial. Komunikasi terkait dengan penanganan perkara suap yang ditangani lembaga antirasuah.

"Jadi ini mestinya sudah menjadi kartu kuning kedua dan ketiga yang sebelumnya telah mendapat kartu kuning pertama berupa putusan bersalah melanggar kode etik berhubungan dengan Walikota Tanjungbalai," kata

Boyamin meminta Dewas KPK segera menuntaskan proses investigasi dan melanjutkannya ke persidangan guna memberikan kepastian atas dugaan pelanggaran Lili Pintauli demi kepercayaan publik kepada KPK.

"Apabila berlarut-larut maka akan makin menggerus kepercayaan masyarakat dengan akibat akan semakin menurun kinerja KPK memberantas korupsi karena pimpinannya bermasalah," kata Boyamin.


Dilaporkan Kembali

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar kembali dilaporkan ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK. Lili dianggap melanggar kode etik insan KPK lantaran diduga menerima gratifikasi saat menonton ajang MotoGP Mandalika.

Lili diduga menerima gratifikasi dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Ya benar ada pengaduan terhadap Ibu LPS (Lili Pintauli Siregar)," ujar anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).

Haris mengatakan pihaknya saat ini tengah mempelajari pengaduan tersebut sesuai prosedur operasional yang berlaku di Dewas KPK. Namun Haris belum bersedia menjelaskan lebih lanjut soal substansi laporan tersebut.

"Saat ini Dewas sedang mempelajari pengaduan tersebut sesuai prosedur operasional baku yang berlaku," kata dia.

Berdasarkan informasi yang diterima, Lili diduga mendapatkan tiket MotoGP Mandalika di Grandstand Premium Zona A-Red serta fasilitas penginapan di Amber Lombok Beach Resort.


Kata KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pasrah dan menyerahkan sepenuhnya kepada Dewan Pengawas (Dewas) terkait penanganan laporan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

"KPK menyerahkan sepenuhnya kepada Dewas KPK atas proses tindak lanjut pengaduan ini. Kami mengajak masyarakat untuk tetap menghormati proses pemeriksaan yang sedang berlangsung tersebut," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (13/4/2022).

Dia menyatakan, KPK meyakini profesionalitas Dewan Pengawas dalam memeriksa setiap aduan sesuai ketentuan, mekanisme, dan kewenangan yang diatur dalam Pasal 37 B UU KPK.

"Dewas KPK nantinya tentu juga akan menyampaikan hasil pemeriksaannya, apakah atas pengaduan tersebut terbukti adanya pelanggaran atau tidak," kata Ali.FOTO: Annas Maamun Kembali Ditahan

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya