Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetorkan uang Rp 475 juta dari hasil pembayaran denda para terpidana kasus korupsi. Pembayaran denda tersebut telah disetorkan ke kas negara sebagai bentuk pemulihan ekonomi negara.
"Jaksa Eksekutor Andry Prihandono melalui biro keuangan KPK telah melakukan penyetoran ke kas negara uang sejumlah Rp 475 juta dari pembayaran uang denda beberapa terpidana korupsi," ujar Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (7/5/2022).
Advertisement
Baca Juga
Ali mengatakan dari total Rp 475 juta yang dibayarkan KPK kepada kas negara, di antaranya berasal dari mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi sebesar Rp 75 juta dari total kewajiban sebesar Rp 400 juta.
Kemudian pembayaran denda terpidana Ardian Iskandar Maddanatja sebesar Rp 100 juta. Ardian merupakan Direktur Utama PT Tigapilar Agro Utama yang merupakan penyuap mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
Ardian divonis 4 tahun denda Rp 100 juta subsider empat bulan kurungan karena menyuap Juliari terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) di Kemensos.
Ketiga pembayaran denda terpidana mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik sebesar Rp 300 juta. Jero Wacik divonis oleh Mahkamah Agung penjara selama 8 tahun denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.
Jero terbukti menggunakan dana operasional menteri (DOM) untuk kepentingan pribadi dan keluarga antara lain untuk pembelian tiket perjalanan keluarga, biaya main golf, hingga biaya untuk pijat, dan refleksi. Jero juga menggunakan dana DOM untuk pencitraan di media yang jumlahnya mencapai Rp 3 miliar.
Ali mengatakan, KPK akan terus menagih kewajiban pembayaran denda kepada para terpidana korupsi.
"Penagihan kewajiban pembayaran uang denda maupun uang pengganti terhadap para terpidana korupsi secara berkelanjutan akan tetap dilakukan oleh jaksa eksekutor KPK untuk mengoptimalkan aset recovery dari hasil tindak pidana korupsi," kata Ali.
Dijebloskan ke Lapas Sukamiskin
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjebloskan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Imam Nahrawi dijebloskan ke Lapas Sukamiskin pada, Selasa, 6 April 2021.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Imam Nahrawi dijebloskan ke Lapas Sukamiskin lantaran vonisnya telah berkekuatan hukum tetap alias inkracht.
"Jaksa Eksekusi KPK Rusdi Amin dan Josep Wisnu Sigit telah melaksanakan putusan MA dengan cara memasukan terpidana Imam Nahrawi ke Lembaga Pemasyarakatan Klas IA Sukamiskin untuk menjalani pidana penjara selama 7 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan," ujar Ali dalam keterangannya, Rabu (7/4/2021).
Diketahui, Mahkamah Agung menolak upaya hukum kasasi yang diajukan Imam Nahrawi. Dengan ditolaknya kasasi tersebut, maka Imam tetap menjalani hukuman 7 tahun penjara denda sebesar Rp 400 juta subsider tiga bulan kurungan.
Majelis Hakim MA yang menangani perkara ini adalah Krisna Harahap, Abdul Latif, dan Suhadi. Dalam amar putusannya, para hakim memperkuat vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terhadap Imam.
Hakim menyatakan Imam terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama. Selain pidana bui, Imam juga didenda sebesar Rp 400 juta, subsider 3 bulan kurungan.
Advertisement
Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa KPK
Selain pidana badan, MA juga menjatuhkan pidana berupa pembayaran uang pengganti kepada Imam, yakni uang sejumlah Rp19.154.203.882,00. Uang itu harus dibayar Imam paling lama satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap.
Jika dalam jangka waktu tersebut tak dibayarkan, maka harta benda Imam akan disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut. Namun jika hartanya tak cukup untuk membayar uang pengganti, maka diganti pidana penjara selama 3 tahun.
Dalam putusan Majelis Hakim MA juga menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 5 tahun terhitung sejak Imam selesai menjalani pidana pokok.
Vonis Imam Nahrawi ini diketahui lebih ringan dari tuntutan Jaksa KPK, yakni 10 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Imam diduga melakukan praktek korupsi dengan menerima suap Rp 11,5 miliar bersama asistennya, Miftahul Ulum. Suap itu dimaksud untuk mempercepat proses dana hibah KONI tahun 2018.
Selain suap, masih bersama Miftahul Ulum, Imam juga diduga menerima gratifikasi Rp 8,64 M. Uang ini didapat mereka dari berbagai sumber. Dalam kasus ini, Ulum diketahui berperan sebagai perantara suap antara Imam dengan pemberi.
Setor Uang Rampasan Rp 12,5 M
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetor uang rampasan dari perkara mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi ke kas negara. Adapun uang yang disetor ke kas negara sebesar Rp 12,5 miliar.
"Pelaksanaan putusan ini dengan melakukan penyetoran ke kas negara berupa uang rampasan sejumlah Rp12, 5 miliar," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Jumat (4/6/2021).
Penyetoran uang itu dilaksanakan oleh Jaksa Eksekusi KPK Rusdi Amin dan Andry Prihandono terhadap putusan Mahkamah Agung RI Nomor: 485 K/Pid. Sus/2021 tanggal 15 Maret 2021 dengan terpidana Imam Nahrawi.
Imam sebelumnya dinyatakan bersalah menerima suap dari sejumlah pejabat Kemenpora dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
"Penyetoran uang rampasan ke kas negara sebagai bentuk komitmen nyata pelaksanaan aset recovery dari hasil tindak pidana korupsi," jelas Ali.
Untuk diketahui, Mahkamah Agung menolak upaya hukum kasasi yang diajukan Imam Nahrawi. Dengan ditolaknya kasasi tersebut, maka Imam tetap menjalani hukuman 7 tahun penjara denda sebesar Rp 400 juta subsider tiga bulan kurungan.Â
Majelis Hakim MA menyatakan Imam terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama. Selain pidana bui, Imam juga didenda sebesar Rp 400 juta, subsider 3 bulan kurungan.
MA juga menjatuhkan pidana berupa pembayaran uang pengganti kepada Imam, yakni uang sejumlah Rp 19.154.203.882,00. Uang itu harus dibayar Imam paling lama satu bulan setelah vonis berkekuatan hukum tetap.
Advertisement